56. Akad

3.4K 674 537
                                    

Author point of view.

Duduk di depan kaca, dirias, dan menggunakan pakaian pengantin adalah satu hal yang selama ini hanya mampu ia bayangkan. Risa bahkan tak pernah bermimpi sejauh ini, bahwa dia benar-benar akan menjadi seorang istri di usianya yang baru menginjak 22 tahun, ketika dia baru saja menyelesaikan pendidikan sarjananya. Lebih-lebih lagi untuk menjadi istri dari seorang Muhammad Renjun Alfansa, rasanya itu semua hanyalah mimpi. Tapi lihat sekarang, siapa yang pernah menyangka bahwa sosok yang dulu pernah dibencinya kini malah akan menjadi suaminya? Lebih dari itu, dulu Risa bahkan enggan untuk sekedar membayangkannya. Risa sungguh tidak menyukai laki-laki itu. Alih-alih dia, Risa lebih sering berkayal untuk menjadi istri Huang Renjun. Meskipun itu terdengar sangat mustahil.

Kini dia tertawa ketika mengingat kembali tentang kenangan masa lalu kala dia masih sangat membenci laki-laki ini. Laki-laki yang selalu dianggap merusak bayangannya tentang sosok Renjun lokal yang selalu diidam-idamkannya. Dan seperti kata pepatah bahwa benci itu bisa menjadi cinta, sekarang dia sudah benar-benar jatuh sejatuh-jatuhnya pada sosok yang pernah dibencinya, yaitu Muhammad Renjun Alfansa.

"Kenapa lo senyum-senyum sendiri gitu dah?" tegur Adel. Risa yang masih menahan senyumnya hanya membalas ucapan Adel dengan gelengan. 

"Senengnya yang mau nikah sama Renjun," goda Nayla.

Beberapa orang yang ada di sana langsung tertawa ketika melihat wajah Risa yang semakin memerah akibat menahan rasa salah tingkahnya. Apalagi ketika Mbak Lusi mulai meratakan blush on pada pipi tirusnya itu, pipinya Risa jadi semakin terlihat memerah.

Sejak pukul enam pagi tadi, ruangan berukuran 5 x 6 meter itu dipenuhi dengan atmosfer kebahagian. Ah, lebih tepatnya mungkin sudah sejak berhari-hari yang lalu dan kini adalah puncaknya. 

"Kalau terlalu tebal bilang ya, Sa?" ucapan Mbak Lusi langsung ditanggapi dengan anggukan oleh Risa.

Sesuai dengan permintaan Renjun supaya Risa tidak perlu berdandan terlalu heboh apalagi sampai menor karena ditakutkan nanti akan tabarruj, maka Tante Aisyah menyarankan Risa untuk meminta bantuan Mbak Lusi agar meriasnya pagi ini. Masih ingatkah kalian dengan Mbak Lusi? Betul, dia adalah kakak perempuannya Chandra.

Mbak Lusi bukanlah seorang make-up artist atau orang yang bekerja di bidang yang serupa, hanya saja katanya dia memang mempunyai ketertarikan dan kemampuan dalam dunia make-up. Tak jarang anak komplek perumahan yang mau wisuda atau ada acara tertentu selalu meminta tolong Mbak Lusi untuk merias. Di samping hasilnya yang selalu bagus, Mbak Lusi tidak pernah mematok harga tertentu untuk hasil kerjanya. Dia bahkan tak pernah menyebut apa yang dilakukannya ini sebagai sebuah pekerjaan. Alih-alih untuk bekerja, Mbak Lusi lebih nyaman menjadikannya sebagai media untuk healing.

Seperti Risa pagi ini, dia hanya meminta untuk dipakaikan make-up tipis supaya terlihat segar dan tidak pucat saja. "Kayak orang yang mau hangout aja mbak, atau yang kayak daily make-up gitu." pinta Risa pagi tadi. Selain karena permintaan Renjun, sejujurnya Risa pun juga tidak berniat untuk dandan seheboh pengantin perempuan pada umumnya, karena dia juga tidak terlalu suka pakai make-up yang terlalu tebal. 

"Udah selesai." ucap Mbak Lusi tampak bangga melihat hasil kerjanya. "Nggak terlalu tebal kan, ya?"

Risa tampak mematut dirinya di depan kaca sambil memeriksa hasil kerja Mbak Lusi dengan intens. "Nggak kok Mbak. Kataku ini pas, bagus banget lagi." ujarnya tersenyum puas.

"Iya. Tante juga suka hasilnya." Tante Aisyah pun turut mengamini ucapan Risa, pun dengan Adel dan Nayla. Dua orang yang bisa langsung akrab dalam semalam ini bahkan tampak ikut antusias melihat hasil make-up Mbak Lusi di wajah cantik Risa.

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang