Ngantos-antos nggih, Mas

13 3 0
                                    

#JENTERAPUTRA
Bagian dari Semangkuk Nasi Merah


Dalam kamar seorang laki-laki, 2020

[Sudut pandang orang pertama, Ratna]

Punggungku dingin tersapu angin yang sepertinya berasal dari jendela. Mata sembab yang semalam berkali-kali menumpahkan tangis mendapati seorang laki-laki sedang duduk di sofa besar. Aku mengusap mata sekali lagi dan wajah itu terlihat jelas. Adiknya Pak Putra duduk dan sibuk dengan rokok elektriknya. Aku kaget dan mulai sadar bahwa badan ini masih telanjang.

Laki-laki yang datang dengan hoodie abu-abu itu mengedarkan pandang ke arahku. Rasanya dia sadar aku sedang melihat parasnya yang langsung mengingatkanku pada wajah yang semalam menemaniku. Laki-laki itu menunjuk arah samping. Dapat kulihat semangkuk nasi merah dan lauk.


"Hanya ini?" tanyaku.

"Aku bahkan tidak tahu ke mana dia pergi," kata laki-laki itu.

"Dimas? Kak Dimas?" tanyaku lalu dia mengangguk. Berjalan ke arah lemari.

"Aku penasaran bagaimana semalam kamu berteriak memanggil namanya. 'Pak' atau 'Mas'?"


Kak Dimas melemparkan salah satu kemeja dari lemari Pak Putra. Aku tidak menjawab pertanyaannya. Mana mungkin aku berbagi kisah erotis antara kakaknya dengan murid sepertiku. Itu bukan kisah yang patut diceritakan, bukan juga lagu yang pantas dinyanyikan. Itu hanya adegan aneh yang entah kenapa aku menginginkannya kembali.

Setelah aku menggunakan kemeja hitam Pak Putra, kamar tadi kosong dan terdengar suara mesin mobil. Sepertinya aku memang harus pulang dengan Kak Dimas dan jelas Pak Putra yang menyuruhnya. Aku melirik ke arah nasi merah yang Pak Putra beri. Nasinya masih hangat, tapi lauknya sudah mendingin. Sambil merapikan rambut, aku menyalakan tv. Kekacauan di Prambanan pasti masuk berita.


Breaking News datang dari Kentungan. Telah terjadi kecelakaan hari ini pada pukul enam pagi di kawasan Underpass Kentungan. Evakuasi koran cukup sulit, karena terjadi ledakan yang bersumber dari mesin mobil. Jenazah teridentifikasi sebagai Putra Handhoko lewat sisa tubuhnya yang terbakar. Hasil penyelidikan forensik menyatakan bahwa gigi yang ditemukan merupakan gigi dari Putra Handhoko. Sementara itu, jenazah Putra Handhoko langsung dibawa ke rumah duka. Sayang sekali awak media tidak diperbolehkan mengikuti iring-iringan keluarga Handhoko dan ambulans, sehingga kami tidak mendapat dokumentasi bagaimana suasana di rumah duka. Sekian breaking news hari ini. 


Jadi dia merasa bersalah karena telah membunuh puluhan orang? Dia memilih mati? Banyak pertanyaan yang keluar dari otakku. Wajahku datar, meskipun tak bisa kupungkiri hati ini juga tersayat sangat perih. Tanganku mengepal ingin sekali kuambil jenazahnya lalu kugunting, tapi mataku menangis, dan mulutku mengatup rapat. Rasanya perasaan ini terlalu campur aduk untuk dijelaskan.

Hingga aku mendengar suara klakson mobil, perasaan tadi langsung terganti oleh kesadaran perempuan yang sekarang harus melanjutkan hidup. Aku bawa tasku dan kumatikan tv-nya. Kupakai sendal yang ada di kamar. Dengan cepat aku keluar. Aku berhenti ketika sadar bahwa aku akan meninggalkan semuanya. Jas dan kemeja Pak Putra yang masih berserakan di sofa, kebaya dan jarit milikku yang tergeletak begitu saja di lantai, serta semangkuk nasi merah yang sudah dingin.


—Terima kasih untuk manusia-manusia yang sudah membaca Semangkuk Nasi Merah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terima kasih untuk manusia-manusia yang sudah membaca Semangkuk Nasi Merah

Putra HandhokoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang