Davi POV:
Harumnya masakan membuatku seketika terbangun dari tidurku. Entah berapa lama aku tidur dan... entah sejak kapan aku tidur di ranjang ini. Seingatku, setelah pulang kerja, aku ketiduran di sofa. Tapi entah kenapa tiba-tiba aku bisa tidur di kamar. Dan... bajuku! Sejak kapan aku sempat mengganti baju?? Bukannya tadi... aku... pake...
“Kamu udah bangun.” Tiba-tiba wajah seorang perempuan yang sangat aku kenal, muncul di balik pintu sambil membawa makanan.
Ah iya, aku ingat sekarang! Tadi setelah beberapa saat aku sempat tertidur di sofa, dia datang menghampiriku dan membantu aku berjalan ke kamar. Dan dia juga yang menggantikan baju kemejaku tadi dengan baju kaos ini. Kenapa aku lupa sampe segitunya, ya?!
“Kamu makan dulu, ya. Aku buatin sup ayam untuk kamu. Ini obat untuk mengatasi flu.” Ujar malaikat di hadapanku ini sambil menaruh makanan-makanan itu di meja samping ranjangku beserta obat-obatan yang bisa ku tebak, dia mengambilnya di kotak obat. Aku hanya bisa bengong sambil terus meneliti ke wajahnya yang tampak lelah itu. Dia membantu aku bangkit dari tidurku dan bersandar di atas ranjang dan kemudian bersiap menyuapiku dengan sesendok nasi ditambah sup ayam buatannya yang terasa harum ini. Dengan sigap, aku menangkap sendokan nasi itu dengan cepat dan meneliti rasanya.
“Enak, kan?” tanyanya semangat. Aku cuman bisa mengangguk lemah sambil tersenyum, rasanya suaraku tercekat di tenggorokan dan nggak bisa dikeluarkan lagi.
“Masih sakit kepalanya?” tanyanya lagi, perhatian. Lagi-lagi aku cuman bisa memberi isyarat dengan gelengan kepala. Kenapa sih tenggorokan ini nggak bisa diajak kerjasama hari ini?! Plis... aku cuman mau ngeluarin sepatah kata aja!
Lagi-lagi senyuman malaikat cantik ini membuatku semakin melemah. Oke, bukannya badanku yang melemah, tapi hatiku yang semakin melemah nggak karuan dibuatnya. Detak jantung ini masih terus berpacu dengan napasku yang seakan memburu sesak. Nesa terus menyuapiku dengan makanan buatannya yang sangat lezat.
“Dulu, waktu aku flu, Mama sering banget bikinin aku sup ayam. Katanya ini bisa nyembuhin flu. Untung aja di apartemen kamu punya stok ayam.” Cengirnya sambil terus menyuapiku. Aku cuman bisa tersenyum penuh kebahagiaan melihatnya begitu perhatian denganku.
“Habis ini, kamu minum obat, ya. Tadi aku nyuruh Indra nganterin obat dari apotik, karena aku nggak berani ninggalin kamu sendiri disini. Takutnya kamu malah merengek kayak anak kecil kalo aku tinggalin sendiri.” Sindirnya sambil tertawa, yang membuatku seketika jadi malu sendiri.
Jadi tadi Indra kesini? Khusus nganterin obat dari apotik? Atas permintaannya Nesa? Padahal kalo dipikir-pikir, Nesa bisa aja pergi sendiri ke apotik, lagian apotiknya juga nggak jauh dari kompleks apartemenku. Eh... dia malah nyindir aku kayak gitu. Dasar perempuan ini, selalu aja bisa bikin aku senang dan kesal dalam waktu yang bersamaan. Aku cuman tersenyum seadanya menanggapi celotehan panjangnya. Dia masih seperti Nesa yang dulu. Tetap cerewet, cerdas, peduli terhadap orang lain, nggak banyak yang berubah dari sikapnya. Tapi entah kenapa akhir-akhir ini aku memperhatikannya, dia terlihat murung. Mungkin karena dia sedang menghadapi masalah besar terhadap hubungannya dengan Ario.
“Nes....” akhirnya suara ini keluar juga dari sela-sela tenggorokanku.
“Hmm?” jawabnya sambil sibuk mengeluarkan obat-obatan untukku dari dalam bungkusan plastik, matanya teruju padaku.
“Kenapa kamu datang kemari?”
“Indra bilang kamu sakit, jadi aku datang kesini untuk melihat keadaan kamu.” Jawabnya, “Sekalian aku mau minta maaf sama kamu atas sikapku kemarin.” Sambungnya penuh sesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Love-Line
Teen FictionSelalu dia. Entah kenapa selalu wajah dia yang muncul di otakku ini. Walaupun track recordnya sebagai musuh udah aku hapuskan semenjak dia minta maaf. Dia-lah yang terpenting. Hal yang nggak boleh hilang di hidupku, bahkan ketika aku mencintai lagi...