Davi POV:
“Alright. Thank you very much, Jimmy, for helping me. Don’t tell anybody about this. Make sure everyone think I’m in London or Hongkong or Germany or somewhere... not in Indonesia. Okay? Uh-huh... I got it. Lemme know something about Mom. Okay, see ya, Jim.” Aku menyudahi pembicaran di telepon dengan asisten sekaligus manager pribadiku, Jimmy Shergil, di Kuala Lumpur. Hah, namanya kayak artis India itu ya? Yang main di film Dil Hai Tumhara. Ha ha ha... aku hapal ternyata! Itu salah satu film India favoritku. Yaa... dia memang orang melayu campuran India dan agak sedikit bule-bule gitu. Bokapnya yang asli India punya nama belakang Shergil, sedangkan nyokapnya melayu agak kebule-bulean. Mungkin dia dikasih nama Jimmy karena waktu ngidam, nyokapnya suka banget liat Jimmy Shergil. Haduuhh... kenapa juga aku jadi ngurusin soal dia, ya?
Aku berjanji akan segera menghubungi Jimmy ketika aku tiba di Jakarta, dan aku penuhi janjiku tadi. Selain Indra, hanya Jimmy yang tau di mana keberadaanku yang sebenarnya. Oh... aku hampir lupa. Petugas bandara tadi! Dia juga tau dimana keberadaanku sekarang. Lengkap sudah! Tiga orang tau dimana aku berada. Ups... kayaknya empat. Waktu Jimmy check-in tiketku tadi, pasporku pasti dibaca oleh... argh! Pasti petugas bandara itu juga tau dimana aku berada. Cocok sekali! Mungkin kedua petugas bandara itu bisa saling bergosip tentang aku kabur ke Indonesia. Great! Just great! Belum apa-apa udah empat orang tau dimana keberadaanku. Kayaknya aku harus telepon Jimmy lagi untuk membuat dua petugas bandara itu tutup mulut soal keberadaanku.
Sesuatu membangunkanku dari ocehan di kepalaku yang semakin absurd. Ternyata suara di balik daun pintu kamarku, sepertinya Indra membawa beberapa barang-barangku karena tadi aku nggak sempat ngambil beberapa barang berat itu karena langsung menyambar kamar mandi di kamarku sendiri. Aku melemparkan smartphone-ku gitu aja ke atas kasur dan berbalik untuk membukakan pintu.
“Nih koper lo.” Indra memberikan koper itudari balik pintu yang terbuka sambil menutup-nutup hidung. Aku tau dia jijik karena aku ngompol di mobilnya tadi. Maafkan aku, sepupu. Volvo barumu harus basah karena kencingku ha ha ha. Tawaku meledak begitu saja di pikiranku. Sesekali aku memperlihatkan wajah geram ke Indra, tapi pikiranku ini nggak bisa menahanku untuk nggak tertawa sedikit saja. Oh ya... kira-kira siapa yang membersihkan ompolku tadi, ya? Pak Kokom atau Bi Sarti? Yang jelas... bukan Indra! Ha ha ha!
“Gak sebau itu juga kali.” wajahku pura-pura bete sambil menangkap lengan kopernya, lalu langsung menutup pintu kamar. Dengan cuman pakai handuk yang membalut tubuh, aku langsung buru-buru mengeluarkan celana ganti dari koper karena celana yang tadi udah benar-benar basah bekas ompol. Saat aku bersiap membuka kode borgol koper, ternyata aku baru sadar akan sesuatu hal... aku lupa memborgol koperku! Aarrgghh!! Pasti ada sesuatu yang hilang. Walaupun cuman baju, tapi baju-baju itu juga berharga untukku. Cepat-cepat aku membuka kancing koper itu dan berniat mengecek semua pakaianku dan memastikan agar tak ada satupun yang hilang.
Lah? Apa-apaan ini?! Barang-barang alien!! Sepasang bikini, underwear warna-warni, bra berbagai macam bentuk dan warna, serta alat make-up dan baju ala cewek: lingerie, long dress, dsb..
“Huuaaaa!! Sejak kapan gue jadi rempong beginiiii...!!!” teriakku histeris sambil membanting koper itu. Aku memeriksa seluruh tubuhku sambil berharap kerempongan itu nggak melekat di tubuhku. Aku mengecek dadaku, ternyata masih rata. Aku mengecek perutku, ternyata masih sixpacks. Aku memberanikan diri untuk mengecek alat kelaminku, takutnya aku tak sadarkan diri dan lalu melakukan operasi kelamin. Dan....
“ALHAMDULILLAH!! MASIH ADA!!” aku teriak histeris lagi kesenangan dan berjoget-joget sendiri layaknya anak kecil yang baru dapat permen lolipop lalu sujud syukur dan berkomat-kamit mengucap terima kas
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Love-Line
Teen FictionSelalu dia. Entah kenapa selalu wajah dia yang muncul di otakku ini. Walaupun track recordnya sebagai musuh udah aku hapuskan semenjak dia minta maaf. Dia-lah yang terpenting. Hal yang nggak boleh hilang di hidupku, bahkan ketika aku mencintai lagi...