39. Pokoknya Salah Renjun!

2.2K 526 107
                                    

Sudah seminggu berlalu sejak kedatangan Papa ke Jogja dan sejak kejadian kecewanya Adel sama gue. Sejak saat itu juga rasanya gue sudah seperti lost contact sama Adel. Dia masih ada di daftar kontak, begitupun dengan nomor gue yang sepertinya masih dia simpan, karena gue sekali dua kali pernah melihat dia ada di daftar penonton story gue. Tapi ya gitu, nggak ada lagi interaksi, seolah-olah hubungan pertemanan kami cuma sebatas sesama penonton story saja.

Gue sudah berusaha sesekali membalas story-nya Adel, berharap mendapat balasan untuk sekadar membuka obrolan, tapi sampai saat ini nyatanya nggak pernah dibalas ataupun dibaca sama dia. Maka saat ini nggak ada yang bisa gue lakukan selain berusaha untuk membujuk Adel secara pelan-pelan, terus berusaha untuk bersikap baik sama dia, dan selalu mendoakannya.

Gue sudah bercerita perihal ini sama Mbak Upi, dan Mbak Upi bilang kalau hal-hal kayak gini memang sudah menjadi resikonya. Pelan-pelan saja dijelaskan sama Adel, jangan lupa juga untuk didoakan. Karena memang nggak semua orang bisa dengan mudah paham apa yang mau kita sampaikan. Yang penting jangan sampai putus hubungan, nggak baik kata Mbak Upi, itu sama saja memutus tali silaturahmi.

Di hari terakhir Papa di sini, gue pun akhirnya bercerita tentang kejadian ini. Itupun karena Papa menanyakan kemana perginya semua k-stuff dan printilan KPop yang biasa ada di kamar gue. Dari sana gue menceritakan semuanya sedetail-detailnya sampai gue bisa salah paham sama Adel.

Papa ini sama seperti bapak kebanyakan orang yang nggak paham sama korean waves, nggak paham letak kesalahannya di mana, karena yang beliau tahu kalau korean waves itu cuma sebatas genre lagu saja. Apalagi soal artis Kpop, Papa cuma tahu mantan calon mantunya doang. Huang Renjun, hehe.

Lagipula Papa nggak punya banyak waktu untuk mencari tahu perihal seperti ini. Karena sekalinya ada waktu luang pasti beliau habiskan bersama keluarga. Makanya waktu gue cerita tentang ini semua, Papa agak sulit memahami. Papa refleks bilang, "Kenapa masalah anak-anak muda zaman sekarang makin ribet ya? Papa sampai ngga paham."

Meskipun begitu, pada akhirnya Papa tetap memberikan nasihat yang sangat berguna untuk gue. Papa bilang kalau ini adalah salah satu ujian persahabatan antara gue sama Adel. Pasti akan ada masanya di mana salah satu dari kita berdua yang akan berubah dan nggak sama lagi, maka di sini yang namanya sahabat akan dibuktikan 'keasliannya'. Kalau benar-benar sahabat, seharusnya bisa mendukung apapun yang dilakukan sahabatnya selagi itu baik, nggak merugikan, dan yang jelas selagi itu nggak melanggar syariat. Kalau sahabat kita belum bisa memahami, maka tugas kita adalah memberikan pemahaman dengan cara paling baik. Bukan menjauh ataupun menghindar.

Maka dari sini gue tersadar, kalau antara gue dan Adel sebenarnya sama-sama salah. Solusi paling baik untuk saat ini adalah dengan kita berdua saling introspeksi diri dan bertemu kembali nanti di waktu yang tepat untuk menyelesaikan semuanya dengan keadaan yang lebih baik. Semoga.

Dan gue sudah memutuskan untuk saat ini lebih baik memfokuskan diri dalam menghadapi ujian beberapa hari lagi nanti. Ada hal-hal yang jauh lebih mendesak yang harus gue pikirkan untuk saat ini, dan gue nggak mau membebani diri sendiri dengan semua permasalahan ini. 

---

Gue sudah buru-buru membereskan alat tulis agar bisa segera pulang ke rumah dan bisa belajar untuk persiapan ujian hari Senin nanti. Sebelum akhirnya gue nggak sengaja mendengar percakapan Renjun sama teman sebangkunya.

"Maaf, aku nggak bisa Den kalau sekarang, udah ada janjian mau belajar bareng sama Jeje IPA 1 di rumahnya habis ini. Kalau besok gimana?" Begitu respon Renjun saat diajak oleh Raden untuk ikut main futsal sore ini di halaman sekolah.

"Sa, aku duluan ya?" ucap Nayla mengalihkan atensi gue dari percakapan Renjun dan Raden.

"Eh, iya Nay. Hati-hati yaa."

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang