Nesa POV:
Tiba-tiba ada yang memeluk bahuku dari belakang. Aku menoleh ke samping sambil menyeka air mata yang terus bercucuran. Davi? Dia... memelukku?
“Tenanglah... jangan emosi.” Ujarnya lembut tepat di telingaku, “Kita masih bisa menghadapi Renno nanti.”
Aku benar-benar pengin menjawab kata-kata Davi, tapi isakan tangis ini nggak bisa menghantarkan satu kata pun dari mulutku. Dan lagian... pelukannya terlalu hangat untuk aku berteduh sampai-sampai rasanya aku pengin segera tidur. Huhhh... dia memang selalu bisa membuat aku tenang.
“Vanessa....” satu suara berat memanggil namaku dari belakang. Aku langsung menoleh dan seketika itu juga, Davi melepaskan pelukannya dari punggungku. Ternyata Om Adrian yang memanggilku.
“Kamu baik-baik saja?” tanyanya cemas yang kemudian duduk di hadapanku. Diikuti pula dengan bi Mina yang kini berdiri di samping Davi dengan ekspresi cemas menelitiku dalam-dalam.
Aku menghirup lendir yang ada di hidungku, “Aku baik-baik aja, Om.” Akhirnya suara ini keluar juga.
“Kamu tidak perlu emosi untuk menghadapi Renno. Om sudah banyak belajar akan hal itu.” Om Adrian berkata pelan sambil menatapku dengan rasa iba. Sedangkan Davi... dia terus memeluk bahuku dan mengelusnya dengan pelan. Bisa aku rasakan kehangatan dari elusannya itu.
“Tapi aku benar-benar nggak tahan dengan sikap dia, Om. Dia kira dia siapa? Orang hebat? Seenaknya aja bicara kasar sama orangtua. Nggak ada sopan santunnya sedikitpun.” Aku mengeluh kesal, mengeluarkan semua emosiku sebisanya.
“Yaa... itulah Morenno yang sebenarnya. Bahkan kamu lebih tau bagaimana sifat dia dibandingkan Om. Harusnya kamu sudah mengerti itu.” Jawab Om Adrian sambil menaikkan bahu sesekali. Beliau benar-benar kuat menghadapi si anak pembangkang itu. Harus aku akui kalau aku memang lebih tau gerak-gerik dan watak Renno yang sebenarnya. Aku mengenalnya lebih jauh dibandingkan orangtua kandungnya sendiri. Mungkin itu karena Om Adrian dulunya sering sibuk mengurusi pekerjaannya daripada mempedulikan anaknya.
“Tapi kita masih punya banyak kesempatan untuk bisa membujuk Renno. Janganlah kamu berputus asa. Om yakin kita pasti bisa membujuk Renno secepatnya.” Om Adrian menjawab dengan santai, namun ada harapan besar di dalam kata-katanya barusan.
“Benar apa yang Om Adrian bilang. Kita pasti bisa membujuk Renno. Lo jangan takut, ya.” Davi membenarkan kata-kata Om Adrian tadi. Hhhhh... cowok ini... selalu bisa membuat aku semangat lagi.
Om Adrian tersenyum simpul sambil mengelus punggung tangan kananku yang tergeletak nggak berdaya di paha.
“Sebaiknya kita pulang. Besok akan menjadi hari terberat daripada hari ini.” Om Adrian menasehatiku. Ya, besok memang akan menjadi hari terberat daripada hari ini... hari terberat untuk mencairkan hati beku si pembangkang Morenno Adrian Kusumaningrat itu.
***
Davi POV:
“Kita mau kemana, Vi?” Nesa yang baru menyadari ini bukan jalan ke rumahnya, langsung bertanya spontan.
“Gue kira lo lagi nggak ngeh karena ngelamun,” tawaku sesaat, “Gue mau ngajak lo ke suatu tempat... supaya lo bisa merilekskan pikiran lo.” lanjutku sambil terus berkonsentrasi ke jalanan di depan yang membentang.
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Love-Line
Teen FictionSelalu dia. Entah kenapa selalu wajah dia yang muncul di otakku ini. Walaupun track recordnya sebagai musuh udah aku hapuskan semenjak dia minta maaf. Dia-lah yang terpenting. Hal yang nggak boleh hilang di hidupku, bahkan ketika aku mencintai lagi...