Chapter 19 - Between "Past" and "Now"

4.6K 78 0
                                    

Davi POV:

Aku mencengkeram bahu itu dengan ganas, dan kemudian suara erangan kasarnya langsung terdengar di telingaku. Dia mengelakkan tangannya untuk melepaskan cengkeramanku dari bahunya, tapi sayangnya itu nggak berhasil. Tenagaku lebih kuat daripada tenaganya.

                “Lepasin!” seru Helene sambil memelototiku tajam.

                “Nggak sebelum lo balikin apa yang bukan milik lo.”

                “Apa maksud lo?”

                “Plasenta itu. Apa lo lupa itu bukan punya lo?”

                Helene tertawa sinis lalu mencoba melepaskan cengkeramanku lagi, tapi tanganku semakin kuat mencengkeramnya.

                “Jadi lo udah tau?”

                “Gue nggak punya banyak waktu untuk basa-basi. Katakan... dimana lo simpan plasenta itu?” cengkeraman itu semakin ku pererat sehingga dia merasa sakit.

                “Sakit, Davi! Lepasin!”

                Oke, aku akan lepasin. Helene memegang bahunya yang keliatan memerah dengan tatapan sinisnya yang nggak lepas dari pandanganku.

                “Dimana lo simpan plasenta itu?”

                Helene tertawa sinis lagi, “Bilang sama Renno, nggak segampang itu untuk berurusan sama gue. Plasenta itu akan terus berada di tangan gue sampai urusan kami selesai.”

                “Gue nggak peduli sama urusan itu. Yang jelas, balikin plasenta itu ke tangan gue. Atau lo mau gue lapor ke polisi?”

                “Polisi?” lagi-lagi nenek sihir ini tertawa nggak jelas, “Gue nggak takut lo main polisi! Silakan aja lo lapor polisi kalo mau. Gue tetep nggak akan kasih tau dimana plasenta itu!” Helene akhirnya kabur dari pandanganku dan berlari entah kemana. Sial! Tuh anak malah nantang aku untuk lapor polisi. Oke kalo itu yang dia mau. Aku akan laporkan dia ke polisi!

                Tiba-tiba satu hantaman keras mendarat di pundakku.

                Indra!

                “Udah lah, nggak mempan juga kalo main polisi.”

                Hah! Ternyata Indra nguping dari tadi?

                “Nggak! Gue bakal tetep laporin dia ke polisi.”

                “Lo nggak denger kata-kata gue tadi?! Tuh anak nggak takut sama polisi, nggak mempan! Jangankan polisi, sama Tuhan aja dia nggak takut." Jawab Indra kesal, aku cuman bisa menghela napas panjang.

                “Yuk ah ke kantin.” Lalu Indra mendorong badanku dari belakang untuk berjalan ke kantin. Hhhhh... aku benar-benar nggak punya semangat lagi. Gimana kalo Nesa tau aku nggak berhasil mendapatkan plasenta itu? Dia pasti kecewa banget, karena itu alternatif kedua yang bisa menyelamatkan Renno selain maksain Renno untuk terima tawaran bokapnya kemarin.

                Aku berjalan ke kantin dengan langkah gontai. Aku benar-benar nggak semangat memikirkan hati Nesa yang bakalan hancur kalo melihat Renno sekarat. Aku mulai mengambil ancang-ancang untuk duduk di bangku kantin bersama sahabatku yang lain. Tapi dimana Nesa?

                “Eh, lo liat tuh.” Digo mengarahkan pandangannya ke ujung kiri kantin, “Nesa duduk barengan Renno.” Aku terkesiap mendengar nama itu, dan langsung menoleh ke arah yang Digo tunjukkan dengan matanya. Nesa duduk barengan Renno? Pantes aja dia nggak ngumpul sama kita hari ini. Just great! Baru aja aku kangen sama dia, eh tiba-tiba dia malah duduk berduaan sama mantannya itu. Cemburu? Ya, aku cemburu. Jelas aku cemburu! Selama ini aku bela-belain ngelakuin semua untuk Nesa. Tapi apa yang Nesa balas ke aku?

On The Love-LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang