𝗼𝗻𝗲 | [𝗻𝗮𝗺𝗲] 𝗴𝗿𝗶𝘀𝘄𝗮𝗹𝗱

7.1K 572 60
                                    

"[Name]! Dimana, kau?! Cepat kemari!" sentak Gricelda—ibu [Name].

[Name] berlari menuruni anak tangga. Berusaha secepat mungkin sampai di hadapan ibunya. "Ada apa, Mum?"

"Dari mana saja, kau?! Cepat bersihkan piring-piring dan meja ini! Jangan sampai ada yang tertinggal, ataupun pecah!"

"Tapi Mum—kenapa kau tak menyuruh Muze? Dia kan peri rumah ini, harusnya itu menjadi tugasnya. Lagipula, aku belum menyelesaikan pekerjaan ku di atas. Tadi, kan, Mum menyuruhku untuk membereskannya," ujar [Name] dengan hembusan nafas lelah.

Gricelda menatap anak perempuannya dengan tajam. "Kamu ini! Tugas Muze sudah banyak! Sekarang cepat kau kerjakan, atau kau tidak boleh keluar kamar selama satu minggu!"

"Mum aku—"

"Dua minggu!"

"Astaga astaga, baiklah!"

Setelah itu, Gricelda pergi masuk ke kamarnya, entah apa yang ia lakukan disana.

[Name] membereskan piring-piring dan meja seperti yang diperintahkan ibunya tadi.

Lelah? Tentu saja lelah. Ini bukan pertama kali ia disuruh-suruh oleh ibunya sendiri. Setiap hari [Name] diperlakukan seperti ini oleh Gricelda. Semenjak kematian Agressor—ayah [Name], sifat keras Gricelda semakin jelas terlihat.

"Astaga, [Name]? Apa yang kau lakukan dengan piring-piring itu? Dimana Muze?" ujar seorang wanita paruh baya dari arah pintu masuk.

[Name] menoleh. "Ma!" pekik [Name] senang. Itu Andora, neneknya [Name], ibu Agressor.

[Name] berlari senang menghambur kedalam pelukan Andora. Wanita itu mengelus lembut surai coklat milik [Name], kemudian mengecup singkat kening gadis itu.

"Apa yang kau lakukan dengan piring-piring itu? Ibumu yang menyuruhmu, kan?" tebak Andora yang seratus persen benar.

[Name] mengangguk kecil. "Ya—"

"Ma? Sedang apa disini?" potong Gricelda.

"Aku merindukan cucu perempuan ku yang manis ini, tentu saja," ujar Andora seraya mencubit pelan pipi [Name].

[Name] terkekeh kecil. Jujur saja, [Name] sangat senang memiliki nenek hebat seperti Andora. Bukan hanya hebat, Andora juga sangat baik dan penyayang. Ia tidak pernah menyuruh, bahkan memarahi [Name] sekalipun. Sangat berbeda dengan Gricelda.

Namun biarpun begitu, tentu saja [Name] sayang dengan ibunya. Walaupun Gricelda sangat keras, tapi [Name] yakin kalau ia masih memiliki rasa kasih sayang, walaupun cara menunjukannya berbeda. Kalau ia tidak sayang dengan [Name] mungkin [Name] tidak akan diterima di rumah ini.

***

"[Name]! Makan malam sudah siap, cepat kemari!" pekik Gricelda dari bawah.

"Coming, Mum!"

Andora berdehem pelan. "Aku dengar, kau jadi mendaftarkan [Name] di Hogwarts, Grice?" tanya Andora memulai percakapan.

Gricelda terbatuk-batuk, tersedak saat berusaha menelan makanannya. Karena sebenarnya Gricelda belum memberitahukan [Name] masalah ini.

Mata [Name] berbinar. "Benarkah, Mum?! Kau akhirnya setuju aku bersekolah disana?!" pekiknya senang. Karena dari dulu, ibunya lebih memilih untuk memasukkan [Name] ke Ilvermorny, atau bahkan Beauxbatons.

"Ya. Kurasa, kau lebih baik sekolah disana. Lagipula, itu permintaan ayahmu," jelas Gricelda.

[Name] tersenyum senang. Ia bangkit dari kursinya dan berlari memeluk Gricelda. "Trims Mum."

Tubuh Gricelda membeku seketika. Gricelda tidak mau mengakui bahwa ia senang [Name] memeluknya. Wanita itu tersenyum tipis, sangat tipis, tanpa sadar, air matanya jatuh membasahi kedua pipinya.

Gricelda membalas pelukkan [Name] dengan ragu, kemudian mengelus lembut surai coklat milik anak perempuannya. "Cepat habiskan makan malam mu, dan pergi tidur," ucap Gricelda kemudian bangkit dan masuk ke kamarnya.

[Name] memandang tubuh Gricelda yang berjalan menjauh dengan tatapan bingung. "Mum kenapa?" tanyanya pada Andora.

Andora tersenyum manis. "Ibumu baik-baik saja, sekarang habiskan makan malam mu."

"Ma malam ini tidur denganku, ya? Kumohon," ujar [Name] dengan mata melasnya.

"Astaga, baiklah baiklah."

Usai menyelesaikan makan malam, [Name] dan Andora berbincang-bincang di dalam kamar mengenai pengalaman Andora selama bersekolah di Hogwarts dulu.

"Ma dulu masuk asrama apa?"

"Gryffindor, tentu saja. Ma, kan, pemberani," ujar Andora seraya berlagak memamerkan otot-ototnya.

[Name] terkekeh melihat kelakuan neneknya. "Kalau dad, dulu masuk asrama apa?"

"Ayahmu dulu masuk Slytherin, sama seperti kakekmu."

"Apa menyenangkan sekolah disana, Nek?"

"Tentu saja! Bahkan lebih menyenangkan daripada bersekolah di Ilvermorny," ujar Andora sedikit berbisik. Takut kalau Gricelda menguping pembicaraan mereka.

[Name] lagi-lagi terkekeh. Andora sangat senang menggoda Gricelda hingga kesal.

"Oh ya, [Name]." Andora meraih sesuatu didalam tas nya. Mengambil sebuah kotak hitam kecil. "Aku ingin kau memiliki ini," ujar Andora.

Dahi [Name] berkerut. "Apa itu?"

"Bukalah."

[Name] membuka kotak itu. Menampakkan sebuah gelang yang tidak biasa.

 Menampakkan sebuah gelang yang tidak biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Untuk apa ini?" tanya [Name] lagi.

"Pakai saja. Kau akan tahu saat sudah waktunya."

"Astaga, tidak bisa kah kau langsung memberitahuku?"

"[Name], cepat tidur! Ini sudah malam, kecilkan suaramu!" sentak Gricelda dari luar.

[Name] meringis kecil. "Baik, Mum, sori!"

***

Pertama kali bikin fanfic :'

Semoga kalian suka, ya! Maaf kalau ada kata-kata yang typo atau ga enak dibaca hehe.

Alur cerita ini gak 100% sama kayak film/buku nya ya ...

Hope y'all guys like it

Thankyouuuu 💗

── 𝐀𝐌𝐄𝐑𝐓𝐀 ; 𝗵. 𝗽𝗼𝘁𝘁𝗲𝗿Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang