(17)

5K 772 52
                                    

Nana sedang duduk di meja pantry sambil memangku dagu. Pikirannya melayang pada banyak hal, tapi yang paling memengaruhinya saat ini adalah, keputusan tawaran pekerjaan yang harus ia berikan pada Samudra.

Jika boleh jujur sebenarnya Nana lebih ingin menolak tawaran tersebut, hal itu dikarenakan ia ingin membuat jarak sejauh mungkin dengan Samudra. Kejadian menyebalkan di restoran siang itu, yang membuat Nana mendiamkan Samudra sampai hari ini saja rasanya masih sulit Nana pahami.

Nana tahu ada yang salah dari dirinya dan yang harus dia lakukan adalah menjauhkan Samudra agar tidak berkeliaran disekitarnya. Karena itu memilih untuk menyetujui tawaran kerjasama jelas bukan pilihan tepat.

Disisi lain, Nana sadar bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk brandnya, juga untuk para staffnya. Jadi, jika dia melewatkan kesempatan ini begitu saja, pasti sangat disayangkan.

"Jakarta fashion tahun ini pesertanya keren-keren ya Mbak"

Andin yang baru saja meletakan teh di hadapan Nana, membuka suara. Ia kemudian juga menyusul duduk.

Nana tidak merespon karena dirinya bahkan tidak sadar, bahwa baru saja Andin mengajukan pertanyaan untuknya.

"Mbak Nana!"

"Kenapa?"

Dengan gelagapan Nana menjawab Andin yang menepuk pundaknya. Dan tiba-tiba sudah duduk didepannya.

"Mbak Nana jangan kebanyakan ngelamun deh, kalau kesambet repot urusannya"

Kali ini Nana hanya melakukan rolling eyes sambil mengangkat cangkir teh hangat buatan Andin.

"Brand yang masuk Indonesia Fashion tahun ini keren-keren ya Mbak. Apalagi yang punya Irene Handayani, gila sih spektakuler banget gaun-gaunnya"

Andin berceloteh dengan riang gembira tanpa menyadari perubahan ekspresi Nana yang tidak bisa dideskripsikan saat mendengar nama Irene Handayani.

Nana sudah pernah bilangkan? Irene adalah salah satu desainer Indonesia paling berbakat. Jadi, siapapun yang ada di dunia fashion Indonesia, pasti mengenalnya. Kalau dibandingin dia sih, Nana mah gak ada apa-apanya.

"Hmmm, Ndin. Kalau seandainya EFashion ngajak kerjasama kita, menurut kamu gimana?"

"Mbak Nana serius? Demi apa? Beneran Jenggala bisa masuk EFashion?"

Tanpa babibu Andin langsung memberikan respon super heboh pada pertanyaan Nana. Bahkan Nana sampai harus menutup telianganya, menyelamatkan agar tidak budek.

"Seandainya Andin, se.an.dai.nya!"

"Yaah, padahal saya udah seneng banget Mbak. Kalau seandainya ada tawaran mah jangan ditolak lah Mbak, kan Mbak Nana tau sendiri gimana gedenya pengaruh Efashion di industri kita"

Nana hanya diam dan mengangguk-angguk menanggapi jawaban Andin, dalam hati, ia tengah melakukan pertimbangan matang-matang dan baik-baik. Sekali lagi biarkan hati dan logika Nana berperang didalam sana.

***

"Nanaaaaa"

Savana yang baru saja memasuki kediaman keluarga Elvano langsung menerobos, menghambur pada Nana yang sedang duduk manis sambil memainkan ponselnya.

Meskipun sedikit terkaget, namun pada akhirnya Nana tertawa dan balas memeluk Sava. Gadis kesayangan Abang El-nya itu baru saja kembali dari Jepang, karena harus melakukan syuting film perdananya dan pemotretan suatu produk.

"Demi apa sih, gue kangen banget sama Lo"

Sava kian mengeratkan pelukannya, sedang Nana yang tadinya tertawa tiba-tiba langsung berhenti saat melihat Samudra berdiri tidak jauh dari tempatnya. Laki-laki itu sedang khusyu mengamati interaksinya dengan Sava, ia terlihat senang, namun saat mata mereka bertemu Nana bisa melihat ekspresi Samudra berubah canggung.

Sejak kapan laki-laki itu bisa canggung? Bukankah biasanya selalu tidak tahu malu tiap melakukan apapun yang diinginkannya?

Sava yang menyadari sesuatu langsung berbalik, disana ia menatap kakaknya tengah menatap Nana dengan tatapan yang tidak biasa. Karena itu, ia memutuskan untuk meninggalkan Nana dan Sam, dengan dalih ia akan mencari Elvano. Sebenarnya Nana ingin menahan kekasih abangnya tersebut, tapi disisi lain ia sadar, ia perlu bicara pada Samudra.

"Kamu masih marah Na?"

Samudra yang tadi berjalan mendekat dengan perlahan, kini telah mengambil posisi duduk di depan Nana.

"Marah kenapa?!"

Nana menjawab ketus

"Karena Irene, mungkin(?)" kalimat pernyataan dari mulut Samudra lebih terdengar seperti pertanyaan karena ia mengucapkannya penuh dengan keraguan.

"Kenapa harus marah karena dia?! Sorry ya gue gak marah tuh!"

Percayalah bahwa ucapan dan nada bicara Nana barusan sangatlah bertentangan, hal itu membuat Samudra yang ada didepannya mati-matian menahan bibirnya agar tidak melengkung ke atas.

"Syukurlah kalau kamu nggak marah"

Samudra bergumam lirih, dan kemudian hening langsung menyelimuti mereka. Nana pura-pura asyik dengan ponsel meski sebenarnya sama sekali tidak ada hal menarik di dalam ponselnya. Sedangkan disisi lain, Samudra ingin kembali memulai pembicaraan, namun ia takut bahwa tujuan Nana menyuruhnya datang hari ini adalah untuk mengakhiri perjanjian terapi diantara mereka.

Tanpa mereka berdua sadari, dibalik tembok, diam-diam Sava, Elvano dan orang tua El kini sedang mengamati interaksi mereka.

"Na, tadi di whatsapp katanya kamu mau ngomong sesuatu?" ragu-ragu akhirnya pertanyaan tersebut meluncur dari bibir Sam.

Sedikit berdehem dan meletakan ponsel, Nana akhirnya menatap Samudra dengan sepenuhnya.

"Gue setuju"

"Setuju apa?"

"Perjanjian dari Efashion yang lo tawarin buat Jenggala"

Seketika Samudra terdiam, ada perasaan lega, juga bahagia yang menjalari hatinya secara bersamaan. Ia lega karena kekhawatirannya tidak terjadi, ia juga bahagia karena Nana menyetujui perjanjian kerjasama yang memungkinkan dirinya untuk lebih mudah bertemu dengan gadis pujaannya itu.

Tanpa sadar Samudra langsung menarik tangan Nana dan menggenggamnya erat. Ia menghujani Nana dengan ucapan terimakasih, dan tidak memedulikan ekspresi kaget Nana, juga upaya Nana untuk melepaskan tangannya dengan tanpa tenaga. Ya, Samudra tidak berniat melepaskan tangan Nana, karena menurutnya kali ini Nana tak serius ingin menarik tangannya.

Mungkinkah hati Nana benar-benar mulai melunak?

Biarkan Samudra mencari jawaban untuk pertanyaan tersebut nanti lagi. Yang penting, saat ini, yang harus ia lakukan adalah terus berusaha menjaga Nana.

Sesungguhnya bukan sebuah keputusan mudah bagi Nana untuk akhirnya menerima tawaran ini, karena ia sadar betul ada risiko yang nantinya harus ia bayar. Akan tetapi melewatkan kesempatan baik, untuk mimpinya, dan mimpi banyak orang di Jenggala jelas bukan hal tepat. Karenanya, saat ini menurut Nana, pilihan terbaik adalah menerima tawaran kerjasama Samudra.

Sedang dibalik tembok kini ada 4 orang yang sama-sama tersenyum, dan percaya bahwa hubungan Nana dan Samudra kini memiliki kemajuan berarti. Setelahnya mereka memilih untuk berjalan ke taman belakang, hendak menyusun sebuah rencana yang bisa kian mendekatkan Nana dan Sam.

BERSAMBUNG

Sangat membutuhkan support kalian dengan cara pencet bintang dan komentar :)

Thanksluv
Nona

Mantra Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang