16. Roaller Coaster

41.9K 3.1K 118
                                        

Hanna gak ngerti tepatnya sekarang lagi jam berapa. Tapi yang pasti, ketika dia merasakan pergerakan di sampingnya, Hanna langsung mengernyit dalam tidur. Dia yang sebenernya menghadap kanan, jadi gerak menyamping ke kiri. Perlahan matanya terbuka dan menemukan laki-laki yang gak asing lagi ngeliatin dia jeli banget.

Hanna udah biasa bangun dengan Jeff ada di depan mukanya.

Tapi, hell, kenapa pagi ini tiba-tiba dia deg-degan?

Jeff senyum manis banget sampai Hanna takut diabetes. Cowok itu menghela nafas sembari mengeratkan tangan di pinggang Hanna, menyuruh cewek itu menghabiskan jarak di antara mereka.

Satu kecupan hadir di keningnya sebelum Jeff kembali menjauh. "Morning."

Hanna menggigit pipi bagian dalamnya, bener-bener gak paham kenapa dia pengen senyum sekarang.

"Hmm," jawab Hanna gitu aja. "Jam berapa?"

"Masih jam empat."

"Really?" Hanna menoleh ke belakang punggung Jeff, mencoba menerawang warna langit di balik gorden. "Dan lo udah bangun?"

"Belum lama, kok." Jeff akhirnya bangun, tatapannya kayak lagi cari sesuatu sebelum akhirnya Hanna malah ngeliatin Jeff intens banget.

Jeff itu ganteng. Bohong kalau Hanna bilang enggak. Dia ganteng banget, sampai Hanna berulang kali gak percaya kalau cowok kayak dia bisa suka sama Hanna.

Susah buat gak baper sama Jeff, ini jujur. Jeff itu pinter ngalus. Dia tahu harus apa buat bikin cewek ngerasa spesial. Entah selama ini Jeff benera tulus atau enggak, tapi Hanna beberapa kali tersentuh saat Jeff menomorsatukan dirinya di atas kepentingan yang lain.

Hanna hela nafas tanpa sadar, gak ngerti kenapa dia kayak nyalahin diri sendiri karena gak bisa bales apa yang Jeff lakuin selama ini buat dia.

Jeff yang nangkap pergerakan Hanna jadi mengernyit, membatalkan niatnya untuk turun dari ranjang.

"Why, Han?"

"Why what?"

Jeff balik tidur. Badannya menyamping, lengan tangannya merambat ke bawah kepala Hanna, menjadikan bantal buat cewek itu sebelum menariknya lebih dekat dan mendekap.

"Mikirin sesuatu?"

Hanna melingkarkan tangannya ke pinggang Jeff. "Not really."

"Mau cerita?"

"Cuman lagi kepikiran sesuatu."

"And what's that?"

"I..." Hanna mendongakkan kepalanya, menatap mata indah cowok itu. Jeff menunduk dan memberi kecupan di bibirnya sebelum Hanna melanjutkan, "you are too good to me. Gue kayak ngerasa gak worth it aja ada di titik ini, sama elo, sama seorang Jeff."

"Hah?" Jeff langsung menjauhkan badan. Tidak lagi memeluk gadis di hadapannya. "Ngomong apa, sih?"

"No. I'm serious, tho."

"I'm way mooooore serious," balas Jeff. "Kalau ada yang harus insecure di antara kita, it should be me. Kok bisa gue bisa bikin seorang Hanna disini? Sama gue? Sedangkan banyak di luaran sana banyak yang lagi rebutan buat gantiin posisi Juna."

Tatapan Jeff melembut. Ia mengusap kepala Hanna. "Lo cantik, lo baik dengan cara lo, lo selalu jadi apa adanya Hanna Nadinia. That's why i like you."

"Lo orang pertama yang nyebut gue baik hati."

Jeff tertawa. "Serius?"

Hanna mengangguk. "Jadi gue gak percaya sama omongan lo."

Jeff mengangguk-angguk, udah nebak kalau cewek itu bakal ngomong begitu. Dia mengusap pipi Hanna sekarang, lembut banget, Hanna jadi ngantuk lagi.

"Inget gak waktu di lampu merah elo bikin gue kaget gara-gara minta berhentiin mobil tiba-tiba? Lo keluar dari mobil cepet-cepet cuman buat beli balon karena yang jualan nenek-nenek. Lo bilang cuman pengen aja beli, tapi gue tau, lo gak tega liat neneknya panas-panasan jualan balon di tengah keramaian tapi gak ada yang beli."

Hanna langsung tertegun. Gak nyangka Jeff inget hari itu dan lebih gak nyangka Jeff tahu niat aslinya.

"Atau pas lo bilang lo kelilipan abis liat bapak-bapak kayak preman gendong bayinya. Gue tahu lo nangis karena... inget ayah lo."

"Jeff..."

"Lo selalu nyempetin transfer orang rumah padahal mereka bilang lo egois dan gak pernah jadi anak yang baik. Tapi mereka gak tahu, elo bahkan harus minta gue beliin makanan kalau laper, biar uangnya bisa lo simpen buat ngasih orang rumah."

Jeff menyunggingkan senyum hangat saat ia menangkap kristal bening di mata Hanna. "Elo penyayang, Han. Elo baik. Orang gak bisa lihat ini karena elo nutup diri, elo ngebiarin mereka nilai lo sebagai pribadi yang buruk." Jeff mengecup mata Hanna, tak membiarkan air mata jatuh dari sana. "Elo gak gagal jadi anak dan seorang kakak. Elo hebat karena... karena elo selalu berhasil nyimpen semuanya sendirian."

"Jeff?"

"Hm?"

"Can i kiss you?"

Hanna harap Jeff tahu permintaan itu hanya kalimat yang menyembunyikan makna lain.

Hanna berterimakasih penuh atas apa yang Jeff berikan selama ini ; Jeff yang diam-diam memperhatikan Hanna, memprioritaskannya, menilai Hanna dari sudut pandang lain, tidak ikut melabeli gadis itu dengan sebutan buruk seperti apa yang orang lain lakukan, Hanna berterimakasih.

Jeff menciumi bahu Hanna, bergerak ke cupingnya, mengulumnya lembut, lalu berbisik disana. "So, answer me, sexy. Kita ini apa?"

"We only Jeff and Hanna. But i'm grateful i met you."

Emang cuman Hanna yang bisa bikin perasaan Jeff jungkir balik kayak roallercoaster.

Jadi ini Hanna udah suka balik belum, sih?!

**

jeff, please.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang