36. Papa Jason

18.7K 2.5K 316
                                    

"Lo mau kemana?"

Hanna melirik Jennie sekilas, lalu matanya berpindah ke arah Juno dan Gana yang masih mengantri mi ayam di salah satu stan.

"Gue kudu cabut."

"Eit," Jenni menarik tas Hanna padahal empunya udah berdiri dari posisi duduknya tadi. "Bilang dulu mau kemana."

"Nemuin Jeff. Dia ada di rumah nyokapnya."

Jenni melotot menampilkan tatapan gak setuju.

"Please? Gue harus nyelesaiin semuanya, Jen." Hanna memohon. "Jangan kasih tahu Juno sama Gana gue mau kemana."

Jenni akhirnya menghela nafas. Ia kemudian mengusir Hanna lewat gerakan tangannya. "Gue gak mau lo balik pake nangis, ya, kali ini."

"Doain."

Kemudian Hanna cepat-cepat keluar dari kantin. Ia mengecek ponselnya sekali lagi, kali ini sembari mengetikkan balasan terimakasih kepada Deril yang udah ngasih tahu ke dia Jeff lagi dimana. Cewek itu mengedarkan pandangan, mencari motor dari ojek online yang ia pesan sepuluh menit yang lalu.

Hanna menarik nafas dalam. Bohong kalau dia bilang dia gak ngerasa grogi walaupun ini bukan jadi pertama kalinya dia menginjak rumah orang tua Jeff. Bagaimanapun ia akan berhadapan dengan cowok itu lagi setelah sekian lama mereka berdua gak pernah melakukan itu. Apa lagi, terakhir kali mereka bertemu, Hanna menggandeng Christian sementara Jeff juga menggandeng Rossi.

Ini semakin rumit dan Hanna mau permasalahan mereka selesai sekarang. Dia harus menjelaskan semuanya.

Hanna menghentikan langkahnya tiba-tiba tepat saat dia hendak mendekat pada gerbang rumah Jeff, pria yang berstatus sebagai papa laki-laki itu keluar dari sana. Jason Raksakatama.

"Hai... Om?"

Pria itu mengangkat kepala usai sibuk menunduk dengan tab di tangan. "Loh, Hanna? Kamu kesini sama siapa?"

"Sendiri. Jeff ada di rumah, kan, Om?"

Jason menolehkan kepalanya ke belakang, ke dalam rumahnya sesaat sebelum dia kembali menatap Hanna.

Bukannya menjawab, Jason melempakan pertanyaan lain. "Kamu sudah makan?"

"Ya? " Hanna mengernyit gak paham atas pertanyaan itu mendadak itu. "Ah, udah, Om."

"Saya belum. Bisa temani Om sebentar?"

Lipatan di dahi Hanna terlihat lebih jelas.

"Ada yang perlu Om bicarakan sama kamu."

••

Di salah satu restoran milik ibu kota yang gak pernah Hanna kunjungi sebelumnya, disinilah sekarang ia berada. Restoran yang didominasi warna cokelat kayu ini tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa pengunjung di beberapa meja.

Hanna gak pernah merasa gugup—atau minimal jarang.

Ujian Nasional pelajaran matematika, dia gak gugup. Ada kabar gak enak dari orang rumah, takut dan khawatir juga enggak. Ditembak Jeff dulu, dia gak gugup. Ada presentasi mata kuliah yang dosennya killer, dia juga enggak.

Seumur hidup, dia emang sejarang itu ngerasa gugup. Tapi anehnya, sore ini ia merasakan itu.

Berhadapan dengan Jason membuatnya merasa gelisah entah karena apa. Padahal kalau Hanna pikir-pikir, terakhir kali dia bertemu Jason, pria itu sangat baik, kelewat baik malahan ke dia. Jadi kenapa Hanna harus tiba-tiba deg-degan?

"Om boleh tahu ada urusan apa kamu tadi ke rumah?"

Pertanyaan itu mengembalikan Hanna dan pikiran ngawurnya. Ia memutar otak mencari jawaban. "Flashdisk saya kebawa Jeff, Om."

jeff, please.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang