Chapter 33 - Hunting

3.8K 68 2
                                    

Nesa POV:

Untuk apa dipikirin lagi? Toh Davi juga nggak ada reaksi sampe sekarang. Bahkan untuk sekedar nelepon dan nanyain kabar aja juga nggak. Duh... otakku ini masih aja memutar kejadian kemarin. Aku sedih, hati ini rasanya sakit. Setelah 3 tahun lamanya, dia baru datang sekarang mempertanyakan janji dia dulu. Tapi apa yang harus aku jawab? Jujur sama Davi kalau aku udah punya pacar?

Tiba-tiba deringan hape membangunkanku dari lamunan. Ternyata Ario yang telepon hhhh.

“Halo....”

                “Hei, babe. Kamu lagi dimana?”

                “Aku lagi di rumah. Kenapa, Yo?” tangan kananku berhenti menggerakkan mouse, dan kemudian menangkap hape yang dari tadi berada di tangan kiriku.

                “Aku jemput kamu setengah jam lagi ya, kita makan siang diluar.” Jawab Ario.

                “Loh, bukannya kamu lagi ada rapat?”

                “Baru aja siap rapatnya, babe. Aku lagi di jalan nih mau ke rumah kamu.”

                “Oh... oke deh aku tunggu. Bye.” Aku langsung mematikan sambungan telponnya. Hari ini aku memang nggak punya kegiatan apapun selain chatting sama teman-temanku dari Australia sekaligus menanyakan persiapan untuk wisuda nanti. Aku melirik ke jam dinding yang melekat di dinding kamarku, udah jam 12 siang rupanya. Nggak sadar aku udah ngabisin waktu empat jam untuk ngenet!

                Nggak sampe setengah jam kemudian, mobil Ario udah markir di halaman depan rumahku. Aku melirik sekilas dari kaca bening di ruang tamu rumahku dan langsung keluar menuju mobil Ario diparkir di luar pagar.

                “Hei, babe. Kamu keliatan lelah banget.” Ujar Ario meneliti wajahku.

                Aku menghela napas panjang, “Ngurusin tugas kampus tadi.” Jawabku seadanya. Sebenarnya sih aku lelah karena Bergadang semalaman –mikirin kejadian kemarin-. Aku nggak pengin Ario khawatir karena kebiasaan burukku yang selalu bergadang sampe subuh, apalagi kalau Ario tau penyebab aku bergadang kenapa.

                “C’mon, let’s have a lunch. I know you’re starving.” Ujar Ario sambil melirik ke arah mobilnya. Aku cuman mengangkat bahu sambil tersenyum ke arahnya, lalu dia menarikku berjalan menuju pintu mobil dan membukakannya untukku.

                Selagi aku makan, Ario masih aja sibuk dengan iPad di tangannya. Hmm... pasti Ario masih ngurus kerjaannya. Makan siangnya pun belum disentuh sedikitpun, sedangkan jus belimbing favoritnya udah hampir habis disedot sedari tadi. Emang kalo workaholic suka gitu, pekerjaan dulu yang dipentingkan, hal sekecil seperti makan siang bisa ditunda bentar. Dasar workaholic.

                “Makan dulu, Yo. Nanti aja ngurusin kerjaannya.” Aku mengingatkan dengan nada perhatian.

                Ario melirikku sambil tersenyum, dan kemudian menutup sarung iPad-nya dan meletakkan gadget mahal itu di atas meja makan.

                “Kamu tau, dimanapun aku berada, aku tetap harus ngurusin kerjaanku. Nggak boleh ada yang terbengkalai.” Jawab Ario sambil memainkan sendok dan garpunya lalu mulai menyuap sesendok nasi ke mulutnya. Ario memang pengusaha yang super sibuk. Kerjaannya sebagai komisaris besar Dirgantara Investama Corporation yang disandangnya, membuatnya harus selalu berkutat dengan pekerjaan. Jadilah... Ario seorang workaholic sejati. Namanya juga sempat masuk sebagai pengusaha muda terkaya di dunia urutan ke 24 versi Forbes Magazine. Baru 2 tahun memegang jabatan yang diwariskan papanya, nama Ario Akbar Dirgantara langsung terkenal sampai ke seantero Asia bahkan pengusaha-pengusaha dari belahan dunia lainnya udah mengenal siapa anak dari Widjaya Bagaskoro Dirgantara ini.

On The Love-LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang