29. J

24.9K 2.6K 607
                                    

Kamar kost milik Jeff, pukul enam sore, selimut yang terlempar di lantai, kulit bertemu kulit, bibir bertemu bibir, desahan, lalu... puncak kenikmatan.

Jeff kemudian menarik selimut untuk dirinya sendiri setelah Hanna masuk ke kamar mandi. Cowok itu memutuskan langsung tidur mengingat tenaganya hampir terkuras seutuhnya gara-gara kegiatan barusan. Tapi kayaknya dia baru tertidur sekitar setengah jam doang sebelum ia merasakan pergerakan di ranjangnya. Matanya terbuka lagi, kali ini sedikit menyipit karena bener-bener ngantuk. Dia baru akan merengkuh pinggang Hanna dan membawanya tidur di samping tempatnya tapi Hanna menjauh. Cewek itu memposisikan diri dengan duduk nyaman di samping kepala Jeff, punggungnya nyender di kepala ranjang.

Dengan rambut setengah basah, Hanna scroll ponsel Jeff.

"Ini anak Teknik bukan, sih? Yang sempet ketemu kita pas di Swill bulan kemarin?" Hanna menunjukkan layar hape ke depan wajah Jeff, menyuruh cowok itu melihat apa yang udah ia lihat.

"Aldena? Iya, anak Teknik. Kenapa?"

"Gak papa."

"Dih, kenapa gak?"

"Dih, orang iseng doang juga nanyanya," jawab Hanna ikut nyolot. "Cuman ini tatonya lucu aja."

Jeff ikutan duduk, kini mengambil ponsel di tangan Hanna dan kembali mengamati foto temannya. "Eh, iya. Baru ngeh dia punya tato. Baru bikin kayaknya."

"Lucu gak, sih, kalau gue punya tato juga?"

Jeff noleh seketika. "You what?"

"Bikin tato."

"Tiba-tiba banget?"

Hanna mengangguk. "Ada rekom tempat bikin tato, gak? Atau temen lo ada yang punya usaha begituan gitu?"

"Ada, sih, anak Teknik juga. Cuman... lo yakin?"

Hanna jadi mengernyit bingung.

"Itu bakal sakit, serius."

"Dih, kayak pernah aja lo bikin tato."

"Dih, ngejek," Jeff meraup wajah Hanna sekilas. "Ayo, deh, bikin couple tattoo. Di temen gue yang anak Teknik juga itu bagus. Dia punya studio gitu."

"Lah, gak mau gue kalau couple. Norak."

"Ye, anjir."

"Elo ngetato aja, tapi gak usah couple-an."

"Mau kapan?"

"Malem ini bisa, gak?"

Jeff mengangguk-anggukkan kepalanya lalu membuka aplikasi Line, menghubungi temannya. "Harusnya, sih, bisa aja. Bentar gue tanyain," ujarnya sambil menunggu balasan dari Helga—anak Teknik yang punya Tattoo Studio di deket kampus. "Lo mau bikin tato apa?"

"Rahasia."

"Rahasia? Tato tulisan rahasia?"

Hanna mendengus malas. "Maksud gue, elo gak boleh tahu gue mau bikin tato apa satunya."

"Kenapa gitu?"

"Because it's a secret," jawabnya singkat. "Lagian kalau udah jadi pasti juga elo bisa lihat."

Jeff nyengir. "Bener juga."

"Udah yuk, berangkat sekarang."

"Sekarang banget? Gue belum mandi, loh."

"Makanya cepet mandi, Sayaaaang."

Jeff yang baru hendak berdiri dari duduknya jadi mengurungkan niat. Ia terduduk lagi lalu menatap Hanna dengan senyum tertahan. "Manggil apa tadi?"

jeff, please.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang