Dipta mengacak rambutnya dengan frustasi, ia sedang sangat kesal pada dirinya sendiri, pada keadaanya, juga pada Samudra yang tiba-tiba muncul di kehidupannya dan Nana, menghancurkan semua rencana dan mimpi yang sudah lama ia bangun.
"Minum dulu" Dewi menyodorkan segelas air putih pada Dipta. Saat ini mereka sedang ada di tempat praktek Dewi. Dipta selalu begitu, ia akan selalu mencari Dewi kapanpun ia merasa tidak baik-baik saja.
Dewi membuang napas, mencoba menenangkan diri sebelum kembali memulai percakapan dengan laki-laki yang sudah lama diam-diam ia sukai. "Samudra tidak seburuk yang kamu pikirin Ta"
Dipta meletakan gelas yang tadi ia pegang, ia kini menatap Dewi dengan penuh tidak yakin "Aku serius"
"Kamu tahu darimana kalau dia tidak seburuk yang aku pikirkan? Di negara kita emangnya ada yang nggak tahu kalau Sam itu playboy kelas kakap?" Dipta berapi-api, setiap kalimatnya penuh tekanan emosi.
Dokter Dewi tersenyum, ia meraih tangan Dipta, mencoba menenangkan sahabatnya tersebut. "Semua itu hanya rumor Ta, kalau kamu mau kenal dia sedikit lebih dekat, kamu akan tahu kalau Samudra adalah laki-laki baik. Dia tulus sama Nana"
"Tulus? Dew, di dunia ini, selain aku sama Elvano, nggak ada laki-laki asing yang bisa tulus sama Nana. Nggak ada Dew, nggak ada yang bisa menandingi tulusnya sayang aku dan Elvano buat Nana"
Ucapan Dipta membuat Dewi terdiam, ia sadar betapa Dipta sangat meyayangi Nana, dan hal itu membuatnya merasa sakit.
"Elvano sayang sama Nana sebagai adik perempuan. Apa kamu juga begitu?" Dipta terdiam, ia tak mampu menjawab pertanyaan dari Dewi.
Ya, sampai saat ini ia tidak pernah mengatakan pada siapapun bahwa ia menyayangi dan mencintai Nana lebih dari sekedar Abang pada adiknya. Dipta ingin Nana menjadi satu-satunya wanita yang ia bawa ke pelaminan, dan akan menemaninya hingga tua nanti.
"Kalau kamu sayang sama Nana, dan ingin dapetin hati Nana, kamu harus bersaing secara adil Ta. Jangan jadi keras dan egois, Nana nggak akan luluh dengan cara seperti itu" Meskipun harus menahan sesak di dadanya, namun Dewi berhasil meloloskan deretan kalimat tersebut dari mulutnya.
Dipta kini nampak berpikir. Ia melakukan intropeksi atas apa yang telah ia lakukan. Dipta menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan kali ini, memang cukup berlebihan. Ia bahkan telah membuat Nana menangis, dan ini adalah pertama kali dalam hidupnya membuat gadis tersebut menangis. Ya, rasa cemburu memang semengerikan itu.
"Ta, kamu harus bisa menangin hati Nana dengan cara gantle. Buat Nana sadar kalo kamu punya cinta lebih dari seorang kakak untuk adiknya" Dipta membalas genggaman tangan yang diberikan oleh Dewi. Ia tersenyum dan berterimakasih atas nasehat dan dukungan yang diberikan oleh gadis yang ia sahabati sejak zaman kuliah dulu.
"Mungkin, selamanya, kita memang hanya boleh menjadi sahabat Ta" Dewi berujar dalam hati, sambil menahan sesak yang hampir menyeruak ke mata.
***
"Pusing deh, makin hari koruptor kok makin banyak" Mama Nana ngedumel setelah mendengarkan seorang pembawa berita mengabarkan tentang seorang pimpinan daerah baru saja terkena operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK
"Ya gitu deh Ma, namanya juga orang-orang kurang syukur. Kalau urusannya sama duit emang susah sih, suka pada lupa diri dan sesat" Elvano berkomentar sambil memasukan keripik kentang yang tadi ia rebut dari pelukan Nana. Keripik kentang yang setengah jam lalu membuat Nana dan Elvano cekcok, sebelum akhirnya Nana mengalah dan memilih bermain dengan kutek-kutek yang tadi ia bawa ke ruang TV.
"Warna mocca lucu Na, ini aja ya?" Sam mengambil salah satu botol kutek. Sedari tadi ia dan Nana sedang sibuk memilih warna apa yang cocok dipakai oleh Nana. Mereka berdua sudah tidak memusingkan urusan koruptor yang sedang dibahas oleh Mama Nana dan Elvano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Cinta (TAMAT)
ChickLitSam jatuh hati di pandangan pertama pada seorang Nana, namun tentu tidak begitu dengan Nana, yang justru membenci Sam setengah mati, karena telah mengembalikan traumanya. Disisi lain, pria playboy macam Sam adalah jenis pria yang paling ingin dihind...