"Kangen Baaaang"
Nana mengeratkan pelukannya pada laki-laki yang telah berbulan-bulan lamanya tak ia temui. Ini sungguh kejutan manis untuknya, ia sama sekali tidak menyangka bahwa malam ini akan bertemu dengan Dipta. Kakak sepupu Elvano yang sejak kecil ikut menjaga dirinya tersebut, juga sudah ia anggap sebagai kakak kandungnya sendiri. Tidak ada keraguan, Nana sungguh menyayangi Dipta.
"Kalau bilang-bilang, namanya bukan kejutan dong haha"
Dipta tidak kalah erat memeluk tubuh Nana, ia seperti menumpahkan seluruh perasaan rindu yang telah lama ia pendam. Jika bukan, demi misi segera meninggalkan Bandung, ia pasti telah pulang ke Jakarta sejak jauh-jauh hari lalu, karena menahan rindu pada Nana adalah sesuatu yang sebenarnya cukup sulit untuk seorang Dipta.
Disisi lain, Samudra yang memperhatikan interaksi dua anak manusia tersebut dari kejauhan kini merasakan nyeri di hatinya. Ia ingin sekali menarik Nana keluar dari pelukan lelaki yang tidak ia kenal, tapi ia sadar tidak memiliki hak atas itu.
"Tenang saja, hubungan mereka gak seperti yang lo pikirin Sam. Dia bang Dipta, kakak sepupu gue, dari kecil kita bertiga memang sedeket itu. Gue berani jamin, perasaan Nana ke Dipta sama kaya perasaan dia ke gue"
Elvano bisa menangkap binar kecemburuan dari air muka seorang Samudra Aradhana. Dan menurut Elvano itu memang hal wajar, mengingat betapa Sam sangat menyukai Narana Jenggala.
Tak mendapatkan jawaban apapun dari Samudra, El memilih menghampiri Nana dan Dipta, ia ingin menyapa kakak sepupu yang juga telah lama tak ia temui.
"Thankyou sudah jagain Nana dengan baik" ujar Dipta sambil mengacak kepala Elvano. Ya, begitulah Dipta, ia selalu senang memperlakukan Nana dan El seperti adik kecil yang harus selalu ia jaga dan lindungi. Bahkan tidak peduli jika Elvano adalah laki-laki yang sudah cukup dewasa untuk mendapatkan perlakuan demikian.
"Na, I have something for you"
Dipta mulai membuka tas ransel yang sedari tadi masih menggantung di pundaknya. Tak lama dari itu, ia mengeluarkan sebuah amplop.
"Apaan?"
"Buka aja" Dipta menjawab sambil tersenyum, tidak sabar menanti reaksi Nana setelah ini.
Tidak sampai 20 detik setalah Nana membuka amplop putih dan membca barisan huruf di kertas yang pada bagian atasnya terdapat kop salah satu rumah sakit terkemuka di Indonesia, ia langsung berteriak girang dan kembali menghambur di pelukan Dipta.
"Abang serius mutasi ke Jakarta?"
"Hahaha iya dong, biar bisa jagain princessnya abang"
"Thankyou Abaaang. Bang Dipta memang yang terbaik"
"Jadi begitu Na, yang terbaik Bang Dipta?"
Elvano yang baru saja membaca surat mutasi milik Dipta kini pura-pura merajuk pada Nana yang sudah melepaskan diri dari pelukan Dipta.
"Bang El terbaik kalau nggak ngambekan!"
Jawaban Nana dengan instan membuat tangan Elvano menarik pipi gembul milik gadis tersebut. Namun hal itu lagi-lagi membuat mereka bertiga tertawa lepas. Sedari kecil, mereka memang seperti itu, senang bertengkar dan bercanda dalam waktu bersamaan.
Meskipun ketiganya terlahir sebagai anak tunggal, namun mereka bisa saling merasakan tidak kesepian karena kehadiran satu sama lain. Hal ini pula yang membuat Nana dan El pada akhirnya menjadi sangat penting bagi Dipta.
"Bentar Bang"
Elvano yang melihat Sava hanya memerhatikan interaksinya bersama Nana dan Dipta berinisiatif untuk meminta gadis tersebut bergabung dengan mereka.
"Bang kenalin, ini Savana Aradhana, PACAR aku"
Dengan jumawa Elvano memperkenalkan Sava pada Dipta yang memang baru pertama kali bertemu dengan gadis tersebut.
"Akhirnya berhasil juga ya, gak sia-sia El perjuangan lo haha"
Dipta menggoda Elvano, karena ia pun tahu betapa dulu Elvano setengah mati mengejar-ngejar Savana. Setiap hari yang diceritakan oleh adik sepupunya tersebut hanya tentang Sava, Sava, dan Sava. Rasanya ia dan Nana sampai mau muntah tiap kali mendengar nama Sava keluar dari mulut El.
Tapi, diam-diam, Dipta menaruh iri yang amat besar pada keberanian Elvano. Ia iri mengapa Elvano bisa begitu berani mengutarakan isi hatinya, mengapa Elvano bisa begitu memperjuangkan apa yang dia inginkan dengan begitu gigih dan terang-terangan. Tidak seperti dirinya yang pengecut, dan takut menghadapi kenyataan yang mungkin terjadi.
Tiba-tiba Dipta membawa Nana dalam rangkulannya. Ada perasaan yang lagi-lagi mati-matian ia tahan, mati-matian ia tekan agar tidak menyeruak.
Cukup. Cukup bagi Samudra menyakiti dirinya melihat interaksi yang dilakukan oleh Nana dan Dipta. Dia tidak bisa lebih jauh lagi mentolerir situasi yang menyakiti hatinya. Dengan cepat ia melangkah ke arah 4 orang yang seolah melupakan keberadaannya tersebut.
Dipta yang melihat tiba-tiba ada laki-laki asing mendekat ke arah mereka langsung mengambil langkah sigap memasang badannya untuk tameng bagi Nana. Ia takut Androphobia Nana akan kambuh.
Hal tersebut jelas membuat Elvano, Nana, dan Sava kaget. Namun mereka langsung menenangkan Dipta setelah tahu siapa yang menghampiri mereka.
"Tenang Bang, itu Samudra. Dia pawangnya Nana"
"Pawang?"
Dipta tidak paham dengan pernyataan Elvano barusan.
"Intinya Nana sudah takluk sama dia, phobianya gak mungkin kambuh"
"Kok bisa?"
"Panjang Bang ceritanya"
Nana menjawab dan mengambil posisi untuk kembali berdiri di samping Dipta.
Samudra yang baru saja sampai di antara mereka, langsung mengatakan pada Elvano bahwa ia ingin pulang lebih dulu, dan meminta tolong pada Elvano untuk nanti mengantarkan pulang Sava jika acara sudah selesai.
Dengan pelan Samudra mengikis jarak diantara dirinya dan Nana, ia tiba-tiba menggenggam tangan Nana "Maafin aku atas kejadian siang ini ya. Aku pergi dulu kamu baik-baik"
Setelahnya Samudra langsung pergi, tanpa memperdulikan tatapan Nana yang entah mengapa sulit ia artikan. Nana memang selalu seperti itu, sulit diterjemahkan.
Sedangkan Nana, entah mengapa tiba-tiba merasakan perasaan tidak enak di dalam hatinya, ia merasa tidak nyaman melihat tatapan sendu dari mata Samudra. Sungguh, ini adalah kali pertama Nana melihat ekspresi Samudra yang demikian.
Samudra marah, dan kesal melihat perlakuan Dipta terhadap Nana, juga interaksi Nana dengan lelaki itu. Namun, daripada dua perasaan tersebut, saat ini hatinya lebih banyak diliputi oleh perasaan sakit. Ia sakit karena merasa tidak bisa sedisayangi itu oleh Nana, ia sakit karena khawatir bahwa mungkin setelah ini Nana tidak lagi membutuhkannya.
Mungkin benar kata Elvano, bahwa Nana menganggap Dipta sebagai kakaknya, namun ia berani bersumpah bahwa Dipta pasti menganggap Nana lebih dari sekedar adik. Samudra bisa melihat hal tersebut melalui tatapan Dipta terhadap Nana, juga terhadap dirinya.
Dibandingkan dengan Dipta, jelas keberadaan Samudra tidak ada apa-apanya dalam kehidupan seorang Narana Jenggala.
Na kalau pada akhirnya aku akan kalah, apakah baiknya aku menyerah sekarang?
BERSAMBUNG
Please banget tulis komentar kalian karena aku ingin tahu bagaimana pendapat kalian soal chapter ini😊
Thanksluv
Nona♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Cinta (TAMAT)
ChickLitSam jatuh hati di pandangan pertama pada seorang Nana, namun tentu tidak begitu dengan Nana, yang justru membenci Sam setengah mati, karena telah mengembalikan traumanya. Disisi lain, pria playboy macam Sam adalah jenis pria yang paling ingin dihind...