Mendhak dan Senyum Ragawi

3 1 0
                                    

#JENTERAPUTRA
Bagian dari Semangkuk Nasi Merah

Kediaman Adhi Garya, 2000

Memasuki tahun 2000 dan lebih luas, memasuki dekade baru di mana Adhi sedang menikmati rokok kreteknya. Rokok yang klobotnya ini khusus dipesan dari Kudus, sudah menjadi teman sumpah serapah kirik dan wejangan bagi hidupnya yang cukup pelik. Ia dengan santai menatap waktu ashar di bayang-bayang langit yang bersahaja. Enggan menyebutnya senja. Baginya senja tak lebih dari matahari yang kabur dari bumi yang bahagianya telah luntur.

Telah disajikan teh di meja kecil dekat Adhi duduk di kursi jati khas Jepara. Wangi melati tidak menyita atensinya barang sedetik. Hidungnya jelas mencium aroma pegunungan, tapi otaknya sedang bergulat memikirkan seseorang. Tangannya tidak melepas irah-irahan merak dengan bulu berwarna jingga. Matanya lurus ke depan tanpa ada kata yang diucap.

"Irah-irahane sinten iku, Pak?" (Irah-irahannya siapa itu, Pak?)

"Asri ... Asri Sumarni," jawab Adhi pada pengawalnya.

"Asri?"

"Iya. Dia mati."

Pengawal dengan nama Suryono itu sontak kaget. Baru kali ini majikannya membawa pulang aksesoris penari. Seperti yang Suryono tahu, terakhir kali majikannya membawa pulang pelengkap busana tari adalah saat ia melihat keris palsu dan itu sudah lima tahun yang lalu. Ada rasa penasaran membayang di otak Suryono. Asri adalah teman sepermainan anaknya, Satur. Bagaimana bisa dia menari di pagelaran milik majikannya? Asri baru lima belas tahun.

Tidak hanya Suryono yang bingung akan kehadiran irah-irahan merak itu. Adhi bahkan lebih dari sekadar bingung. Pagelarannya semalam tidak ada hambatan. Lalu bagaimana irah-irahan merak ini ada di tangannya? Adhi juga masih berpikir ratusan kali demi menemukan jawaban dari banyaknya pertanyaan.

"Aku ingin membuka pagelaran besok malam."

"Malih? Teng pundi, Pak?" (Lagi? Di mana, Pak?)

"Di Kota Gedhe. Pastikan pilih semua penari perempuan yang masih perawan. Aku tidak ingin ada noda pada pagelaran kali ini."

Suryono segera menurut dan pergi untuk menghubungi beberapa orang yang akan ikut campur pada pagelaran ini. Mungkin kalian akan bertanya-tanya pagelaran apa yang sebenarnya dimaksud Adhi? Mungkin kalian membayangkan pagelaran megah berisi gadis belia di atas Prambanan yang agung nan mulia. Mungkin kalian akan membayangkan bagaimana hebatnya Adhi yang nguri-uri budaya Jawa. Kenyataannya, pagelaran yang dimaksud di sini adalah sebuah jual-beli.

Ada ratusan penari terbuai dengan janji dan jampi-jampi keluarga Garya. Keluarga yang dianggap menjadi penjaga kebudayaan Jawa ini sebenarnya tidak lebih dari sekadar penjual. Mereka menjual raga dan angan. Ya, dari mana lagi kalau bukan dari para penari yang belum dijamah insan? Manusia Garya tidak akan menyerah meski ada perawan yang harus menumpahkan darah.

 Ya, dari mana lagi kalau bukan dari para penari yang belum dijamah insan? Manusia Garya tidak akan menyerah meski ada perawan yang harus menumpahkan darah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mendhak : gerakan antara berdiri dan duduk yang biasa digunakan penari khususnya Jawa/Bali

Rokok kretek : rokok yang dilinting sendiri. Dulu isinya tembakau dan cengkih.

Klobot : daun jagung

Kirik : anak anjing

Wejangan : nasehat

Nguri-uri : memelihara/melestarikan

Jampi-jampi : mantra

Irah-irahan merak adalah aksesoris tari merak yang digunakan di kepala (sirah). Aksesoris ini berbentuk seperti burung merak (bentuknya bisa berbeda-beda).

Terima kasih untuk manusia-manusia yang sudah membaca Semangkuk Nasi Merah

Putra HandhokoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang