33. Bye My First

2.3K 522 53
                                    

"Emang kamu kapan terakhir kali ke sawah?"

Gue berpikir sejenak. "Hmmm... nggak tahu, lupa. Selama tinggal di sini aku nggak pernah main ke sawah, cuma lewat doang."

Gue duduk di tubir sungai samping petak sawah. Sungainya masih jernih, tak jarang airnya dimanfaatkan para petani untuk menjadi media irigasi sawah. Bahkan, dari posisi duduk gue saat ini, gue bisa melihat dengan jelas ikan-ikan kecil yang saling berlomba-lomba berenang. Apa ya nama ikannya? Kecil, tapi ngga secantik ikan cupang.

Lalu Arga tertawa. "Kasihan banget, hahaha. Di kota nggak pernah ke sawah, udah di sini masih nggak pernah ke sawah juga. Padahal main ke alam, meskipun sesederhana sawah doang, bisa menjernihkan pikiran tau." jelas Arga.

"Iya, tahu. Tapi mohon maaf ya, Bapak, saya kan sibuk jadi nggak sempat buat main."

Seperti biasa, Arga selalu terlihat menyepelekan setiap ucapan gue. "Halah.. sok sibuk doang, masih SMA juga."

"Sombongnya.. yang udah jadi mahasisa." tukas gue.

"Mahasiswa, pinter!"

"Kalau buat kamu itu mahaSISA, kalau orang lain baru disebutnya mahasiswa." ujar gue terkekeh, sambil menekankan pengucapan kata 'sisa'.

"Terserah deh, terserah anak SMA aja." ucap Arga mengalah, sambil melemparkan kail pancingnya yang sudah dipasangi umpan.

"Lo tuh makin dewasa malah makin tengil, ya?"

Arga terseyum licik menanggapi ucapan gue. "Because my special skill is tengil."

"Kung, Arga dulu waktu kecil lupa di aqiqa,h ya?" teriak gue kepada Kakung.

"Kalian semua alhamdulilah sudah di aqiqah, di sini semua malahan. Memangnya kenapa, Nduk?" jawab Kakung dari seberang sana. Kakung duduk dengan pancingnya di tubir sungai seberang.

"Akhlaknya Arga agak minus soalnya, Kung!" ujar gue sambil cengengesan. Kakung di seberang sana pun langsung ikut terkekeh.

"Apa loh hubungannya akhlak sama belum di aqiqah? Aneh." tukas Arga.

"Hubungannya, ya?" gumam gue. "Hubungannya tuh.. kayak aku sama Huang Renjun—"

"Nggak ada hubungannya." sela Arga sebelum gue sempat menyelesaikan kalimat.

"Ih.. benerrr. Kok kisah cintaku menyedihkan banget, ya?" ucap gue sambil menyender ke pohon ketepeng di belakang, dan kepala menengadah ke langit seolah-olah sedang meratapi nasib. Lalu kedua tangan gue sibuk menyobek-nyobek daun ketepeng kering yang berjatuhan. Entah apa faedahnya.

"Emang. Mana jatuh cinta sama yang virtual lagi," Sindir Arga.

Gue mendengus sebal. "Nggak usah diperjelas juga bisa kan akhi??"

Bukannya menjawab, Arga malah terkekeh. Setelahnya gue dan Arga kembali terdiam. Arga sibuk dengan kail dan pancingnya, sedangkan gue sibuk dengan pikiran gue sendiri.

Karena bosan menunggu Arga dan Kakung memancing, gue mengambil ponsel yang ada di saku cardigan, hendak menunggu sambil bermain ponsel. Tapi urung saat melihat notifikasi di layar ponsel ini.

Ah, pesan ini lagi. Sudah lebih dari dua hari pesan-pesan singkat dari Adel nggak pernah gue balas. Bukannya gue malas untuk bertukar pesan dengan dia, tapi gue malas membaca kabar berita yang dia bawa. Apalagi kalau bukan soal Renjun dan NCT Dream?

Ada dua hal yang harus gue hindari untuk saat ini, yaitu Adel dan media sosial. Keduanya akan sangat berbahaya untuk keberlangsungan proses move on gue. Nggak peduli soal Adel yang akan ngamuk-ngamuk karena pesannya nggak gue balas. Yang jelas gue cuma mau menjauhkan diri dari Huang Renjun untuk saat ini. Entah sudah berapa puluh pesan soal informasi comeback yang dia kirimkan kepada gue dan berujung tetap gue abaikan meskipun gue sangat ingin membukanya. Telponnya juga nggak pernah gue angkat. Gue belum siap karena semuanya serba mendadak. Gue masih nggak tahu bagaimana caranya gue akan menjelaskan semua ini kepada Adel.

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang