Sudah lewat jam 10 malam, shani masih mondar mandir di kamarnya menunggu gracia yang tidak kunjung pulang. Ponselnya tidak aktif, terakhir gracia masih bisa dihubungi sore tadi sebelum jam pulang kerja. Shani semakin khawatir. Sambil menunggu gracia, shani teringat percakapannya siang tadi dengan vienny.
"Aku minta maaf sama kamu karena udah ninggalin kamu tanpa kasih kepastian, bahkan dengan kejamnya aku nyuruh kamu untuk cari orang lain yang lebih baik dari aku. Tapi selama jauh dari kamu, aku ga bisa berhenti mikirin kamu. Kini aku sadar kalau aku ga akan pernah rela melepas kamu untuk orang lain. Shani, kasih aku kesempatan sekali lagi ya untuk memperbaiki semuanya. Apakah kamu mau menikah sama aku?" Tanya vienny sambil menyodorkan sebuah kotak cincin di hadapan shani.
"Kak. . .?
"Kamu mau kan nikah sama aku?"
Shani menggeleng dan menyodorkan balik cincin itu pada vienny. "Maaf kak aku ga bisa".
"Kenapa? Aku minta maaf shani. Atau kamu udah punya pacar? Aku gapapa kok nunggu kamu. Kasih aku kesempatan ya, aku cinta sama kamu" Vienny masih belum menyerah.
"Bukan itu kak. Maaf kalau harus bilang aku ga bisa sama kakak karena aku sudah menikah" Shani melihat sorot mata vienny yang terluka dengan pernyataannya barusan. Shani tidak peduli, karena itulah kenyataannya, dia tetap melanjutkan bicaranya.
"Gracia, orang yang kakak temui pertama kali saat sedang bersamaku, dia istri aku kak. Dengan kejadian ini aku semakin sadar kalau aku cinta sama dia".
"Jadi aku terlambat?" Tanya vienny.
"Ini bukan soal waktu kak. Bagiku ini takdir. Aku justru mau berterima kasih sama kakak, kalau kakak ga nolak aku waktu itu, aku mungkin ga akan pernah tau ada seseorang seperti gracia. Sebelum bersamaku dia sudah banyak menderita, aku ga mau menambah penderitaannya dengan gagal menjadi istri yang baik. Sekali lagi aku minta maaf kak, mungkin takdir kita berdua hanya sebatas ini. Maaf juga mungkin sikapku selama ini sudah bikin kak vienny salah paham. Aku senang kak vienny kembali, aku merasa memiliki sosok kakak yang selama ini aku ga punya. Jangan sedih hanya karena aku yang ga tau diri ini ya kak? Kakak berhak bahagia" segera setelah shani mengucapkan itu, dia beranjak pergi tidak tega melihat raut wajah terluka vienny.
"Tunggu shan, apa kita masih bisa bertemu seperti biasa?" Tanya vienny
Shani menggeleng. "Maaf kak, aku ga mau nyakitin gracia lagi. Meski dia ga pernah bilang apapun, tapi aku tau yang dia rasain saat kita pergi berdua. Kalaupun kita harus bertemu, gracia akan selalu ada bersamaku. Sekali lagi maaf kak, aku pamit" Tanpa menoleh lagi shani meninggalkan vienny yang tergolek lemas di kursi.
Shani terbangun oleh suara alarm hapenya. Reflek dia bangkit melihat sisi tempat tidurnya yang masih kosong. Ternyata dia menunggu gracia sampai ketiduran. Dan gracia tidak pulang semalam. Sekali lagi dia mencoba menghubungi gracia, ponselnya masih tidak aktif. Kamu kemana sih ge? Apa yang terjadi? Kalau kamu kecewa sama aku, bilang sama aku, jangan diemin aku kayak gini. Batin shani pilu. Shani segera beranjak dari tempat tidurnya, bersiap untuk ke kantor hari ini.
Baru jam 10 pagi, dan shani hanya bermalas-malasan di ruang kerjanya. Pekerjaannya menumpuk tapi tidak ada satupun yang ia kerjakan, konsentrasinya hilang. Yang ada di pikirannya hanya gracia. Saat sedang melamun, ponselnya tiba-tiba berdering, panggilan masuk dari papanya.
"Halo pa?"
"Kamu dimana?"
"Di ruangan aku pa. Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA (Greshan OS)
Short Story"Loving you never was an option. It was a necessity" -Truth Devour- ~Oneshoot Collaboration~