Shani POV
Aku membuka mataku, meregangkan kedua tangan sambil melemaskan otot-otot yang kaku. Sisi sampingku sudah kosong karena kini terdengar bunyi gemericik air dari kamar mandi. Bergegas aku bangun, membetulkan kemejaku tanpa peduli menggunakan celana aku bergerak masuk ke kamar mandi.
"Pagi sayang." Sapaku pada Gracia yang kini sedang menggosok giginya di wastafel.
"Phaghii." Balasnya.
"Nice Shirt this morning." Ucapnya lagi kemudian berkumur. Aku hanya tersenyum padanya.
"Masih ada sisa pasta gigi disana sayang." Ucapku kemudian menyeka sudut bibirnya.
"Makasih." Dia kemudian berbalik menyandarkan diri pada tembok wastafel, kemudian melipat kedua tangannya di dada.
"Gimana menurut kamu soal Dr. Renata?" Dia tiba-tiba bertanya padaku soal wanita psikolog yang kita temui kemarin.
"Masih aneh soal pertanyaannya tentang Sex."
"Ya aku masih kesal soal itu. Ya kali aku harus ngumbar-ngumbar berapa kali aku tidur sama kamu ke dia. Ogah!"
"Tapi kantornya bagus. Dia juga dapat banyak penghargaan."
"Emang bagus sih, cuma terlalu formal, kaku."
"Ga semua harus dilihat dari sudut pandang kenyamananmu sayang. Seperti memasukkan pakaian kotormu ke dalam keranjang. Fungsinya itu kan kita beli jauh-jauh dari India?" Aku melepas asal kemeja yang Gracia pakai kemudian memasukkannya kedalam keranjang, meninggalkannya dengan kondisi tanpa menggunakan apapun.
"Hih selalu kayak gitu, punya poinnya!" Gumamnya pelan yang masih bisa kudengar.
Kita berpapasan lagi di ruang tamu saat kulihat Gracia sedang memakai sepatunya bersiap pergi. Aku membetulkan sekali lagi blazerku, memastikan makeup yang kupakai tidak belepotan kemudian meraih kunci mobil di gantungan.
"Semoga harimu menyenangkan." Gracia berteriak saat membuka pintu depan, dia bahkan tidak menatapku sama sekali langsung pergi begitu saja.
"Ya kamu juga." Aku tetap menjawabnya meskipun kutahu dia tak mungkin mendengarku.
-------------------
Matahari baru saja terbenam, aku membuka pintu rumah dan suasana masih gelap, itu artinya Gracia belum pulang. Segera saja kubawa kantung belanjaan ke meja dapur kemudian naik ke atas untuk ganti baju. 1 jam kemudian semua makanan yang kumasak tersaji di meja. Terdengar pintu depan terbuka sedikit dibanting saat aku selesai meletakkan teko air.
"Hai sayang." Sapaku
"Hai. Masak apa? aku belum telat kan?"
"Ga, kamu tepat waktu."
Makan malam adalah momen dimana segala sesuatunya berjalan dengan tenang dan damai. Sejak hari pertama menikah kami berdua selalu membiasakan makan malam berdua di meja, bedanya sekarang tidak ada percakapan apapun yang mengiringinya dan tempat duduk yang biasanya bersebelahan kini menjadi berseberangan. Selesai makan malam, aku berinisiatif untuk jogging sebentar sementara Gracia entahlah biasanya dia akan sibuk dengan gamenya atau nonton balapan.
Dengan terengah-engah dan tubuh penuh keringat aku menutup pintu dibelakangku. Tak berapa lama terdengar deringan ponsel, 5 detik kemudian disusul dering ponsel lain. Bergegas aku mengangkatnya, dari ekor mataku kulihat Gracia di lantai atas juga sedang berbicara dengan seseorang di telepon.
"Harus malam ini? Kemarin infonya minggu depan." Suara Gracia masih terdengar, dia semakin sibuk sendiri dengan mengganti baju dan menggunakan celana trainingnya. Ponselnya juga belum lepas dari telinganya. "Oke siapin aja amunisinya, gue butuh kayaknya. Sampai ketemu jam 10." Dia mengakhiri panggilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA (Greshan OS)
Short Story"Loving you never was an option. It was a necessity" -Truth Devour- ~Oneshoot Collaboration~