Author POV:
Gaun berwarna biru muda itu terlihat pas melekat di tubuh ramping Nesa. Dia meneliti ke sekujur tubuhnya, melihat bayangan tubuhnya yang terbalut rapi oleh gaun mahal yang dibelikan Ario khusus malam ini. Dengan sekali tarikan, Nesa menghela napas panjang. Entah kenapa hatinya serasa nggak berniat pergi ke acara makan malam itu. Tapi di sisi lain, ini adalah permintaan Ario –sekaligus permintaan teman Ario- yang sulit Nesa tolak.
Suara klakson mobil terdengar sampai ke kamarnya. Ketika melirik ke luar jendela, ternyata Ario udah datang. Dia beranjak turun dari mobilnya dan menuju ke dalam halaman rumah serta memencet tombol bel. Nesa bersiap memakai high heels hitam yang tingginya 12 sentimeter dan mengambil clutch yang senada dengan warna pakaiannya. Dengan hati-hati, Nesa menuruni tangga menuju ke lantai satu. Dibawah sana, Ario telah menunggu sambil duduk berbincang dengan Mamanya. Pandangan takjub Ario nggak pernah lepas dari sosok perempuan yang kini menjelma bak dewi Athena. Dia benar-benar cantik. Gumam Ario dalam hati, sekaligus ada nada bangga dalam gumamannya karena gadis cantik yang dimaksudnya adalah pacarnya sendiri, gadis yang dia rencanakan akan dia nikahi dalam waktu dekat ini.
Semenjak di dalam mobil, suasana hening pun semakin terasa tajam. Ario yang biasanya banyak celoteh, sekarang tiba-tiba malah jadi pendiam. Di otaknya, Ario terus mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa yang telah mempertemukannya dengan gadis yang sesuai dengan keinginan hatinya. Sementara Nesa terus berkutat dengan hatinya yang semakin lama merasa semakin bergejolak. Hatinya terasa nggak enak, bahkan jantungnya berdetak dengan cepat. Bukannya Nesa takut mendengar komentar teman-teman Ario mengenai dirinya nanti, tapi ada satu hal lain yang membuat Nesa ingin kembali pulang, tapi entah apa itu dia juga nggak mengerti.
“Yo?”
“Hmm?”
“Kita... nggak bakalan lama, kan, di sana?” tanya Nesa gelisah.
“Lho, memangnya kenapa kalau lama, sayang?” tanya Ario pelan.
Nesa menggeleg cepat, “Nggak kenapa-napa sih. Perasaanku nggak enakan aja.”
Ario terkekeh kecil, “Mungkin kamu gugup kali.”
Ya, ‘gugup’ adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan hati Nesa. Entah gugup dari siapa, Nesa juga nggak tau.
Sesampai mereka di K’bon Klapa Restaurant, hati Nesa semakin gugup daripada yang sebelumnya. Sementara Ario berjalan mengitari mobil untuk membukakan pintu Nesa, Nesa terus berdoa dalam hati semoga rasa gugup di hatinya bisa hilang. Dengan satu langkahan, Nesa menuruni mobil dengan langkah penuh percaya diri.
“Kamu tenang aja. Selama ada aku, kamu bakalan baik-baik aja.” Ario berbisik di telinga Nesa selagi mereka melangkah masuk ke restoran sambil bergandengan tangan.
“Yo, kamu ada liat hape aku nggak?” tanya Nesa yang tiba-tiba teringat dengan hapenya, karena ketika dia memegang clutch-nya, dia nggak merasakan ada hape di dalamnya.
“Ng... di mobil kali ya tinggal?”
“Mungkin. Ya udah deh, aku ambil dulu ya.”
“Eh, biar aku ambilin aja.”
“Nggak pa-pa Yo, kamu masuk aja duluan.” Sergah Nesa cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Love-Line
Teen FictionSelalu dia. Entah kenapa selalu wajah dia yang muncul di otakku ini. Walaupun track recordnya sebagai musuh udah aku hapuskan semenjak dia minta maaf. Dia-lah yang terpenting. Hal yang nggak boleh hilang di hidupku, bahkan ketika aku mencintai lagi...