1

1.3K 77 3
                                    

            "KAK, tamat riwayat kita sekarang!"

Kuputar bola mata malas. Geez, ini bahkan masih terlalu pagi dan asistenku ini sudah menelpon? Yang benar saja!

"Woi, Gun! Lo mau gue pecat ya? kenapa ribut banget sih, masih pagi juga!"

"Ini bahkan udah lewat dari jam 10," Kudengar Gun menggerutu di ujung sambungan. Wow, dia berani menggerutu begitu padaku? Aku akan minta Bos untuk mencarikan asisten baru. Lihat saja! Kurasa, karena aku terlalu bersikap lunak pada Gun hal itu juga yang membuatnya menjadi besar kepala. Tak ada takut-takutnya sama sekali denganku. Ckck, "Pak Bos mau kakak ke agensi sekarang! Aish, kenapa lo selalu bikin huru-hara laa? Nggak bisa apa tenang bentaran aja?"

Aku bangkit dari posisi berbaringku seraya membuka penutup mata. Sinar matahari pagi terlihat melalui celah gorden yang tertutup sedang mengintip malu-malu, membuat segaris panjang hingga ke bed-ku. Tunggu, maksudnya apa? Memangnya aku tukang membuat skandal apa? Aku jelas sudah diam-diam bertemu dengan orang yang dekat denganku kali ini karena Pak Bos begitu cerewet dan suka mengancam. Heu, padahal aku yang menghasilkan uang di perusahaan itu!

"Maksud lo apa coba? Lagian, lo kan selalu ngintilin gue kemanapun, gimana gue mau buat huru-hara," Kataku. Aku tidak bohong soal itu, Gun memang seperti apa yang kukatakan. Dia selalu bersamaku, mengawasiku dan melaporkannya pada Bos. Citra agensiku yang seperti pondok pesantren itu dibuat karena Pak Bos. Aku baru sadar kalau sepertinya aku salah masuk agensi.

"Ada yang ngambil foto kakak lagi cipokan sama cucu konglomerat Ibukota. HOT banget sumpah!" Pekik Gun sambil menekan kata "hot".

Pupil mataku membesar, astaga jangan-jangan yang kemarin!

Tapi, bukannya tidak ada yang melihat ya?

"Kan lo kemarin nganterin gue balik ke apartemen." kilahku, semoga Gun percaya.

"Tapi, di HP gue, titik kakak sempet ada di Sudirman."

Tunggu... "Kalian ngelacak gue?" tanya dengan nada kesal.

"Ini untuk kebaikan kak Siyeon juga. Kita semua kan sayang sama kakak." Ucap Gun.

Aku memilih untuk tidak percaya. Keluargaku bahkan tak pernah mengatakan kalau mereka menyayangiku, mereka hidup bagai parasit sepanjang tahun. Datang hanya untuk uang, dan pergi setelah mendapatkan uang. Karena sebab itu juga aku mencari kesibukan agar tidak stress dalam pekerjaan. Aku perlu orang-orang memerhatikanku, ntah dalam hal negatif atau positif. Aku tidak peduli.

Tapi, kalau orang asing mengatakan mereka menyayangiku, tentu saja aku tidak akan memercayai itu.

Aku Siyeon. Ratu iklan dan bintang sinetron, film paling laris se-Indonesia. Ikon cinta pertama seluruh rakyat Indonesia karena acting memukauku saat aku 18 tahun. Mereka menyebutku sebagai ikon cinta pertama dan semua orang menyukaiku. Hidupku sempurna menurut mereka, padahal jauh dari itu.

Uang tabunganku habis untuk membeli teman, keluarga, dan mulut-mulut menyebalkan. Hari-hariku dipenuhi dengan syuting, meeting, dan diet. Aku tidak boleh makan nasi, mie kesukaanku dan hal yang berlemak seperti yang kutunjukan di beberapa acara. Aku tidak boleh mengeluhkan hal-hal sedih di sosial media, aku harus selalu senyum di depan kamera. Persis seperti gambaran ikon cinta pertama.

Orang-orang yang tersenyum padaku itu, mereka sebenarnya sedang memegang pistol dan siap menembakku ketika aku melakukan kesalahan, begitulah yang selalu dikatakan oleh Pak Bos padaku. Makanya, aku tak pernah menunjukkan kesedihanku pada orang lain. Aku bahkan lupa kapan terakhir aku menangis. Lagipula, aku bertemu dengan orang ini saat perjalanan ke Jeju untuk syuting drama. Kembali ke topik, pokoknya aku senang karena ada yang menyukaiku seperti Renjun menyukaiku. Aku tak perlu mencintainya, karena dia sudah mencintaiku. Dan yang paling penting adalah Renjun memanjakanku dengan uang-uangnya. Apapun yang aku mau selalu dituruti, aku dibelikan hadiah setiap ada kesempatan dan memberikan perhatian padaku. Setidaknya, Renjun akan selalu bersamaku, well mungkin sampai satu tahun ke depan sebelum aku menemukan orang baru.

Jangan salahkan aku, aku hanya mencari pria yang pas yang bisa memanjakanku dan tidak mengekang. Sejauh ini mantan-mantanku memang selalu memanjakan, namun mereka bertingkah seperti memilikiku sepenuhnya. Mengaturku dan melarangku. Dobel yuck!

"KAK!?"

Aku tersentak, menyadari kalau sambungan telepon kami masih terhubung. Setelah sadar kalau sejak tadi aku hanya bermonolog, aku langsung bergumam menjawab panggilan Gun, "Mm..."

"Gue udah dijalan. Lo dengar 'kan?"

"Nyusul gue?"

"Pak Bos minta kakak temuin dia sekarang." Ucap Gun sambil menekan kata "sekarang".

Oh sial, kenapa tidurku tak pernah nyenyak lah?

***


Kubawa satu kaki menyilang dengan kaki lainnya setelah berhasil duduk di atas sofa. Ruangan kelam khas Pak Bos ini jelas sekali menggambarkan pemiliknya. Untuk sebagian junior-junior di agensiku, mereka akan pipis di celana ketika mendengar bahwa namanya dipanggil ke lantai 7. Bahkan, sebagian staff menyebut ruangan ini adalah neraka. Aku sih sama sekali tidak terpengaruh karena si perut buncit itu tak akan pernah bisa mengomeliku lama-lama. Dia tahu sudah banyak agensi yang menawariku untuk pindah ke mereka.

"Coba jelasin." Suara Pak Bos terdengar seraya selembar foto ia letakkan ke meja di depanku.

Aku membuka kacamataku, lalu mengambil foto itu. Senyumanku terukir melihat wajahku yang cantik di sana. Well, masternim kali ini lumayan juga karena bisa mengambil fotoku dengan angle yang pas.

"Lo senyum?"

Kutarik senyumku ke dalam. Lalu, meletakkan foto itu ke meja lagi dan menatap pria berjas hitam di seberangku, "Gue dilarang untuk senyum juga sekarang?"

Pak Bos mengesah. "Bukan gitu, Siyeon. Tapi, lo tahu kan kita lagi bahas hal yang sama sekali nggak lucu?"

Ah, benar.

"Itu memang gue dan..."

"Renjun?"

Aku menatap terkejut. "Gimana Pak Bos bisa tahu?"

"Siapa yang nggak kenal Renjun?"

Oh iya, dia cucu konglomerat Jakarta.

"Lo pacaran sama dia?"

"Kita dekat." jawabku santai. Renjun tak pernah mengajakku berkencan, tapi aku tahu kalau dia mencintaiku.

Kudengar helaan napas kali lebih berat keluar dari mulut Pak Bos. Beliau menatapku, lurus dan tajam. "Lo tahu kan kalau Renjun udah tunangan?"

"Ha?" aku terkejut. Tunangan? Siapa? Bagimana bisa?

"Tujuh hari yang lalu. Dan rencana pernikahan udah diatur," jelas Pak Bos. Aku terdiam, sibuk mencerna informasi yang baru saja kudengar ini. Aku benar-benar tidak percaya. Ini tidak mungkin, Pak Bos pasti hanya—"waktu itu lo masih syuting film di Paris, jadi wajar kalau lo nggak tau beritanya."

"Pak Bos yakin nggak salah Renjun? Maksud gue, kita lagi bahas orang yang sama kan?" tanya. Tanganku yang menggenggam kacamata perlahan mengetat, tiba-tiba perasaan kesal langsung menyelimutiku. Lalu, merogoh ponsel dari dalam tas untuk menghubungi satu nomor...

... dan tidak aktif!

Sialan.

Aku berdiri.

"Kak!"

"Siyeon, lo mau kemana?" tanya Pak Bos panik.

Kutatap Pak Bos lurus-lurus, "Bungkam mulut reporter dan jurnalis pake uang-uang Pak Bos kalau mau gue tetep kerja bareng sama agensi ini." Ucapku mengambil selembar foto di atas meja kemudian melangkah menuju luar ruangan.

"Sial," umpat Pak Bos yang masih bisa kudengar. Derap langkahnya menyusulku. "Lo mau ke mana, Yeon?"

"Ke sarang Renjun lah, gue mesti kasih dia menu makan siang."

"Siyeon! Jangan macam-macam!" Teriak Pak Bos yang sama sekali tak menakutkan itu. Kudengar beliau menyuruh Gun untuk mengikutiku, dan pria tomboy dengan pakaian nyentrik itu bergegas menyusulku yang sudah masuk ke dalam lift.

Enak saja! aku harus macam-macam kepada orang yang berselingkuh di belakangku. Err... atau aku lah yang jadi selingkuhannya?

***
Sun, 10 january 2021

The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - SiyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang