21. Pernikahan Terindah

3.1K 654 36
                                    

Baru beberapa hari yang lalu gue membahas mengenai perasaan gue, yang sampai membawa nama Kak Dimas, lalu tiba-tiba secara ajaibn hari ini gue mendapatkan sebuah plot twist.

Kak Dimas hari ini menikah.

Dan tahukah kalian Kak Dimas menikah dengan siapa?

Mbak Fatim. Mbak Fatima Zahra. Kakaknya Renjun.

Seharusnya gue nggak perlu terkejut dengan kabar penikahannya Kak Dimas, sebab umurnya memang sudah cukup matang untuk menikah. Tahun ini Kak Dimas sudah memasuki usia 23 tahun. Beberapa bulan yang lalu dia baru saja menyelesaikan pendidikan sarjananya. Ya.. mungkin memang masih terlalu muda untuk umur rata-rata laki-laki menikah, tapi nyatanya Kak Dimas memang akan menikah pagi ini. Alih-alih terkejut karena Kak Dimas akan menikah, gue jauh lebih terkejut saat mendengar nama calon istrinya. Seperti yang sudah gue sebutkan tadi, calon istrinya Kak Dimas adalah Mbak Fatim.

Dua hari yang lalu, Kak Dimas datang ke rumah untuk bertemu Kakung dan Uti. Berbeda dengan biasanya saat Kak Dimas datang ke rumah hanya untuk berbincang santai dengan Kakung, kali ini Kak Dimas datang dengan niat baik untuk mengucapkan banyak terima kasih karena sejak kecil sudah diajarkan mengaji. Selain itu Kak Dimas juga mengabarkan berita baik itu kepada Kakung sekaligus berniat mengundang kami sekeluarga untuk hadir di akad nikahnya pagi ini.

Belum selesai keterkejutan gue soal berita pernikahan Kak Dimas ini, saat Kakung bercerita bahwa Kak Dimas dan Mbak Fatim ternyata sudah mulai ta'aruf-an sejak awal gue pindah ke sini. Itu artinya, sejak pertama kali pertemuan gue dengan Mbak Fatim pada kejadian motor macet itu, Mbak Fatim ternyata sedang menjalankan proses ta'aruf dengan Kak Dimas. Oh My God, ternyata selama ini gue mengagumi calon suami orang.

"Sudah siap, Nduk?" sapa Uti saat melihat gue baru keluar dari kamar.

Gue mengangguk. "Sampun, Uti."

Ngomong-ngomong gue sudah mulai bisa sedikit-sedikit berbicara dengan memakai Bahasa Jawa, meskipun masih memakai Bahasa Jawa yang kasar. Kalau untuk Bahasa Jawa yang halus gue baru bisa beberapa kata saja. Salah satu contohnya adalah yang gue sebutkan saat membalas pertanyaan Uti tadi.

"Ya sudah, ayo. Om Yusuf sudah nunggu di depan." ucap Uti. Gue pun segera mengekor di belakang Uti.

"Nggak patah hati kan, Sa?" bisik Arga sambil tertawa—yang menurut gue lebih mirip sebuah ejekan, saat kami sudah duduk di kursi penumpang paling belakang mobil milik Om Yusuf. 

"Nggak, lah. Gue tahu diri kali kalau Kak Dimas nggak bakal berjodoh sama gue." timpal gue.

Gue sudah bilang kan, kalau perasaan gue kepada Kak Dimas itu hanya sekedar rasa suka dan kagum saja. Gue mungkin sering bercanda dan mengatakan ingin memiliki jodoh seperti Kak Dimas, tapi sejujurnya gue sungkan untuk benar-benar membayangkan Kak Dimas menjadi jodoh gue karena itu terlihat sangat nggak mungkin. Jadi, gue memang benar-benar nggak patah hati. Tapi yang jelas kabar pernikahan Kak Dimas dan Mbak Fatim ini cukup mengejutkan buat gue.

Selang beberapa menit setelah semuanya naik, Om Yusuf langsung melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk menuju ke gedung pernikahannya yaitu Masjid Kampus UGM. 

Kami sampai di lokasi sekitar 20 menit kemudian, saat para tamu yang berdatangan sudah mulai banyak. Gue bahkan sudah melihat rombongan REMAS yang juga diundang, sudah berkumpul di depan Masjid bersiap untuk masuk.

"Eh, Mas Arga sama Risa." sapa Jeje saat melihat gue dan Arga berjalan ke arah mereka. Kami berdua memutuskan untuk bergabung dengan rombongan REMAS alih-alih ikut dengan Kakung.

Arga menerima ajakan salaman dari Jeje. "Masuk sekarang?" ajak Arga yang langsung diangguki oleh yang lain.

"Kamu bareng sama mereka aja, Sa." lanjut Arga sambil menunjuk ketiga perempuan yang lain dengan dagunya, yaitu Nayla, Sekar dan Riris. Gue mengangguk membalas ucapan Arga lalu ikut melangkah ke dalam masjid bersama yang lainnya.

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang