Shani POV
Pada akhirnya kita menjadi orang asing, kamu pergi dengan kekecewaanmu, aku kembali dengan segala penyesalanku. Aku bisa bersembunyi dari kesalahanku, tapi tidak dari penyesalanku. Mungkin aku dapat bermain dengan dramaku, tetapi tidak dengan karmaku. Aku menyesal dan aku butuh kesempatan keduamu.
"Gracia?" Aku baru saja pulang dari kantor dan melihat gracia tertidur di sofa masih dengan pakaian kerjanya.
"Kenapa tidur disini?" Dengan takut-takut aku mendekatinya. Wajahnya pucat, bulir keringat sebesar biji jagung terlihat di pelipisnya, meski matanya terpejam aku bisa melihat dia seperti menahan sakit.
"Panas banget" dengan pelan aku meraba dahinya. Sepertinya dia demam. Panik tapi aku berusaha untuk tetap tenang. Om dan tante sedang ada bisnis keluar negeri, baru pulang beberapa hari lagi. Disaat seperti ini tentu gracia butuh aku karena cuma ada kita berdua disini.
Aku naik ke atas untuk mengambil bantal dan selimut. Kubetulkan posisi tidurnya dengan pelan agar dia tidak terbangun. Dengan telaten aku mengompresnya, membuatkannya bubur agar ketika dia bangun bisa segera makan.
"Uuuuggghhh" aku tersentak mendengar suara erangannya, sudah jam 8 malam, cukup lama juga aku menunggunya bangun.
"Jam berapa?" Tanyanya. Dia bangun mungkin bingung kenapa ada bantal, selimut dan kompresan di kepala.
"Jam 8. Kamu laper? Aku ambilin makan ya?" Tawarku.
"Ga perlu" dia segera berdiri dan berjalan meski agak sempoyongan.
"Lepas" tanpa sadar aku memegang tangannya ketika dia berjalan melewatiku.
"Ehmm badan kamu masih panas. Kamu harus makan biar bisa minum obat"
"Nanti gue minum obat. Lepas"
"Ge. . "
"Lepas" dengan terpaksa aku melepaskan membiarkannya naik ke atas.
Sampai tengah malam aku tak bisa tidur. Aku hanya mondar mandir di kamar memikirkan kondisi gracia. Apa dia udah makan? Udah minum obat? Seingatku setelah dia masuk kamar dia tidak keluar lagi sampai sekarang. Ah ga bakal ada kemajuan kalau terus nurutin ego. Bergegas aku turun kebawah mengambil makan dan obat lalu mengetuk pintu kamar gracia. Lama aku mengetuk tak kunjung ada jawaban. Dengan nekat aku mencoba membuka pintu, ceklek ga dikunci ternyata. Perlahan aku masuk dan mendapati gracia meringkuk di bawah selimut.
"Ge. Makan dulu ya" pelan aku membangunkannya.
"Siapa suruh lo masuk kamar gue?" Raut wajahnya kaget melihat aku ada dikamarnya.
"Maaf aku ga sopan. Aku lihat kamu belum makan daritadi. Aku bawain makan sama obat biar cepet sembuh"
"Taruh situ aja. Ntar gue makan" aku menggeleng.
"Aku suapin ya. Kamu tiduran aja"
"Gue bisa sendiri. Sekarang keluar dari kamar gue"
"Tapi. . "
"Keluar!!"
"Maaf" dengan langkah terpaksa aku keluar dari kamarnya. Baru dibeginikan saja sudah sesakit ini rasanya. Entah sesakit apa dulu gracia saat aku lebih memilih peduli pada orang lain daripada dia.
************
Pagi ini aku bersiap ke kantor. Aku keluar kamar bersamaan dengan gracia. Bedanya dia masih menggunakan pakaiannya semalam. Wajahnya masih pucat. Dia berjalan tanpa sedikitpun menoleh, menganggapku seakan tak ada disitu. Kuikuti langkahnya menuju dapur. Sepertinya dia lapar karena mencari-cari sesuatu di kulkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA (Greshan OS)
Historia Corta"Loving you never was an option. It was a necessity" -Truth Devour- ~Oneshoot Collaboration~