55. Dreams Come True

2.7K 548 181
                                    

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk gue meminta izin dan doa restu kepada Papa, Kakung, dan Uti. Kurang dari tiga hari gue bahkan bisa mengantongi izin dari ketiganya untuk menerima ajakan ta'aruf dari Renjun. 

Dan kalian tahu betapa julidnya Arga saat mengetahui gue diajak ta'aruf sama Renjun? Nggak usah ditanya lagi. Gue hanya tertawa saat dia dengan muka masamnya bilang, "Kok kamu ta'aruf duluan, heh?! Harusnya aku dulu!" 

Nggak. Bukannya Arga melarang dan nggak menyetujui gue untuk menikah terlebih dahulu. Gue tahu Arga itu orangnya seperti apa, dan gue sudah menganggap kalau sikapnya yang seperti itu adalah bentuk love language-nya Arga ke gue.

Tiga hari setelah pertemuan singkat gue dan Renjun di restoran Abah waktu itu, gue akhirnya memberikan jawabannya secara langsung saat dia datang ke restoran dan hendak pamit ke Abah dan Ibu untuk pulang ke Indonesia. Tentunya nggak dengan mengobrol berdua doang, kali ini gue ditemani oleh Abah dan Ibu. Sejak awal Renjun memang berniat untuk ada di Seoul selama tiga hari saja, katanya sekalian liburan. Dan selama itu juga gue hanya bertemu dengan dia dua kali, selepas dia mengisi kajian waktu itu dan sebelum dia pulang beberapa hari yang lalu.

Hari setelah Papa ngobrol panjang lebar dengan Renjun melalui telepon, akhirnya proses ta'aruf gue dan Renjun pun dilaksanakan. Meskipun gue dan dia bisa dibilang adalah teman lama dan sudah cukup saling mengenal, tapi kita nggak pernah sedekat itu juga. Kami berdua mulai bertukar proposal ta'aruf via online, dengan Umi sebagai perantaranya. Iya, Uminya Renjun. Mau bagaimana lagi, gue harus tetap berada di Seoul untuk mengikuti wisuda yang akan dilaksanakan dua bulan lagi. Sedangkan Renjun untuk saat ini dia sudah ada di Jogja.

Nggak bisa dipungkiri bahwa gue juga merasa khawatir dengan proses ta'aruf ini, karena ini yang pertama kalinya untuk gue. Apalagi mengingat bahwa Renjun pernah gagal dalam ta'aruf-nya, rasa takut dan khawatir itu semakin memuncak. Meskipun pikiran gue dipenuhi oleh rasa khawatir dan takut akan kegagalan, tapi gue harus tetap yakin dan mengembalikan semuanya hanya kepada Yang Maha Kuasa.

Ternyata benar, seharusnya kita memang nggak boleh meletakkan rasa cinta dan sayang kepada laki-laki yang bukan mahram sebelum pernikahan. Selain sia-sia dan jatuhnya bisa menyebabkan zina hati dan pikiran, kalau saja nantinya nggak berjodoh kita juga akan merasakan yang namanya kecewa.

Maka dari itu gue harus meluruskan kembali niat untuk ta'aruf ini, lagi-lagi semua ini hanya untuk beribadah kepada Allah, untuk menyempurnakan setengah agama. Perkara jodoh atau nggak, itu sudah diatur oleh Allah dan gue nggak bisa mengubahnya. Jadi, gue harus bisa ikhlas dengan apapun hasilnya nanti.

---

"Wah bener-bener ya, lo??" pekik gue setelah mendengar penuturan Adel. Sedangkan orangnya di seberang sana sampai tertawa terpingkal-pingkal saking puasnya.

Sehari setelah memberikan jawaban ke Renjun, gue memutuskan untuk menghubungi Adel lewat panggilan video. Gue memutuskan untuk menceritakan kepada Adel tentang semuanya. Karena sejauh ini gue memang belum menceritakan apapun kepada Adel. Termasuk tentang pertemuan gue dan Renjun empat hari yang lalu.

Hal mengejutkan yang pertama kali gue dapatkan dari Adel saat panggilan video ini tersambung adalah sorakan, "Cie.. diajak ta'aruf ya, lo?". Masalahnya gue belum menceritakan secuilpun berita ta'aruf ini kepada dia, tapi kenapa dia bisa tahu?

Usut punya usut ternyata semua hal yang bisa sampai membuat gue terkejut beberapa hari ini sumbernya memang dari Adel. Gue melupakan satu fakta bahwa Adel dan Jeje adalah teman satu kampus dan satu organisasi. Bahkan Adel pernah bilang kalau dia dan Jeje sudah mengenal satu sama lain meskipun tidak terlalu dekat.

Empat tahun yang lalu, hari di mana gue pertama kali menginjakkan kaki di Korea Selatan, dan hari di mana gue bertemu dengan Adel sekaligus menceritakan semuanya kepada Adel. Waktu itu Adel pernah bercanda dan mengancam katanya dia bakal tanya ke Jeje kalau gue nggak mau jujur tentang perasaan gue kepada Renjun. Gue nggak pernah berpikir kalau Adel benar-benar akan merealisasikan ucapannya. Entah karena gabut atau kenapa, Adel benar-benar menanyakan soal kepastian statusnya Renjun kepada Jeje lewat chat. Kurang lebih seperti ini,

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang