13. Sebuah Tragedi

2.8K 627 34
                                    

"WAH, NGGAK BISA DIBIARIN. BAPAK RENJUN KAMU INI SOLIMI SEKALI!!" ucap gue sambil berteriak heboh di kelas.

Siang ini gue memutuskan untuk nggak ke kantin karena terlalu malas, pun juga karena belum lapar. Gue lebih memilih untuk menghabiskan jam istirahat kedua ini untuk berdiam diri di kelas sambil heboh fangirling-an.

Kebetulan di kelas sedang sepi. Hanya ada beberapa orang yang memilih untuk makan bekalnya di kelas serta laki-laki menyebalkan di sebelah gue yang sejak tadi sedang sibuk membaca buku. Nggak ada yang peduli dengan kehebohan-kehebohan yang gue buat, kecuali pria di sebelah gue ini. Dia berkali-kali menoleh dan mendengus karena mungkin merasa terganggu, sedangkan gue tetap nggak peduli.

"Ya Allah.. Risa, kamu berisik banget. Aku jadi nggak fokus mau baca buku."

"Ya bodo. Udah tahu jam istirahat tapi masih juga baca buku. Lo tahu artinya istirahat nggak sih?" tukas gue.

Dia nggak menjawab pertanyaan gue dan langsung berusaha untuk fokus kembali kepada buku yang dibacanya. Gue nggak tahu dia membaca buku apa. Tapi sepertinya dia memang suka membaca buku karena gue sering melihat dia bergonta-ganti membaca buku dari satu judul ke judul lainnya. Yang jelas setahu gue itu bukanlah sebuah novel.

"AAAA INJUN 可愛!!" 

"AAAA RENJUN NEOMU KIYOWO!! 

Gue kembali berteriak heboh saat melihat salah satu cuplikan foto lucu Renjun di timeline. Gue bahkan sampai nggak peduli dengan tatapan mata heran dari teman-teman sekelas karena gue menggunakan bahasa yang bercampur-campur. Huang Renjun sudah mengalihkan dunia gue.

"Risa! Kamu kalau mau ngebucin, tolong.. jangan pakai namaku bisa? Geli!" tukas Renjun pada akhirnya. Dilihat dari raut wajahnya, sepertinya dia sudah sangat emosi.

Gue melengos. "Apaan sih? Bukan Renjun lo yang gue maksud. Lo aja dah yang ganti nama."

"Terserah deh. Atau kalau kamu mau teriak-teriak tolong jauh-jauh dari sini. Aku tahu maksud kamu bukan buat aku, tapi kalau orang lain salah sangka kan jadi bahaya, Risa. Nggak enak juga didengar." jelas Renjun.

"Enakin aja." jawab gue singkat seolah nggak peduli dengan ucapannya, yang sialnya langsung dibalas dengan tatapan tajam oleh dia.

"Astaghfirullahaladzim." Renjun sejenak mengelus dadanya, memejamkan matanya sambil menarik napas dalam lalu melanjutkan kembali kegiatan membaca bukunya seolah-olah nggak peduli dengan gue.

Gue jadi penasaran sebenarnya dia sedang membaca buku apa sampai-sampai sebegitu fokusnya. Rasa penasaran gue akhirnya membawa gue untuk bertanya kepada si pemilik buku ini. "Emang lo baca buku apa, sih? Kayak yang penting aja."

Renjun nggak menjawab pertanyaan gue. Arah matanya bahkan sama sekali nggak beralih dari buku itu. Rasanya gue seperti dikacangi.

"Budeg, ya?" sambung gue.

Dia masih fokus kepada bukunya, tapi akhirnya menjawab dengan satu kalimat singkat. "Kepo."

"Dih?" tukas gue nggak terima dengan jawabannya. Memang ya, orang kalau sudah sekali menyebalkan akan tetap menyebalkan. Seperti si Renjun ini contohnya.

"Aku jawab pun kamu mana ngerti buku kayak gini," Dia menutup bukunya untuk menunjukkan judul buku yang sedang dibacanya. Buku yang lumayan tebal itu judulnya ditulis dengan menggunakan tulisan arab gundul yang sama sekali enggak gue pahami. "Ngerti?" lanjutnya.

"Nggak, hehe. Basa-basi doang tadi." jawab gue.

Untuk sepersekian detik gue bahkan masih nyengir lebar, benar kata dia kalau gue nggak akan mengerti. Renjun menggelengkan kepalanya karena heran, lalu melanjutkan acara membaca bukunya tanpa mempedulikan gue yang kembali sibuk dengan kegiatan gue sendiri.

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang