Rintik Ke-9

24 9 0
                                    

Degup seorang Ratna tak mampu ia pendam lagi. Apalagi semakin lama Putra mengajar, perasaan kupu-kupu terbang itu rasanya semakin mengoyak badannya. Semakin membuatnya tergoda untuk meminta perhatian lebih. Oh, jangan salah. Melihat Putra peduli dengan murid lain tidak jarang membuat Ratna gigit jari.

Ini sudah hampir sebulan perasaan cemburu itu tidak hilang. Apakah Ratna harus bersyukur? Setidaknya rasa cemburu itu menggantikan rasa tidak berguna yang sudah belasan tahun menemaninya. Untuk kali pertama ia tidak merasa sedih karena cita-cita orang tuanya. Bagaimana ia bisa memikirkan cita-cita jika di otaknya hanya ada Putra? Inilah yang dipikirkan Ratna ketika kelas akan berakhir.


"Bimbingan soal karya tulis ilmiah hari ini jadwalnya kelompok B. Setelah kelas, tolong jangan langsung leave meeting."


Semua anak kelompok B mengiyakan. Termasuk Ratna. Bukankah sangat mirip dengan bimbingan skripsi? Putra sendiri hanya tertawa selama melakukan bimbingan. Teringat pada masa-masa dia masih harus banting tulang untuk mengerjakan skripsi. Sekarang? Lebih berat sebenarnya. Dia harus banting gunung untuk mengerjakan tesis.

Selama bimbingan, Putra menganggap semuanya biasa saja, tapi tidak dengan Ratna. Jangan kata-kata itu. Jangan tatapan manis itu. Jangan! Ratna sudah benci untuk melahap manisnya figur seorang Putra. Entah apakah dia harus mual atau luluh akan eksistensinya. Bahkan Ratna tidak sadar jika bimbingan sudah selesai.


"Sudah jam lima sore. Feedback-nya akan Bapak bagi ke email masing-masing. Pertemuan selanjutnya sudah diperbaiki ya?"

"Iya, Pak."


Ratna terdiam tak kunjung keluar kelas ketika yang lain sudah pergi. Putra yang tidak menyadarinya hanya sibuk dengan lembar asesmen yang tak kunjung rampung ia skoring karena harus mendua dengan anak sekolah. Hingga ketika Ratna mengucap satu kata, Putra kaget bukan kepalang.


"Pak?"

"KAMPRET! Heh! Kenapa masih di situ?"

"Mau bilang sesuatu ...," kata Ratna memastikan Putra untuk tidak mematikan koneksinya.


ㅡ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih untuk manusia-manusia yang sudah membaca rintik dari Semangkuk Nasi Merah

Putra HandhokoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang