"Makanya, kamu jangan bandel dong Na" Dipta lagi-lagi ngedumel karena melihat keadaan Nana yang sedang terbaring lemah di tempat tidurnya. Satu jam lalu, mama Nana menelponnya, memintanya datang ke rumah untuk memeriksa Nana yang katanya demam.
"Iya Bang" Nana menjawab lemah sambil berusaha mendudukan dirinya di sandaran tempat tidur "Ini kan aku juga cuma kecapean saja, gak sakit bagaimana-bagaimana kan?"
Dipta membuang napas, ada rasa kesal, dan kecewa yang berkemulut di dalam dadanya "Janji sama Abang, kamu gak akan ngelakuin hal kaya gini lagi. Oke" usai membereskan peralatan periksanya, dan mendudukan badan di samping Nana, Dipta mengajak Nana melakukan pinki promise.
Nana hanya tersenyum, tanpa berminat membalas janji kelingking yang ditawarkan Dipta.
"Bang, ngedaki gunung ternyata seru. Nana kayanya ketagihan" Dipta menurunkan jari kelingkingnya "Nana gak bisa janji, takutnya nanti Nana ingkar"
"Semua gara-gara Samudra"
"Bukan salah dia Bang" Nana mencoba menenangkan Dipta yang tampak tidak suka pada Samudra.
"Kamu belain dia Na"
"Bukan belain, tapi memang aku sakit bukan karena dia Bang" usai Nana mengucapkan kalimat tersebut, Dipta diam sejenak, mengantungkan diam, diam-diam menenangkan dirinya.
"Yasudah kamu istirahat. Abang harus balik ke rumah sakit, kalau ada apa-apa langsung telpon Abang" Dipta berujar lembut, sambil membelai rambut Nana. Ia memilih pergi, karena ia tahu perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Jika ia terus berbicara dengan Nana dan membahas Sam si playboy kurang ajar itu, ia tidak yakin apakah akan bisa menahan amarahnya atau tidak.
Namun, baru beberapa langkah ia meninggalkan kamar Nana, kini matanya beradu tatap dengan seseorang yang telah mengganggu hati dan pikirannya, ya, Samudra Aradhana. Dari yang Dipta lihat, sepertinya Samudra dan Sava baru saja datang, mungkin mereka datang untuk menjenguk Nana, karena Sava sedang menenteng kresek yang entah berisi apa, dan Samudra sedang menenteng parcel buah-buahan segar.
"Kamu mau balik sekarang Ta?"
"Iya tante, soalnya masih jam praktek" Dipta menjawab sambil mengambil tangan mama Nana, untuk melakukan salim.
"Hati-hati, makasih banyak ya"
Dipta hanya tersenyum mengangguk. Lalu mengalihkan tatapannya pada Samudra "Bisa kita bicara sebentar?"
Tidak menjawab dengan kalimat apapaun, Sam menyerahkan parcel yang ada di tangannya pada Sava, kemudian mengikuti langkah Dipta, keluar dari rumah Nana. Sedangkan Sava dan mama Nana, kini menuju pada ruangan Nana. Sebenarnya mereka tahu ada aura tidak wajar diantara Sam dan Dipta, tapi mereka memilih untuk membiarkannya, mungkin urusan laki-laki.
"Jauhin Nana" Dipta to the point
"Kalau gue gak mau lo mau apa?" Sam menaikkan satu alis, jelas kalimatnya sangat menantang.
"Jangan lo pikir gue gak tahu siapa elo. Meskipun gue sempet jauh dari Nana dan kecolongan, tapi gue pastiin gue bakal ngelindungi Nana dari playboy kakap macam elo"
"Mungkin maksud lo mantan playboy"
"Cih, mana mungkin playboy model lo bisa insyaf"
"Mau gue buktiin?" Sam kian menantang, kalimatnya sungguh provokatif.
Dipta mengepalkan tangannya, berusaha mengusai diri, mengusir amarah yang mulai tidak terkontrol "Nggak usah main-main. Nana bukan gadis biasa yang bisa lo sakiti sembarangan"
"Sayangnya, gue nggak sedikitpun berniat buat sakitin dia. Tujuan hidup gue saat ini adalah bikin dia bahagia"
"Bulshit. Daripada gangguin Nana, lo urisin aja sana Irene Handayani, kekasih tercinta lo, dan menjauh sejauh-jauhnya dari Nana"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Cinta (TAMAT)
ChickLitSam jatuh hati di pandangan pertama pada seorang Nana, namun tentu tidak begitu dengan Nana, yang justru membenci Sam setengah mati, karena telah mengembalikan traumanya. Disisi lain, pria playboy macam Sam adalah jenis pria yang paling ingin dihind...