Rintik Ke-13

12 8 0
                                    


Dimas sedang berkutat dengan hp nya ketika Putra sedang membuat kopi di ruang tengah. Kerutan di dahi adiknya membuat Putra tersadar betapa banyak emosi yang ingin dikeluarkan. Putra menatap Satur yang baru datang dengan toples nastar. Satur hanya bisa menggeleng tidak tahu sebagai jawaban. Lima tahun jarak di antara keduanya tidak menjadi penghalang mereka untuk berbagai kisah.

Jari jemari Dimas tidak lagi berkutat dengan hp. Layar mengkilap itu dia taruh di meja dengan sembarang. Mengalihkan atensinya ke kue nastar cengkih yang semalam menjadi ajang cabul seorang Putra. Tindak-tanduk adiknya cukup membuat Putra paham bahwa ada masalah dari temannya.

"Ada apa sih?" tanya Putra.

"Mas, tau Dandi? Temen Dimas yang di Kriminologi UI?"

"Anaknya Pak Sudi?"

"Iya. Masa dia deket sama cewe lain? Kan dia udah punya pacar njir," kata Dimas menggebu-gebu.

Iya. Namanya Dandi. Anak Bekasi yang dulu satu SMA sama Dimas di Jogja. Dia masuk geng brandal juga sama Dimas. Hanya saja Dimas belok ke Bangkok dan Dandi memilih pulang ke Bekasi dan kuliah di Depok. Putra tidak begitu kenal dengan Dandi, tapi dengan Pak Sudi, Putra kenal betul. Laki-laki yang berumur lima puluh tahun itu sering bolak-balik bertanya apakah Putra sudah punya pacar atau belum. Niat menjodohkan dengan anak bontotnya, Dinda, adiknya Dandi.

Ini memang bukan soal Dinda yang dekat dengan Dandi, tapi perempuan lain yang "katanya" sering main bareng sama Dandi. Dimas menceritakan perempuan yang sedang dekat dengan Dandi mulai dari teman SD hingga teman kuliah. Dengan semangat, Dimas berniat menelepon Dandi hari ini. Apa yang dilakukannya tidak benar, pikirnya. Sayang sekali, kakaknya tidak sejalan dengannya.

"Dandi selingkuh?"

"Ya ngga ... tapi kan jalan sama cewe lain," Dimas memberikan penjelasan lebih lanjut.

"Jalan berdua?"

"Ya ngga, tapi-"

"Sama temennya?" tanya Putra sambil mengangkat satu alisnya. Ah! Habis sudah nyawa Dimas.

"Tapi dia deket sama cewe lain, Mas."

"Kalau gitu, suruh saja Dandi jangan temenan sama siapa pun. Suruh dia sendirian biar pacarnya tenang."

Tidak mungkin juga Dimas menyuruh sahabatnya untuk tidak dekat dengan orang lain. Apalagi Dandi adalah anak organisasi yang ke mana-mana sudah pasti bertemu manusia bumi. Skakmat. Dimas kalah dengan mudah. Dia sudah tidak mungkin menimpali pendapat kakaknya. Justru sekarang Dimas yang merasa menjadi orang yang sok ikut campur urusan orang lain. Tiba-tiba dia merasa jijik dengan dirinya sendiri.

Dimas hanya diam dan melihat kakaknya memandangi turkish delight dengan jijik. Putra memang tidak suka makanan manis. Dimas cukup tahu bahwa ada batasan baginya yang seorang teman untuk ikut campur ke dalam kisah seorang Dandi. Lagi pula mana mungkin Dandi harus menghindari semua perempuan demi membuat pacarnya tenang? Bagaimana jika Dandi ingin beli jamu? Mayoritas penjual jamu adalah perempuan. Bagaimana dengan suster? Penjual pecel? Bidan? Apakah nanti kalau pacar Dandi jadi istri dan hamil, dia harus keliling kota mencari dokter kandungan laki-laki? Modaro.

Bagi Dimas sendiri, yah sudah saatnya berhenti ikut campur urusan orang lain. Entah bagaimana akhirnya Dimas tersadar. Jika sampai Dimas melabrak Dandi perihal dia yang punya banyak teman perempuan, akan seberapa risih seorang Dandi? Yang pacaran siapa? Yang repot siapa? Barangkali manusia harus lebih banyak belajar tentang tahu diri.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih untuk manusia-manusia yang sudah membaca rintik dari Semangkuk Nasi Merah

Putra HandhokoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang