45. Faded in My Last Song

2.1K 502 76
                                    

Beberapa bulan kemudian ...

"Gimana hasilnya?" tanya Arga yang baru saja kembali dari arah dapur dengan membawa segelas jus mangga dan sebungkus camilan di tangannya.

"Belum aku buka, takut."

"LAH?! Udah lebih dari waktu pengumumannya, buka aja."

"Ngga berani.." ucap gue sambil menggigit ujung kuku berkali-kali.

Setelah beberapa minggu melewati berbagai drama pendaftaran, akhirnya hari yang gue tunggu tiba juga, hari pengumuman seleksi penerimaan mahasiswa di Korea Selatan. Gue sudah menunggu hasil pengumuman ini sejak tadi pagi. Meskipun sudah tahu pukul berapa pastinya hasil pengumuman akan diupload, tapi tetap saja berkali-kali gue bolak-balik memeriksa laman situs kampus guna memastikan ataupun sekedar menghilangkan rasa cemas gue. Namun, saat tiba waktunya pengumuman, gue malah takut untuk membukanya.

"Terus mau gimana?"

"Kamu yang buka aja, ya? Nanti kasih tahu aku hasilnya, hehe."

"Yakin nih?"

"Iya."

Arga menggeser posisi laptop yang semula berada di depan gue. Tangannya mulai mengetikkan nomor pendaftaran dan password yang sudah gue tuliskan di secarik kertas guna melihat hasil pengumuman penerimaan mahasiswa. Sedangkan gue lebih memilih untuk menutup telinga dan duduk dengan posisi memunggungi Arga. Agak aneh sebab hasil pengumumannya kan berupa tulisan, bukan suara, jadi kenapa juga gue harus tutup telinga? Tapi sejujurnya gue memang belum siap untuk melihat hasilnya. Lebih tepatnya gue belum siap dengan segala kemungkinan buruknya.

"Sa.."

"Risa.." panggil Arga sekali lagi. Arga menoleh dan menepuk pelan bahu gue karena gue nggak mendengar panggilannya.

Gue menoleh dan langsung mendapati raut muka cemas di wajah Arga. Ah, sudah gue duga. "Merah ya, Ga?"

"Sa.."

"Haha nggak pa-pa, Ga." ucap gue berusaha sebisa mungkin untuk tetap tersenyum meskipun hati gue sekarang rasanya sudah hancur berkeping-keping.

Mata gue menatap nanar ke arah layar laptop yang menampilkan hasil pengumuman yang menyatakan bahwa gue ngga lolos ke jurusan dan universitas tujuan gue.

Gue mendongakkan kepala guna menahan air mata yang mencoba jatuh di pipi. Rasanya gue mau marah, gue mau kecewa. Berminggu-minggu gue sudah dibantu Arga, sibuk kesana-sini cuma untuk mengurus berkas dan syarat-syarat pendaftarannya, yang gue yakini bahwa gue bisa lolos. Bahkan mirisnya, bertahun-tahun gue giat belajar bahasa Korea demi bisa kuliah di jurusan impian gue, tapi ini yang gue dapat? Gue sudah mati-matian mempersiapkan semuanya, membangun rencana gue sesempurna mungkin, dan ternyata hari ini semuanya hancur.

Gue sudah mengorbankan banyak hal demi bisa sampai ke titik ini, waktu, uang, bahkan gue melewatkan kesempatan untuk mendaftarkan diri di universitas di Indonesia lewat jalur SBMPTN dan Ujian Mandiri. Di saat teman-teman gue yang lainnya bahkan sudah memulai perkuliahan mereka, memulai menyusun target masa depannya, tapi di sini gue masih berjuang dan gagal sendirian. Gue bodoh, ya? Kayaknya ucapan orang-orang yang bilang kalau mimpi gue ketinggian itu bener deh, haha.

"Sa—"

"Arga, Papa bakal kecewa nggak, ya? Kakung? Uti? Lo kecewa nggak sama gue? Lo udah capek-capek bantuin gue, tapi hasilnya? Hahaha." ucap gue tertawa miris.

"Sa—"

"Gue malu, Ga. Gue udah mati-matian ngejar ini semua, bahkan banyak orang yang udah berekspektasi tinggi sama impian gue, termasuk gue sendiri, tapi hasilnya bahkan nggak sesuai sama ekspektasi gue."

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang