Chapter 38 - I'm Burning Up, Baby

4.7K 76 0
                                    

Author POV:

Meeting kali ini terlaksana dengan lancar, dan ini merupakan meeting terakhir mereka sebelum proyek mereka dinyatakan 100 % berhasil dan diakui negara-negara mereka masing-masing. Proyek membangun highway, jembatan terpanjang, resort, sekolah swasta bertaraf internasional, menata pulau-pulau kecil di Indonesia yang nantinya akan mendatangkan privilege bagi mereka, bukanlah urusan yang mudah. Dan kali ini... tugas mereka akan segera selesai. Itu artinya, mereka akan kembali ke perusahaan mereka masing-masing dan kembali ke negaranya masing-masing, kecuali Ario yang memang berdomisili dan bekerja di Jakarta.

                Davi senang karena meeting kali ini sangat memuaskan, presentasinya barusan juga sangat lancar, tanpa cacat sedikitpun, walaupun banyak pikiran-pikiran berat yang harus ditanggungnya semenjak rapat tadi. Apalagi kalo bukan tentang pernikahan Nesa dengan Ario. Ario berjabat tangan dengan Davi setelah berjabat tangan dengan rekan-rekannya dari luar negeri

“Gue bangga banget bisa bekerjasama dengan perusahaan lo. Akhirnya kerjasama kita membuahkan hasil juga.” Ujar Ario sambil tersenyum menyeringai.

“Gue juga senang banget bisa kerjasama dengan perusahaan lo.” Jawab Davi, yang seperti mengulangi perkataan Ario barusan. Ario menarik Davi menuju ke luar ruangan meeting di hotel menuju ke restoran hotel, diikuti dengan rekan-rekan perusahaannya dari beberapa negara.

“Jadi setelah ini, apa rencana lo selanjutnya?”

“Menikmati uang dari hasil investasi kita.” Jawab Davi nyengir, Ario juga ikutan nyengir, “Yaa... gue bakal balik ke Malaysia bentar, dan kemudian lanjut S3 di Inggris.” Jawab Davi kali ini dengan serius.

“Waw,” Ario terpukau mendengarnya, “Lo masih mau lanjut kuliah?” tanya Ario dengan mulut menganga.

“Yap.”

“Hebat. Gue nggak pernah ngeliat ada orang yang gila sekolah kayak lo. Padahal lo udah punya perusahaan sendiri, tamatan Master, Summa Cum Laude pula!” Ario kini berdecak kagum melihat kegigihan sahabatnya ini dalam menimang ilmu.

Davi tersenyum lebar, “Gue merasa ilmu gue masih belum cukup.”

Ario masih saja berdecak kagum, “Hebat, bro. Lo memang orang yang hebat banget.”

Lagi-lagi Davi hanya menanggapinya dengan senyuman kecut tanpa minat.

“Ke Oxford lagi?” tanya Ario kemudian.

“Yap.”

“Kapan balik ke KL?”

“Tiga hari lagi, Insya Allah.”

Ario mengangguk seakan mengerti.

“Nah, mumpung lo masih ada waktu tiga hari lagi di Jakarta, gimana kalo lo ikut gue aja besok?” tawar Ario, yang kini melancarkan misi pentingnya.

“Kemana?”

“Lo liat aja, deh. Yaa... itung-itung buat liburan selama di Jakarta lah. Gue kan belom pernah ngajak lo jalan- jalan selama lo di sini.”

Davi terlihat sedang berpikir. Ya, mungkin bisa juga, selama dia masih punya waktu di Jakarta. Daripada ngabisin waktu mingkem di apartemen, mungkin ada baiknya dia pergi ikut dengan Ario yang masih aja merahasiakan perjalanan mereka kemana. Dan lalu mereka duduk di salah satu meja restoran mewah itu dengan pelayanan spesial dari manager hotel.

***

“Puncak?” tanya Davi saat mereka tiba di salah satu villa milik keluarga Ario di kawasan puncak Bogor.

On The Love-LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang