54. Dream Launch

2.3K 558 63
                                    

Ada perasaan hangat yang saat ini langsung meyerbu ke hati, bahkan rasanya gue seperti sedang berada di puncak kebahagiaan. Ajakan ta'aruf dari seorang yang selama ini gue nantikan akhirnya benar-benar terjadi. Tapi ngga bisa gue pungkiri bahwa ada setitik rasa ragu di hati.

Gue akui kalau gue benar-benar menyayangi laki-laki ini, lebih dari itu gue memang mencintainya. Tanpa gue jelaskan pun sepertinya kalian semua juga tahu itu. Tapi gue nggak bisa dengan semudah itu untuk langsung berkata iya, tanpa pikir panjang terlebih dahulu pada perkara yang benar-benar serius seperti ini. Sekalipun itu adalah hal yang selama ini memang gue harapkan. Dan sekali lagi gue tegaskan, bahwa menikah bukan perkara yang main-main. Pernikahan itu ibadah terlama, ibadah sepanjang hidup. Bukan hanya pernikahannya, bahkan proses untuk menuju ke pernikahnnya juga sakral, semuanya nggak bisa dilakukan dengan main-main.

Apalagi untuk gue yang masih harus mati-matian mencerna semua hal yang serba mendadak ini. Tentang Renjun yang ternyata selama ini belum menikah. Tentang Renjun yang tiba-tiba jauh-jauh datang dari Kairo ke Seoul untuk mengajak gue ta'aruf. Dan tentang Renjun yang tanpa disangka-sangka selama tiga tahun kebelakang ini, tahu mengenai semua yang terjadi pada gue.

Iya, gue tahu kalau gue bodoh karena sudah menyimpulkan semuanya sendiri tanpa bertanya terlebih dahulu. Gue melakukan semua itu juga demi kebaikan gue sendiri. Ketika gue mengetahui semua faktanya, kemungkinannya cuma akan ada dua, bahagia atau kecewa. Dan gue mati-matian menghindari kemungkinan yang kedua. Maka daripada gue kecewa, gue lebih baik memilih untuk nggak tahu sama sekali dan bersikap bodoh.

Belum sempat menanggapi ajakan Renjun, dari arah belakang Ibu datang menghampiri kami berdua. "Maaf, ini teh Ibu boleh bergabung?" tanya beliau ramah.

Kami berdua menggangguk. "Boleh, Bu. Silahkan." ujar Renjun.

"Kalian tahu ngga kalau Abah dari tadi ngga di dapur, Abah ada di belakang meja kasir untuk mengawasi kalian berdua." ucap Ibu sambil menunjuk ke arah Abah yang saat ini tengah melayani pembeli, di meja kasir yang berjarak kurang lebih sepuluh meter dari tempat duduk kami. Gue menoleh ke belakang dan agak terkejut melihat Abah ada di sana. Karena gue sama sekali ngga menyadari eksistensi Abah sejak tadi. Gue pikir Abah ada di dapur sama Ibu.

"Ibu tahu kalian berdua saat ini sedang membicarakan hal yang serius, tapi perlu diingat kalau kalian berdua juga seharusnya tetap menjaga batasan. Mau bagaimanapun kalian ini bukan mahram. Mungkin kalau pengunjung yang melihatnya mereka akan biasa saja karena mereka nggak paham yang seperti itu. Tapi bagaimana kalau yang melihat itu pengurus masjid? Atau karyawan di sini? Terlebih lagi ada Allah Yang Maha Melihat." tegur Ibu sehalus mungkin.

Gue dan Renjun seketika beristighfar. Benar dengan yang dikatakan Ibu, karena terlalu fokus dengan topik perbincangan, gue dan Renjun sampai mengabaikan batasan-batasan yang seharusnya tetap di jaga.

"Astaghfirullah, Renjun minta maaf ya, Bu. Saking pusingnya Renjun sampai lalai dan dari tadi malah duduk berduaan sama Risa kayak gini. Seharusnya tadi Renjun minta Abah atau Ibu untuk menemani. Sekali lagi Renjun minta maaf Bu, Renjun khilaf." ujar Renjun.

Sebenarnya sudah sejak tadi gue pun berpikir kenapa Renjun mau-mau saja duduk berduaan dengan gue. Padahal sewaktu SMA dulu, Renjun enggan sekali berduaan dengan yang bukan mahram kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak.

"Iya. Nggak apa-apa, Ibu paham kok. Ibu dan Abah juga salah karena lalai membiarkan kalian berduaan. Dan lagi, kalian jangan minta maaf ke Ibu, minta maafnya ke Allah."

Lagi-lagi gue dan Renjun hanya mengangguk.

"Ya sudah, to the point saja. Ibu sebenarnya sudah tahu maksud dan tujuan kamu ke sini untuk apa Renjun. Dan karena saat ini, di sini, Abah dan Ibu itu adalah wali-nya Risa, Ibu minta ke kamu untuk menyampaikan maksud dan tujuan kamu dengan cara yang lebih baik lagi." tutur Ibu panjang lebar.

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang