Chapter 29 - I'll Be

4.1K 75 1
                                    

Nesa POV:

“Kamu tau film A Cinderella Story?” bisiknya di telinga kananku, sedangkan kepalaku bertumpu pada bahu kanannya. Aku mengangguk mantap sebagai respon dari pertanyaannya. Jelas aku ingat, film ini populer sejak aku masih SMP. Diperankan Hilary Duff dan aktor terganteng favoritku, Chad Michael Murray. Aku sampe tergila-gila sama film ini, bahkan film ini nggak pernah bosan untuk ditonton.

                “Kamu mirip banget sama Hilary Duff.”

                Aku terkekeh geli mendengar pernyataannya.

                “Masa?” tanyaku balas berbisik di telinga kanannya. Sama sepertiku, kepalanya melengket di bahuku yang sedikit lebih rendah.

                “Aku serius,” jawabnya dengan kekehan kecil, “Kamu secantik dia. Kamu lebih cantik daripada dia.” Jawabnya kemudian.

                “Hmm... yang bener yang mana nih? Secantik dia atau lebih cantik daripada dia?” godaku sambil terkekeh.

                Dia melepaskan tumpuan kepalanya di bahuku dan memilih melihatku secara intens.

                “Kamu lebih cantik daripada dia.” Dia memastikan aku dengan pandangan lurus penuh makna. Mungkin sekarang wajahku dipenuhi semburat merah tomat ketika dia mengatakan itu. Aku langsung membenamkan wajahku ke bahu atletisnya. Bisa ku rasakan keharuman sabun dan parfumnya sekaligus, seketika mengundang rasa ketertarikan di hatiku entah untuk apa alasannya.

                Untuk sepersekian menit kami sama-sama terlena dengan lantunan orkestra yang memainkan lagu dengan sangat mellow, saling terdiam dalam keterpakuan dengan suasana yang entah sejak kapan menjadi sedikit lebih hangat. Oh, mungkin itu karena dia memelukku dengan sangat erat sehingga aku bisa merasakan lebih hangat daripada sebelumnya.

                “Nes?” dengan setengah parau dia memanggil namaku di dalam keterlarutan suasana.

                “Hmm?”

                “Aku senang bisa bertemu dengan kamu lagi.” Bisiknya lagi. Aku tersenyum bahagia mendengar itu, ingin rasanya aku memeluk dia erat-erat dan nggak akan membiarkannya pergi lagi dariku.

                “Aku lebih daripada itu.”

                “Oh ya?”

                “He-eh.”

                “Apa kamu juga merindukanku?”

                Aku terpaku, bingung harus menjawab apa. Ya, aku memang tau jawabannya. Jawabannya adalah aku sangat merindukan dia lebih dari apapun, tapi apakah aku harus jujur atau nggak? Mengingat dia udah ada yang punya sementara aku... oh, aku hampir lupa sosok Ario Dirgantara yang belakangan ini mengambil alih kinerja hati dan perasaanku. Ya ampun... ternyata sedari dari aku malah menganggap diriku sebagai bujangan!

                Mungkin karena menunggu agak lama jawab dariku, dia menatap wajahku lagi dengan intens. Jelas aku terdiam saat menatapnya, bingung apakah aku harus jujur atau berbohong.

                “Menurut kamu?” mungkin lebih baik kalau dia yang menarik kesimpulan sendiri.

                Davi terlihat berpikir, “Mungkin iya, mungkin nggak.” Jawabnya asal.

                Aku terkekeh hambar mendengarnya. Ya, biarkan dia menganggap itu adalah jawaban dariku, karena sejujurnya aku nggak berani menjawab jujur ataupun bohong, karena aku tau keduanya sama-sama nggak menguntungkanku. Biarkan lagu ini menjadi saksi bisu pengakuan hatiku terhadap apa yang sekarang aku pendam.

On The Love-LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang