Chapter 9 - Being Friends

6.2K 116 0
                                    

Author POV:

Hujan dari tadi malam nggak berhenti juga, ditambah lagi dengan angin kencang yang sesekali menyapu kota Jakarta yang berdebu itu. Kali ini giliran pak Bono yang nganterin Nesa sekolah, karena Choki sedang dilanda sakit demam. Gara-gara tadi malam pulang kehujanan naik motor selesai siaran di radio, panas badan Choki langsung naik drastis. Choki emang seorang pramunada di stasiun radio paling terkenal di Jakarta, dan kali ini Choki dapet shift malam ngegantiin temannya yang nggak bisa siaran. Karena khawatir dengan kesehatan anaknya, Tante Endah mutusin untuk pergi ke kantor telat dan menyuruh pak Bono nganterin Nesa dulu.

                “Kamu sih... Mama kan sudah bilang bawa mobil saja.” Sahut Mamanya sambil mengompres badan Choki. Nesa yang sedang menunggu pak Bono manasin mobil di luar, memilih untuk ngejengukin kakaknya dulu di kamar. Choki menolak dikompres sama Mama, katanya kayak anak kecil pake dikompresin segala sama nyokapnya.

                “Aduh Mamaaaaaaaaaaa....” Choki balas menyahut panjang sambil menepis kompresan dari Mamanya berulang-ulang kali, “Udah cukup kompresnya. Kayak anak kecil aja.” Protes Choki lagi, tapi Mama nggak peduli dengan keluhan anaknya itu karena nggak mau di kompresin. Nesa cuman bisa berdiri kaku di samping Mama melihat keadaan kakaknya.

                “Kalau nggak mau di buat kayak anak kecil, patuhi omongan Mama, dong.” Mama terus mengompres kepala Choki tanpa peduli dengan kata-kata Choki tadi.

“Emangnya kamu mau di rawat di rumah sakit? Di suntik?” Mama emang paling tau kelemahan anaknya itu, sejak kecil Choki takut banget di suntik. Jangankan di suntik, lihat suster aja udah pingsan duluan. Nesa yang melihat ekspresi takut dan kalut di wajah Choki langsung tertawa cekikikan sambil membekap mulutnya dengan telapak tangannya supaya nggak kedengaran Choki.

                Tapi Choki bisa mendengar tawaan kecil dari Nesa, “Apa lo ketawa-ketawa? Senang lo liat gue diancem nyokap??” tanya Choki yang sewot sendiri, dan Mama malah mencubit tangan Choki sambil dia meringis kesakitan karena di cubit Mama. Nggak lama setelah itu, suara klakson mobil terdengar sampai ke dalam kamar Choki. Pak Bono udah selesai manasin mobil.

                “Ya sudah, kamu berangkat ke sekolah terus, gih. Nanti telat.” Mama mengingatkan, dan lalu Nesa menyalami tangan Mama seperti biasa. Tak lupa, Nesa menjahili kakaknya dengan mencubit daerah tangannya yang di cubit Mama barusan. Choki nggak kalah meringisnya dan mengutuk adiknya setelah Nesa menjauh pergi dari pintu kamarnya.

                Nesa langsung turun tangga terburu-buru karena takut telat ke sekolah. Saat di depan pintu, Nesa kaget melihat tiba-tiba wajah tampan milik Davi tersenyum sambil menyandarkan badannya di kap mobilnya yang agak basah karena hujan.

                “Selamat pagi, Tuan Putri.” Kata Davi sambil tersenyum lebar menjurus ketawa.

                “Lho... kok...?”

                “Tenang aja, gue udah bilang sama pak Bono kalau lo pergi sekolah sama gue hari ini.” Sahut Davi santai sambil beranjak dari sandarannya dan mendekati Nesa dengan hati-hati. Lengan tangan Nesa ditarik Davi menuju pintu di sebelah kemudi, dan kemudian membukakan pintu itu untuk Nesa.

Mereka berdua terdiam di dalam suasana rintikan hujan yang makin deras. Davi mematikan AC mobilnya saat melihat Nesa mulai menggosok-gosok kedua bahunya karena kedinginan.

                “Lo ada bawa jaket?” tanya Davi dengan nada perhatian, matanya sesekali melirik Nesa sambil melajukan mobilnya.

                “Ada di dalam tas. Kenapa?”

On The Love-LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang