26. testpack?

2.6K 55 0
                                    

Sudah cukup lama Jisi berada di kamar hotel itu bersama Aven dan sudah cukup lama pula Sheryle merasa cemas menanti kabar sahabatnya yang lupa jalan pulang itu.

Sambil menggenggam ponselnya, Sheryle berjalan bolak balik di dalam kamar asramanya. Menurutnya hal itu mungkin dapat menekan sedikit rasa khawatirnya.

Tapi nyatanya melakukan hal tersebut tak sesuai dengan ekspetasinya, perasaan cemas malahan semakin menggerogoti jiwanya.

“Kamu kemana sih Jisi…” gumamnya.

Diantara rasa cemas dan mondar mandirnya, pada akhirnya orang yang dicari menampakan diri di depan pintu.

“YA TUHAN!"

"KAMU KEMANA AJA!” jerit Sheryle, kesal.

"Kenapa?" ujar Jisi melangkahkan kaki- masuk ke kamar.

“Astaga!” menepuk Jidat.

“Hilang dari kemarin malam baru sore ini muncul di asrama dan dengan entengnya tanya sama aku kenapa? Ya Tuhan sabarkan anakmu ini,” cerocos Sheryle panjang lebar.

Jisi meneguk ludahnya kasar.

“Aku, a-aku semalam menginap di rumahnya Claudia. Iya bener nginap di rumahnya Claudia.” ujar Jisi mencoba meyakinkan sahabatnya.

Mampus kalau sampai ketahuan, Batin Jisi.

Sheryle yang mendengar penuturan Jisi itu mengamati dengan saksama raut wajah Jisi dan mencoba mencari kebohongan dari penuturannya.

Melihat tingkah Sheryle yang seakan tidak percaya, membuat Jisi panas dingin.

“Kenapa natap aku gitu?” resah Jisi.

“Beneran nginap di rumah Claudia? Bukannya sama Aven?” cibir Sheryle dengan tetap menatap penuh arti raut wajah Jisi.

Mendengar nama Aven disebutkan sontak membuat Jisi semakin uring- uringan namun dengan cepat menatap datar sahabatnya.

“Kenapa sih! Nggak percayaan banget sama sahabatnya sendiri.” Sungut Jisi mencoba menghindari prasangka buruk Sheryle.

“Eh, enggak kok. Percaya akunya. Yah cuma gimana ya, ya gitu deh pokoknya."

"Bdw, kamu udah makan?” tanya Sheryle seolah tidak mau mencari tau alasan dibalik tidak pulangnya Jisi tadi malam.

“Belum,” rengek Jisi.

“Yaudah ayo cari makan di luar. Kayaknya rumah makan di depan ada menu baru deh.” Ajak Sheryle yang langsung mendapat anggukan setujuh dari sahabatnya itu.

Perasaan lega bisa dirasakan Jisi sekarang karena sahabatnya Sheryle tidak memperpanjang masalah ketidakpulangannya semalam.

"Uhhh akhirnya," lenguh Jisi.


***

Apartemen Milano

“Apakah dia berbeda Ven?” tanya Ricko yang saat ini duduk di sofa apartemen Aven.

“Hm. Tidak ada bedanya. Biasa aja.”

“Benarkah? Tapi dia perawan?”

“Ya sama seperti wanita perawan lainnya yang pernah ku cicipi.”

“dan yah, satu yang paling ku sesalkan, selalu jika pemula ia sangat tidak tau apa- apa. Semua harus ku ajari.” Jelas Aven kemudian meneguk minuman alkoholnya.

“Yahh aku sangat mengenalmu. Pria yang mencintai permainan liar.” Ujar Ricko kemudian tertawa.

“Kau buang dalam?” tanya Ricko, penasaran.

“Ya, karena itu lebih nikmat.”

Ricko dibuat melotot mendengar penjelasan Aven tadi.

“BAGAIMANA KALAU DIA HAMIL BODOH!”

“Tenanglah, tunggu tanggal mainnya.” Tutur Aven sambil memperlihatkan lengkungan tipis di sudut bibirnya.

***

Waktu bergulir begitu saja.

Sudah sebulan lebih sejak malam itu dan malam- malam selanjutnya, hubungan Jisi dan Aven tampak baik-baik saja. Bahkan saking sayangnya Jisi pada laki- laki itu, Apapun yang Aven minta pasti langsung di turuti oleh Jisi.

Tidak ada bantahan ataupun penolakkan dari Jisi. Begitu terbuai dirinya dibuat Aven.

Namun dipagi itu, Jisi terbangun karena rasa aneh dalam dirinya.

Jisi mual berkali-kali dan setiap beberapa menit selalu bolak- balik mendatangi toilet dalam kamar asramanya.

Tapi ketika hendak mengeceknya dilihatnya di dalam wastafel toilet hanya cairan bening yang ada.

Kepalanya terasa sangat sakit, seluruh tubuhnya lemas, dan ketika ia hendak menggangkat wajahnya di depan cermin, Wajah pucat pasi lah yang dominan terlihat disana.

Perasaan tidak enak menghinggapi diri Jisi, rasa takut mendominasi semuanya.
Akhirnya timbulah rasa ingin memastikan suatu hal.

***


"Hey sayang, apa kau baik-baik saja?" tanya Aven pada Jisi ketika ia baru saja sampai di taman dan duduk di sampingnya.

Jisi memandangnya sekilas, kemudian menunduk malu memikirkan tentang hal itu.

Apa dia akan menerimanya?
Apa dia mau untuk mengurusnya nanti?
Atau sebaliknya?, batin Jisi bersuara sembari memikirkan berbagai kemungkinan yang bakal terjadi.

Aven tersenyum, "kenapa diam, hm?" Katanya lagi.

Jisi semakin tidak yakin untuk mengatakan yang sebenarnya.
Tapi pikir Jisi, "dia harus bertanggung jawab untuk hal ini."

Jisi menenangkan pikirannya sejenak dan akhirnya dengan berani membuka suaranya.

"Ven, sebenarnya..." kata wanita itu, mengantung perkataannya.

"Ada apa hm? Kau sakit? Kenapa dengan wajahmu terlihat pucat sekali." Cemas Aven.

Jisi kaget dengan pertanyaan itu, ia benar-benar takut untuk mengatakan yang sebenarnya.

Aven membawa wanita itu ke pelukannya guna menenangkan diri Jisi.

"Rasanya nyaman sekali dan sepertinya Aven akan menerima dengan baik hal ini," batinnya kembali bersuara.

Semua pasti baik-baik saja, Dia pasti akan bertanggung jawab.

"Aven, aku...HAMIL!" ujar Jisi dengan penuh kesungguhan.

Aven menatap intens mata Jisi, kemudian tertawa hambar.

"Hey, ada apa denganmu? Apa kau bercanda?" ujarnya masih dengan tertawa.

"Ven, aku tidak bercanda!" Ucap Jisi tegas.

"Aku benar-benar hamil anak kamu, waktu itu setelah pulang dari acara ulang tahun Gina? Kamu ingatkan? Dan di hari-hari selanjutnya?" Jisi mencoba menjelaskan situasinya.

"Ehm, ya aku ingat." ujar Aven, datar.

Jisi menunggu perkataan Aven selanjutnya namun sudah beberapa menit berlalu keterdiaman keduanya lah jawabannya.

Demi mengakhiri kebungkaman keduanya Jisi mengeluarkan test pack yang memang sengaja dibawanya dari asrama dan memperlihatkan hal itu kepada Aven.

“Aku belum juga mendapat tamu bulanan, dan testpack ini jawabannya Ven. ” Jelas Jisi dengan mata berkaca-kaca

"Terus?”

“AVEN!” bentak Jisi dengan napas yang naik turun.

“Iya sayang?”

“Aku sedang tidak bercanda!” seru Jisi menatap tajam Aven.








TBC

Mengenang Luka (COMPLITED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang