36. Random Talk with Arga

2K 453 33
                                    

"Lo kenapa jadi temenan sama Kak Haris sih?" tanya gue sambil menebar pelet ikan di kolam belakang rumah Arga.

Yang ditanya sedang sibuk mengambil mangga di atas pohon, kebetulan ada beberapa yang sudah matang. Arga dan Lucas itu satu server, kalau ngambil mangga langsung manjat ke pohonnya, padahal ada galah yang bisa dipakai. The real definiton of  'kalau ada yang susah kenapa harus yang mudah'.

Setelah menjatuhkan beberapa mangga ke tanah, Arga segera meluncur turun dari atas pohon. Sudah profesional banget kayaknya dia manjat pohon. Besok-besok sekalian gue minta buat mengambilkan kelapa di pohon aja kali ya? Harus bisa dong, masa nggak bisa sih.

"Yaa terserah aku lah," jawabnya cuek.

"Ih, maksudku tuh kok bisa kenal? Pas OSPEK dulu perasaan nggak kenal deh." ujar gue masih menginterogasi Arga.

"Ambilin pisau di dapur dulu sana, nanti baru aku jawab." titah dia.

Gue mendengus sebal. "Dih, nyuruh."

"Mau nggak?"

Dengan segenap rasa penasaran—meskipun sebenarnya ogah—akhirnya gue memilih untuk berjalan ke dapur dan mengambilkan pisau untuk Yang (tidak) Mulia Arga.

"Nih," gue mengulurkan pisau itu kepada Arga. "Kok bisa kenal Kak Haris?" tanya gue sekali lagi.

"Ya ampun, nggak sabaran banget sih." Arga lekas mengupas mangga yang ada di tangannya sambil berucap, "Aku itu ternyata satu fakultas sama dia, satu kelas juga, gimana nggak kenal coba. Kalau waktu OSPEK dulu emang belum kenal." jelasnya.

Mata gue melotot dengan mulut menganga. "Hah?! Kak Haris anak Tambang juga?"

Sambil memasukkan potongan mangga ke mulutnya, Arga mengangguk. Kemudian mengupas sisi bagian lainnya dan menawarkan potongan yang cukup besar ke gue. Meskipun masih sedikit kaget dengan fakta itu, tapi dengan senang hati gue mengambilnya dan langsung gue lahap. Tenang, gue sudah cuci tangan sebelum berangkat mengambil pisau tadi.

"Emang kenapa?" tanya Arga.

"Padahal dia bilangnya mau masuk Teknik Informatika, kenapa jadi nyasar ke Tambang deh."

"Ya nggak tahu. Tanya aja ke orangnya. Lagian aku aja maunya masuk ke Teknik Elektro, tapi ternyata jodohnya masuk ke Pertambangan. Bisa aja dia kayak gitu."

Gue mengangguk setuju.

"Kamu jadi mau daftar kuliah di Korea?" tanya Arga mengalihkan topik pembicaraan.

"Pengennya sih gitu, doain aja."

"Kenapa kayak nggak yakin? Emangnya nggak boleh ya sama Om Malik?"

"Papa bilang boleh, kalau soal izin mah udah dapat dari kelas satu aku. Cuma aku nggak yakin bisa lolos ke Korea apa enggak, persaingannya kan ketat. Mana aku nggak pinter-pinter banget lagi." jelas gue.

"Ya makanya belajar. Apalagi bulan depan kamu itu udah mulai ujian dan tryout kan? Udahin dulu itu fangirling-an, fokusin dulu belajarnya. Kamu pikir kalau kamu nggak lolos PTN oppa-mu itu bakal ikut sedih apa? Nggak kan."

"Siapa yang fangirling-an? Orang udah berhenti juga." tukas gue.

"Masa?" ejek Arga.

"Serius." Gue melotot.

Arga cuma menggelengkan kepalanya. "Misal nih, MISALL, nggak lolos ke Korea... cadangannya mau kemana?"

"Nggak ada. Harus di Korea dengan Jurusan Bahasa Korea juga." tegas gue.

Seketika alis Arga menyatu. "Kenapa kamu ngebet banget harus kuliah di Korea sih? Kalau cuma Bahas Korea, bukannya di UGM sama UI kayaknya ada ya? Nggak mau ambil Indo aja? Atau kalau nggak yang di Indo bisa buat cadangan." saran Arga.

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang