Gracia POV
“Bangun!” Aku membuka mata saat merasa ada tangan yang menepuk-nepuk pipiku. Kulihat Shani kini berdiri menatapku tanpa ekspresi. Dia sudah rapi lengkap dengan setelan kerjanya. Baru ingat semalam aku tidur di kamarnya setelah melakukan itu.
“Hari ini aku pulang larut malam. Ini handphone yang kamu minta” Dia melempar sebuah box padaku. Aku tersenyum menerimanya.
“Happy? Aku harap kamu menggunakannya dengan bijak kalau masih sayang orang-orang disekitarmu” Dia ikut tersenyum. Tapi senyuman itu terlihat mengerikan bagiku.
“Aku pergi. Jangan bikin ulah atau hukumanmu akan lebih berat daripada semalam. Beresin tuh tempat tidur! Begitu aku pulang tempat ini harus sudah rapi seperti semula” Dia kemudian keluar dari kamarnya. Dengan kesal aku melempar box handphone itu kesisi kasur yang kosong. Sepertinya kebebasan itu hanya omong kosong buatku, seluruh hidupku kini sudah dikendalikan sepenuhnya oleh seseorang bernama Shani Indira.
Hari-hari berlalu dan aku masih tak menemukan cara untuk bisa keluar dari tempat ini. Aku tak bisa menghubungi siapapun untuk menolongku karena handphone yang Shani berikan ga ada guna sama sekali. Aku tahu handphone itu sudah disadap agar aku tak macam-macam. Seluruh gerakanku dimanapun dimata-matai sepenuhnya, Shani kini tahu kelemahanku, salah sedikit saja bukan aku yang mati tapi orang-orang disekitarku. Aku ini hanya budak baginya. Hampir setiap hari aku harus mau melayaninya, memuaskan nafsunya yang gila itu. Apalagi kalau dia pulang dengan mood yang tidak baik, sudah dipastikan tubuhku akan biru dan luka-luka kena cakaran kukunya. Dibalik wajah cantik dan anggunnya, siapa sangka tersimpan sebuah pribadi yang dingin dan mengerikan, isi pikirannya tak ada satupun yang bisa menebak. Diam dan kalemnya hanya sebuah topeng yang mampu mengecoh siapa saja yang belum pernah berurusan dengannya. Aku ga bisa membayangkan bagaimana nasib calon istrinya kelak apabila mereka nanti sudah menikah?
-------------------
Shani POV
“Aahhhhhh……..”
“Besok lagi potong kukunya ih. Sakit punggungku kamu cakar terus. Hisssh” Ringisan terdengar dari mulut seseorang yang kini bergerak bangun memungut bajunya.
“Iya. Mau kemana?”
“Mandi sekalian ngobatin nih punggung”
“Mandi disini aja. Nanti lukanya aku obatin” Dengan cepat dia menoleh padaku.
“Tumben”
“Nurut aja”
“Ck, Iya!” Dia kemudian berdiri dan masuk kamar mandi. Aku bangun memakai bajuku. Kemudian menuju lemari mencari kotak obat.
“Duduk sini!” perintahku saat melihatnya keluar dari kamar mandi.
“Awwhh perih”
“Tahan”
“Kamu ga rasain sakitnya”
“Mending kena cakaran kuku atau kena sayatan pisau?” Tanyaku dan dia hanya diam.
“Besok kita makan diluar” ucapku
“Kenapa?”
“Kamu ga bosan dirumah terus?”
“Ck yang bikin aku kayak gini juga siapa” Dia hanya bergumam pelan tapi masih bisa kudengar dan tanpa sadar aku tersenyum.
“Emm shani?”
“Ya?” Entah kenapa sejak aku tidur dengannya dia mulai memanggilku dengan Shani dan aku membiarkannya padahal aku paling tidak suka ada orang lain yang memanggilku selain Indira termasuk tunanganku sendiri. Panggilan Shani hanya untuk orang terdekatku yang kupercaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA (Greshan OS)
Short Story"Loving you never was an option. It was a necessity" -Truth Devour- ~Oneshoot Collaboration~