Nesa POV:
Aku duduk berjongkok dihadapan Renno yang sedang duduk di kursi rodanya sambil mengelus puncak kepalaku dengan penuh rasa sayang. Lagi-lagi umbaran senyumku ini tersodor untuknya. Dengan sepenuh hati, Renno membalas senyuman itu dengan sangat lembut. Dan entah sejak kapan tetesan air mata tiba-tiba meraup pipiku.
“Kok malah nangis?” tanyanya, yang langsung mengusap air mataku seketika.
“Aku lagi senang, tau!” protesku cepat sambil memampangkan wajah cemberut.
Dia tertawa kecil, “Kenapa?”
“Karena sebentar lagi kamu bakal sembuh,”
“Aku pasti sembuh, kok.” Dia mencoba menenangkanku sambil tersenyum mengiyakan.
Sekarang kami berada di bandara Soekarno-Hatta, untuk mengantar kepergian Renno, Om Adrian, Renno dan juga Diza yang akan segera meninggalkan Jakarta untuk menapakkan kaki di Singapura. Akhirnya Renno mau mengikuti kemauan Papanya untuk operasi. Dan lebih bahagianya lagi, Om Adrian bilang kalo Renno juga akan segera bertemu Mamanya di Singapura nanti. Hmm... semuanya makin perfect aja. Kini Renno bisa berdamai dengan hati nuraninya, berdamai dengan kedua orangtuanya yang sangat dia jauhi sedari dulu.
Sementara Om Adrian sedang mengurus jet pribadi milik perusahaannya yang akan menerbangkan mereka ke Singapura nanti, aku, Renno, Diza, dan Davi dengan setia menunggu di teras bandara sambil bercengkerama. Davi dan Diza terlihat asik mengobrol, dan entah sejak kapan mereka jadi akrab gitu. Sedangkan aku masih berlutut dihadapan Renno. Dan akhirnya... nggak ada kecemburuan dari sikap Davi. Buktinya aja, dia malah tersenyum manis ketika aku menoleh ke arahnya. Lagian, apa yang harus dicemburuin lagi, sih? Jelas-jelas aku dan Davi udah pacaran, dan dia percaya 100% dengan sikapku.
Nggak lama kemudian, Om Adrian berjalan ke arah kami dengan diikuti dua orang asisten laki-lakinya di belakang beliau, bahkan dua orang itu lebih mirip sebagai bodyguard Om Adrian, soalnya tampangnya kayak brimob sih... hihihi.
“Oke, semuanya sudah siap, jetnya juga sudah menunggu kita di sana,” ujar Om Adrian sambil menunjuk ke dalam bandara, “Kita berangkat sekarang?”
Renno yang tadinya melirik ke ayahnya sambil mengangguk setuju, kini melayangkan pandangan lagi ke arahku sambil menggenggam kedua tanganku yang tertaruh di pahanya.
“Aku harus pergi, Nes. Jaga diri kamu baik-baik ya.”
Aku langsung menyerbu tubuhnya untuk aku peluk, dan air mata ini dengan senang hati berjalan ke muaranya di pipiku.
“Kamu juga, Ren. Janji sama aku, kamu bakal sembuh dan secepatnya balik ke Jakarta. Oke?” Bisikku parau.
“Iya, Nes. Aku janji. Aku bakal balik ke Jakarta secepatnya.” Jawabnya dengan penuh senyuman yang tersungging di wajahnya ketika aku melepaskan pelukan itu. Dia tersenyum manis sambil menyeka poni yang jatuh gitu aja mengenai hidungku.
“Doakan aku, ya.” Ujarnya.
“Gimana aku nggak doain kamu? Kamu kan, sahabat aku.” Jawabku nyengir, tapi kemudian raut wajahnya yang tadi bahagia, tiba-tiba berubah lesu.
“Kenapa?” tanyaku heran. Seharusnya aku nggak perlu bertanya, aku tau kenapa dia jadi cemberut gini, “Ren, aku udah jadian sama Davi.” Jawabku sambil mencoba tersenyum, berharap dia juga tersenyum melihatku.
![](https://img.wattpad.com/cover/3461859-288-k769466.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Love-Line
Teen FictionSelalu dia. Entah kenapa selalu wajah dia yang muncul di otakku ini. Walaupun track recordnya sebagai musuh udah aku hapuskan semenjak dia minta maaf. Dia-lah yang terpenting. Hal yang nggak boleh hilang di hidupku, bahkan ketika aku mencintai lagi...