Rintik ke-26

10 5 1
                                    

Menyedihkan dari manusia yang tidak memanusiakan saudaranya? Bahwa sebenarnya siapa yang menjadi pencuri? Siapa yang membebani saudaranya sendiri? Ketika kita takut dengan hewan yang bertaring, berbisa, atau hewan dengan tubuh berlipat kali lebih besar, tidakkah kita tahu bahwa kita lebih menakutkan dari mereka? Bahwa kita bisa mengubah singa menjadi kucing, ular menjadi ulat, atau bahkan mengubah hiu menjadi koi.

Bahkan kita bisa mengubah budaya menjadi selembar kertas tidak penting yang akhirnya entah di mana dia berada. Seperti malam ini, malam di mana pagelaran keluarga Garya diadakan di atas pelataran Candi Siwa, Kompleks Candi Prambanan. Malam yang seharusnya membawa kesejukan, kini membawa bahaya yang semakin menggerogoti pikiran Putra. Membuatnya bertanya siapa perempuan yang sedang turun dari tangga Candi Siwa? Siapa perempuan itu? Pertanyaan itu terjawab ketika penutup kepalanya dibuka.

"Rinda?"

"Ibu?"

Putra sekarang sibuk menyusun strategi dengan Guto lewat earphone. Penembak runduk yang sudah siap di balik Candi Perwara kini tinggal menunggu perintah dari Putra. Kapan dan siapa yang harus dieksekusi hari ini? Pada kenyataannya suasana seperti ini membuat frustrasi. Bayangkan bagaimana perasaan Putra melihat ibunya berada di pelataran candi untuk diperdagangkan. Bahwa perempuan cantik yang dimaksud Ratna adalah Rinda, perempuan yang mengandung Putra. Bahwa pagelaran istimewa yang dimaksud oleh Adhi dan Sigit adalah melelang tubuh perempuan yang sangat disegani di Jogja.

Bagaimana dengan Didit? Matanya nanar. Tepuk tangan dan sorak sorai dari tamu undangan tidak menarik perhatiannya. Bahkan senyum penuh kemenangan milik Adhi dan Sigit juga tidak membuatnya bergerak barang satu inci. Yang ada dipikirannya adalah bagaimana caranya dia bisa menyelamatkan Rinda? Di sinilah Didit menyesal tidak percaya pada Putra, anak sulung yang telah memberikan peringatan tentang pengkhianat dari keluarga Handhoko. Bahwa sebenarnya kotak misterius yang berisi lima biji jeruk itu bukan ditujukan untuk Didit, tapi untuk istrinya.

"Tapi siapa yang menculik Ibu?" tanya Putra sebelum akhirnya datang satu lagi perempuan cantik dari balik Candi Siwa.

"Sophia ...." Didit mengedarkan pandang pada wanita itu.

Bukan. Jika beberapa menit yang lalu kamu berpikir bahwa ratu di sini adalah Ratna, maka kamu salah. Ratu yang benar-benar menghukum ratu lainnya adalah Sophia. Perempuan yang datang dari dua puluh tahun yang lalu. Menuntut kasih yang telah lama mati. Menuntut perih yang sudah lama tak kunjung mengering. Wangi anyir darah bahkan tidak lebih menyengat dari dupa yang dibawa Sophia. Sophia yang bahkan bukan asli orang Indonesia kini mampu menjadi ratu di Jogja. Bahwa sekarang dia mampu membuat malu Didit, kekasih yang dua puluh tahun lalu menjanjikan kisah manis.

Sophia yang dikenal Didit sebagai kucing manis yang mampu meluluhkan hati lelaki mana pun kini berubah beringas melebihi hewan bertaring. Didit cukup yakin jika Sophia disandingkan dengan pit bull, maka gigitannya perempuan ini bisa sejuta kali lebih mencengkeram dibanding anjing yang terkenal dengan beberapa kasus penyerangan ini. Di sinilah Rinda dibawa ke depan dan duduk di bagian paling depan pelataran. Seorang perempuan tua dengan hati-hati berjalan ke arah Rinda yang dipaksa duduk bersimpuh. Perempuan tua itu memejamkan matanya dan semua tamu terdiam. Suara calung sudah tidak terdengar lagi dan napas Didit tercekat. Istrinya menangis di depan dengan darah diguyurkan ke badannya. Perempuan tadi mulai bersuara lirih, memberikan mantra pekasih pada Rinda.

Uluk-uluk perkutut manggung
teka saka ngendi?
Teka saka tanah sabrang
Pakanmu apa?
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya anakku, Rinda

Terima kasih untuk manusia-manusia yang sudah membaca rintik dari Semangkuk Nasi Merah

Putra HandhokoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang