46. Hujan dan Mati Listrik

2K 490 46
                                    

Menjalani kehidupan sebagai orang yang menyandang status 'gap year'  ternyata ngga semudah seperti yang gue bayangkan. Apalagi dengan kondisi gue yang memilih gap year karena gagal diterima di jurusan impian gue. Banyak pihak yang menyayangkan pilihan yang gue ambil, bahkan tak sedikit yang menyalahkan.

"Lu sih ngeyel, dibilang ambil univ dalam negeri aja."

"Harusnya kemarin kamu ambil cadangan di univ dalam negeri, Sa."

"Kayaknya emang ketinggian sih ngambil jurusan Bahasa Korea di Korea Selatan."

Dan masih banyak lagi ucapan dari orang-orang yang seketika membuat gue jadi ragu untuk mengulang lagi tahun depan. Tapi gue bersyukur, di antara banyaknya kalimat yang bisa membuat down, gue masih punya orang-orang yang sayang sama gue, yang masih mendukung gue. Ada Papa, keluarga, dan teman-teman.

"Siapa yang bilang kalau Papa kecewa sama Risa? Papa tetap bangga sama kamu. Meskipun Papa jauh dari kamu, tapi Papa tahu seberapa keras dan gigihnya kamu berjuang, Sayang. Papa tahu betapa pusingnya kamu belajar bahasa Korea demi bisa masuk ke jurusan itu. Papa tahu seberapa besar usaha kamu memperbaiki nilai raport sejak kelas sebelas. Papa tahu, dan Papa sama sekali nggak kecewa, Sayang."

"It's ok, Risa mungkin belum berhasil kali ini, makanya di kesempatan selanjutnya dicoba lagi, ya? Jangan karena gagal sekali ini saja terus langsung menyerah."

"Papa jadi ingat, dulu kamu suka ngasih tahu Papa quotes-quotesnya Renjun kalau Papa lagi capek sama pekerjaan atau apapun itu. Sampai saat ini Papa masih ingat loh satu quotesnya dia yang bilang kayak gini, 'Dalam hidup, ada rasa manis dan juga pahit. Terkadang kita harus merasakan rasa pahit untuk benar-benar menikmati rasa manis ketika datang kepada kita'. That's it! Nikmati dulu pahitnya sekarang, nanti kalau sudah tiba masa-masa manisnya, pasti bakal terasa lebih indah. Semangat ya, Sayang! Apapun hasilnya, Papa tetap bangga sama kamu."

Saat itu gue langsung terharu sekaligus terkekeh, bisa-bisanya Papa masih mengingat dengan jelas quotes-nya Renjun yang gue bacakan secara asal dari google. Terlepas dari itu, gue sedikit lega karena Papa nggak merasa kecewa dengan hasil yang gue dapat. Entahlah, atau mungkin Papa kecewa tapi nggak mau menampakannya di depan gue, gue juga nggak tahu. Tapi untuk saat ini, setidaknya gue bisa merasa sedikit lega.

It's okay. Gue sudah bisa menerima dengan lapang dada hasil yang gue dapatkan. Mungkin memang belum sekarang rezekinya, dan gue akan mencoba lagi tahun depan. Bismillah, wish me luck, guys!

"Nduk? Ini ada paket." ucap Uti membuyarkan lamunan gue. Ini sudah hari ketiga sejak pengumuman kelolosan universitas, dan gue masih belum tahu harus melakukan apa.

"Eh? Dari siapa, Ti?" Gue menerima uluran paket dari Uti. Ukurannya cukup besar, hampir sama seperti kardus mie instan.

"Uti ndak tahu, tapi kata kurirnya ini kiriman dari Jepang. Kamu punya teman orang Jepang?"

Lucas. Seketika nama itu yang langsung terlintas dibenak gue. Karena cuma dia kenalan gue yang tinggal di Jepang saat ini. Tapi Lucas nggak bilang kalau mau kirim paket, bahkan terakhir kali gue chatting-an sama dia itu pas kelulusan, itupun karena Lucas mengucapkan selamat. Selebihnya dia nggak bilang apa-apa lagi, apalagi untuk mengatakan kalau mau mengirimkan paket. 

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang