2. Yogyakarta

5.9K 992 36
                                    

Sabtu, pukul 15.30 WIB.

Gue dan Papa baru saja sampai di  kota istimewa ini, Yogyakarta. Sekarang kita berada di Masjid Bandara dan baru saja selesai menunaikan sholat ashar. Iya, gue sholat, itu juga karena ada Papa.

Kepindahan gue ke Jogja hari ini diantar oleh Papa, padahal gue sudah bilang berkali-kali kalau gue bisa ke Jogja sendiri tanpa perlu diantar, tapi Papa yang memaksa mau mengantar. Katanya, sekalian mau bertemu Eyang Kakung sama Eyang Uti.

Fyi, Kakung Uti yang tinggal di Jogja ini adalah orang tua dari Mama gue. Jadi, mertuanya Papa gue. Kalau Kakek dan Nenek dari Papa, mereka semua ada dan tinggal di Jakarta.

Papa menitipkan gue di Jogja bukan tanpa alasan, sebab seperti yang pernah gue katakan kalau Kakung gue ini adalah seorang Ustadz, orang paling terpandang di desa. Papa percaya kalau Kakung bisa mendidik gue agar bisa jadi anak dengan kepribadian yang jauh lebih baik lagi, agar jadi anak yang sholehah. Selain itu, kalau di Jogja pergaulan gue pasti akan lebih terjaga karena kultur budaya di desanya Kakung yang masih cukup baik. Pun, Papa pikir kalau di sini akses fangirling-an gue juga akan terbatasi. Meskipun gue nggak pernah dimarahi karena menghabiskan banyak uang dan waktu untuk fangirling-an, tetap saja pasti Papa kurang begitu setuju dengan kebiasaan gue yang satu itu. 

Gue juga berpikir hal yang sama. Gue khawatir nggak bisa menemukan teman yang cocok, yang paham tentang kekoreaan juga. Atau setidaknya yang bisa gue ajak sharing soal kesukaan yang sama selama tinggal di sini. Padahal gue sudah bawa semua barang-barang gue, termasuk perintilan Kpop mulai dari polaroid sampe lightstick. Di manapun gue menetap, barang-barang itu nggak boleh jauh-jauh dari gue.

Selesai sholat ashar, gue dan Papa langsung memesan taksi online untuk menuju ke rumah Kakung sama Uti. Rumah mereka itu masih termasuk kota sebenarnya, jadi agak jauh lokasinya kalau dari Bandara baru yang sekarang berada di desa, kurang lebih menghabiskan waktu satu jam perjalanan. Nggak tahu nanti habis biaya seberapa banyak hanya untuk membayar taksi online.

Tepat pukul 16.45 kita sampai di rumah Kakung dan Uti. Suasananya di sini adem dan masih alami banget, udaranya juga bersih, jelas berbeda jauh dengan Jakarta.

"Assalamu'alaikum," Sambil menarik satu koper, gue langsung mengetuk pintu rumah Kakung dengan semangat.

Seminggu yang lalu, setelah gue mengatakan mau pindah ke Jogja, Papa langsung memberi kabar ke Kakung, katanya beliau sangat senang sampai mau ikut menjemput ke Bandara. Tapi karena kebetulan Kakung ada jadwal untuk mengisi kajian habis ashar di Masjid, jadi beliau nggak bisa menjemput. Keluarga besar lainnya sebenarnya juga sudah ada yang menawarkan untuk menjemput, tapi Papa tolak karena takut merepotkan. Lagi pula masih bisa pakai jasa taksi online kata Papa, jadi nggak perlu di jemput nggak apa-apa.

"Wa'alaikumussalam watahmatullahi wabarakatuh," Terdengar jawaban dan langkah kaki tergesa-gesa dari dalam yang bisa langsung gue kenali. Itu suara Uti. Beliau langsung membukakan pintu dan tersenyum di ambang pintu.

"Utiii, Risa kangen!" Gue langsung meluk Uti. Terakhir kali gue ke sini itu waktu liburan semester lalu, sudah lumayan lama.

"Uti juga kangen, Sayang. Ayo, masuk dulu." Uti mengajak kita masuk setelah Papa meraih tangan kanan Uti untuk salaman.

Mama adalah anak pertama di keluarga ini dan cuma punya satu adik laki-laki, Om Yusuf namanya. Om Yusuf juga sudah berkeluarga dan punya satu anak yang usinya setahun lebih tua dari gue. Keluarga Om Yusuf kebetulan juga tinggal tepat di sebelah rumah Kakung.

"Kakung masih di masjid ya, Uti?" tanya gue ke Uti yang sedang menyeduh teh untuk Papa dan gue.

"Iya. Sebentar lagi pulang." Uti baru saja menyelesaikan ucapannya saat terdengar ketukan dari pintu depan berbarengan dengan ucapan salam.

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang