Losing Memory II

7.7K 523 6
                                    

Tak banyak yang bisa aku obrolkan dengan gracia. Benar kata anin, gracia berbeda. Jika aku tak bertanya, maka dia akan diam saja. Bahkan beberapa kali aku memergoki tatapannya yang kosong. Itu membuatku sedih. Menjelang siang aku berpamitan padanya. Karena ada hal penting yang harus aku selesaikan. Ada rasa tak rela meninggalkannya, tapi untungnya dia bilang aku boleh menghubunginya kapan saja. Sebelum balik ke jakarta, aku sempat terlibat pembicaraan penting dengan om harlan. 

"Bagaimana shani? Sudah bertemu gracia kan? Om yakin kamu pasti berpikir dua kali untuk balik lagi kesini" Tanya om harlan.

Aku menggeleng. "Minggu depan shani akan datang lagi kesini om". 

Om Harlan sedikit kaget mendengar pernyataanku. "Kenapa? Gracia bukan lagi orang yang dulu kamu kenal. Fisiknya memang terlihat baik-baik saja, tapi pikirannya sering kali tidak terkontrol". 

"Justru karena shani tau kondisi gracia sekarang, shani malah tidak ingin sedikitpun jauh dari dia" Aku menarik napas dalam, sebelum melanjutkan lagi ucapanku. "Maaf om kalau shani lancang, boleh shani minta satu hal pada om?" Tanyaku. 

"Apa?" Tanya om harlan menaikkan sebelah alis matanya.

"Ijinkan shani menikahi gracia om. Shani akan jaga gracia dengan semua yang shani miliki". 

"Shani kamu gila! Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan tadi?!" Tanya om harlan kaget. 

"100% sadar om. Shani ga main-main. Harusnya ini yang shani lakukan dulu. Mungkin jika gracia masih ingat, dia pasti sedang kecewa karena dulu shani terlalu pengecut. Ijinkan shani ya om?" Tanyaku memohon. 

"Bagaimana keluargamu? Apa mereka mengijinkan? Kondisi gracia sekarang sedikit banyak pasti berpengaruh pada keluargamu. Dia seperti orang yang tak punya masa depan shani. Bahkan kita tidak tau apakah gracia bisa sembuh. Kamu siap menghadapinya?!" Tanya om harlan memastikan.

"Shani yakin gracia pasti sembuh. Bahkan jika butuh waktu seumur hidup shani siap om. Yang penting gracia selalu ada disamping shani itu sudah cukup. Soal keluarga om tenang saja. Kasih waktu shani untuk bicara pada mereka, dan jika tiba waktunya, shani akan datang kesini bersama orang tua shani melamar gracia" Jawabku mantap. 

Om harlan menghembuskan nafas, menyandarkan punggungnya pada sandara sofa. Terlihat berpikir. Aku menunggunya memberikan jawaban. 

"Baik om ijinin kamu menikah dengan gracia. Satu kesempatan. Jika kamu meninggalkannya lagi, om pastiin selamanya kamu ga akan liat gracia lagi". Ucap om harlan sedikit mengancam. 

Aku pun tersenyum lega, akhirnya. "Terimaksih om. Shani janji kemarin yang terakhir shani ninggalin gracia. Shani ga akan ulangi".

**************** 
Ternyata butuh waktu dan usaha extra untuk meyakinkan orang tuaku merestui aku menikahi gracia. Aku menceritakan kondisi terkini gracia dan mereka sepertinya kurang setuju. Meski mereka tidak mempersalahkan dengan siapa aku menikah, mereka menginginkan aku mendapatkan pendamping yang bisa mengimbangiku. Mereka takut justru gracia akan jadi beban untukku di masa depan. Nanti bagaimana kelak jika ingin punya anak. Tapi aku berhasil meyakinkan mereka bahwa ini hanya sementara, gracia akan sembuh. Dan dialah orang yang paling pantas mendampingiku. 

Hari ini aku sudah tiba di Bandung bersama orang tuaku. Sesuai janjiku hari ini aku akan melamar gracia. Saat ini kami sedang menunggu gracia dipanggil untuk membicarakan rencana pernikahan kami. Aku tersenyum ketika melihatnya muncul, meski dengan pakaian seadanya, dimataku dia tetap yang tercantik. Dan raut wajah bingungnya membuat aku paham situasinya. Karena terlalu fokus meminta restu orang tuaku, aku jadi lupa point penting dari rencana ini. Aku belum bertanya pada gracia apakah dia mau menikah denganku. Untung saja om harlan menenangkanku dan akan membantuku menjelaskannya pada gracia. Semoga kamu menerimaku sayang. Batinku. 

AKSARA (Greshan OS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang