35. Persaingan

19.7K 2.2K 379
                                    

"Kalau kata gue, lo berhenti, deh, ngemis-ngemis balikan ke Jeff."

Adalah kalimat yang keluar dari bibir Jennie dua detik yang lalu—usai Hanna menceritakan bahwa ia mulai kehilangan cara lain untuk bertemu dan menghubungi mantan kekasihnya itu.

Jenni meniup kuku-kukunya yang baru saja kering. "Listen, Han. Gue hargain apa yang gak mau lo ceritain ke gue perihal masalah yang bikin kalian sampai kayak gini. Tapi gue gak suka lo segininya cuman buat Jeff. Bloody hell, ini cuman Jeff, bukan G-dragon. Banyak yang lebih dari mantan lo."

Hanna menarik nafas dalam, membuangnya perlahan. Gak berminat menjawab apapun.

"Udeh gak usah dipikirin. Mau have fun aja pake galau dulu."

Cewek itu menarik tangan Hanna, menyuruhnya segera berdiri dan masuk ke kamar mandi untuk ganti baju.

Malam ini ramai. Oh, tentu saja. Hanna menyeringai senang karena rindunya atas dunia malam terobati di detik ia menginjak tempat tersebut. Gemerlap lampu di antara gelapnya langit di luar, banyaknya manusia di lantai dansa, bersatunya para orang asing dengan kesadaran yang mulai menipis, Hanna merasa kembali hidup di tempat ini.

Alunan musik kencang yang memekakkan telinga tidak terasa mengganggu sama sekali. Apa lagi ketika lagu Low yang dinyanyikan oleh Florida mulai terdengar, Jenni dan Hanna saling tatap sama lain sebelum kemudian tertawa bersama. Lagu ini adalah lagu kebangsaan semua umat penikmat dunia malam.

Jenni tertawa puas. Hanna-nya telah kembali. Ini Hanna Nadinia yang sebenarnya. Yang liar dan gak akan sudi menangisi laki-laki. Yang panas dan mampu menundukkan tiap pandang para pria. Dia kembali.

Terlena dengan apa yang dimiliki malam ini, Hanna yang masih memegang gelas di tangan kanan berisi lychee martini itu mulai mengedarkan pandang mata—tak tau kenapa, tiba-tiba ia merasa ada seseorang yang memperhatikannya.

Lalu disana.

Di salah satu sofa.

Laki-laki yang jadi alasan kenapa Hanna ada disini malam ini menatapnya tajam. Rahangnya mengeras, matanya menyorot marah. Tapi Hanna terlalu terlena dengan minumannya untuk menaruh atensi. Cewek itu membalas tatapan Jeff seolah menantang.

Kenapa Hanna harus takut? Kenapa Hanna harus terintimidasi sedangkan tangan kanan laki-laki itu tersampir di pundak Rosi, membiarkan perempuan berambut pirang itu menyandarkan kepala di dadanya.

Right. Fuck that asshole. Malam ini Hanna gak akan peduli.

••

Bukan Hanna Nadinia namanya kalau gak mampu menggandeng laki-laki asing selama di kelab. Jangan tanya apa cewek itu sengaja. Jawabannya adalah tentu saja. Usai Jenni tiba-tiba disudutkan di ujung ruangan oleh Kaisar—mantannya yang gak ngerti muncul dari mana—Hanna pun menerima tawaran laki-laki bernama Christian untuk duduk di sofa—setelah tadi cowok dengan lengan penuh tato tersebut muncul dan memeluk tubuh Hanna dari belakang di lantai dansa.

Gak nanggung-nanggung, Hanna mengajak Christian duduk di sofa seberang Jeff.

Hanna gak mabuk-mabuk amat. Bahkan ia masih bisa menghitung berapa banyak putung rokok yang sekarang lagi berceceran di depan Jeff. Dia benar-benar sadar dengan apa yang ia lakukan.

Melihat Jeff masih mengunci tatapan Hanna—padahal jelas-jelas Rosi lagi menggelayuti lengan cowok itu, Hanna memilih untuk memiringkan lehernya, membiarkan Christian menciumi bagian tersebut.

Jeff mengalihkan wajah, tak mampu melihat lebih lama. Ada rasa tak nyaman, marah, kesal dan emosi-emosi lain yang berkecamuk, menyuruhnya untuk bangkit dari sana dan menyeret Hanna pulang. Tapi di sisi lain, Jeff tahu Hanna sengaja memancingnya. Jeff tahu Hanna sengaja melakukan ini, membawa laki-laki di depannya, memamerkannya di hadapan dia, hanya semata-mata untuk membalas dendam. Jeff tak salah menebak, kan? Hanna pasti marah atas kehadiran Rosi sebagai pengganti perempuan itu. Makanya ia melakukan ini.

jeff, please.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang