Rintik ke-25

11 5 0
                                    


Putra sedang memerhatikan sekeliling ketika seseorang duduk di sampingnya. Menggunakan jarit dengan corak mega mendhung berwarna hitam dan cokelat serta kebaya kutu baru polos dengan warna senada, perempuan ini mengeluarkan gelang emas tanpa bandul lalu menggunakannya dengan terburu-buru. Dia tidak menyadari bahwa laki-laki di sampingnya sedang mencuri pandang.

Ratna, perempuan yang beberapa hari lalu menanyakan perihal pagelaran pada Putra, kini duduk manis di samping Putra sambil membenarkan jarit yang melilit tubuh bagian bawahnya. Putra menghela napas. Seharusnya dia tahu bahwa Ratna juga akan hadir. Apalagi jika diingat, Ratna sudah dibawa ke Prambanan sejak dia masih kanak-kanak.

"Kamu ngga pernah bosan sama pagelaran ini?" tanya Putra.

"Ngga sama sekali. Malah Ratna senang kalau harus menghadiri acara di Prambanan. Cuma di sini Ratna bisa menjadi seorang ratu."

"Ratu?"

"Sepuluh tahun Ratna liat perempuan-perempuan itu diperjual-belikan dan Ratna duduk manis di sini. Bukankah itu berarti Ratna seorang ratu? Ini kaya, Ratna adalah satu-satunya perempuan Jogja yang ngga akan berdiri di pelataran sebagai barang."

Yang dikatakan Ratna ada benarnya juga. Mana mungkin darah daging Wijaya Kusuma akan dikorbankan. Kecuali jika Adhi Garya mau seluruh keluarganya dibantai habis-habisan oleh Sigit, ayah Ratna. Sayangnya, Ratna menjadi tidak kasihan pada kaumnya sendiri yang sekarang menjadi barang dagangan. Apa yang dirasakan Ratna bukan tanpa alasan. Di rumah dia tidak bisa jadi ratu, karena nasib membawanya ke IPS, bukan IPA. Jika nasib membawanya ke IPA, mungkin dia akan menjadi ratu di rumahnya, seperti kakak dan adiknya.

Burung elang bertengger di salah satu dahan. Matanya mengunci sasaran di dekat undak-undakan, katak yang sekarang sibuk menyaksikan pagelaran. Katak itu mulai bergerak diikuti kepakan gagah burung elang yang belum sepenuhnya dewasa itu. Dengan gelisah si katak mulai meloncat mencari tempat perlindungan. Sayangnya, cakar burung elang itu sangat sigap dan langsung merobek beberapa bagian tubuh si katak. Pembunuhan terjadi di atas Prambanan.

"Jika kamu ratu, bukankah harusnya kamu melindungi rakyatmu?" tanya Putra.

"Bahkan kalau Ratna bisa melindungi Jogja, akan selalu ada tiga ratu yang berusaha menyerang. Jadi, mau Ratna lindungi atau tidak, pertumpahan darah selalu ada. Bukannya negara kita juga gitu?" kata Ratna sambil tersenyum ke arah Candi Siwa, melihat Adhi membawa seorang perempuan keluar dari candi yang gagah itu.

 Bukannya negara kita juga gitu?" kata Ratna sambil tersenyum ke arah Candi Siwa, melihat Adhi membawa seorang perempuan keluar dari candi yang gagah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terima kasih untuk manusia-manusia yang sudah membaca rintik dari Semangkuk Nasi Merah

Putra HandhokoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang