33

799 68 3
                                    

            "Ya Bu?" Kataku sambil menatap layar ponsel yang dipenuhi wajah ibu. Ibu masih berbaring di brankar rumah sakit, belum boleh pulang. Sejak kejadian waktu itu hubunganku dan ibu semakin membaik, tembok tak kasat mata yang membentang di antara kami berdua perlahan runtuh. Aku benar-benar bersyukur karena hari itu Jeno mengantarku ke rumah sakit menemui ibu.

"Kamu lagi di mana?"

"Kamar hotel." jawabku.

Tidak terasa Aku sudah di Bangkok. Besok lusa adalah acara Kimsung, namun kami lebih cepat terbang ke Bangkok—dari Singapore—karena Jeno mengatakan kalau ia ingin mengajakku jalan-jalan dulu.

Aku sih senang saja, karena selain berbelanja aku juga senang traveling.

"Jeno mana? Nggak sama kamu? Ibu kangen nih sama dia." kata Ibu bersamaan dengan suara bel kamar hotel yang berbunyi. Aku segera bangkit sambil mengulas senyum.

"Tuh kayaknya dia dateng."

"Cepat buka, kasian kalau Jeno nunggu lama diluar."

Kuputar bola mata. Tidak mengherankan, sejak tahu kalau Jeno ikut bersamaku tour promosi Kimsung ibu senangnya bukan main. Katanya, beliau senang karena Jeno bisa mengawasiku yang ibuku pikir begitu ceroboh ini, tidak pikir panjang jika mengunggah apapun ke medsos pribadiku yang mungkin nantinya bisa mematikan karir keaktrisanku. Ibu hanya terlalu khawatir, padahal aku sampai saat ini baik-baik saja tuh meskipun mengunggah ratusan foto dan video di medsos-ku. Huh!

Aku melangkah cepat dan segera membuka pintu dan menyapa, "Hei, aku lagi—" kalimatku terhenti dengan kedua mata yang langsung membulat saat Jeno langsung memelukku sambil mencium leherku.

"Dari tadi pengin banget meluk kamu, baru sekarang kesampaian..." katanya sambil bergumam.

"Ehem, kayaknya ibu mengganggu..." suara Ibuku terdengar dari ponsel yang kupegang.

Setelah saling sadar, Jeno dan aku langsung menjauhkan diri. Aku berdeham sekali sambil mengulurkan tangan memberikan ponselku pada Jeno—memintanya mengambil alih—dengan tanpa suara. Jeno tampak bingung tapi langsung menerima tanpa protes saat aku memelototinya. Malu sekali rasanya pelukan mesra di "depan" ibu. Apalagi sedikit intim seperti tadi.

"Halo, Tan." sapa Jeno sambil mengusap tengkuknya. Ia tersenyum mengeluarkan lesung pipi yang menggemaskan. Aku suka sekali lesung pipinya karena aku tidak punya. Hm, berarti anakku nanti akan ada lesung pipi seperti itu juga jangan-jangan?

Tidak—fokus, Siyeon! Kenapa aku malah memikirkan anak!

"Hai, nak!" pekik ibuku girang.

Aku melangkah menuju sofa, Jeno mengikuti dan duduk di sampingku. Pandangannya masih fokus pada layar ponselku yang dipenuhi wajah ibu dengan senyuman mengembang. Di wajah kedua orang itu.

Aku memutar bola mata, kemudian menjatuhkan kepalaku pada pangkuan Jeno, ia hendak menyorotku namun aku menghentikan lengannya sambil menggeleng. Aku ingin menjadi pendengar saja. Sejujurnya aku masih lelah sekali dan setengah jetlag. Omong-omong, kami sekarang tinggal di hotel bintang lima yang ternyata menjalin aliansi dengan Kimsung—aku baru tahu—dan kamar hotel yang kutempati ini adalah president suite. Luaaas sekali, punya pemandangan indah di bagian balkon, dan juga punya pemandangan indah saat berada di ranjang. Hehehe.

"Apa kabar, Tan? Saya dengar besok lusa tante udah boleh pulang ke rumah?"

Iya kah? Kok aku tidak tahu?

"Iya, tante benar-benar sudah bosan di rumah sakit. Bisa nggak kamu bilang ke dokternya supaya besok aja tante pulangnya?"

Ibu ada-ada saja, mana bisa begitu. Memangnya sedang nego apa yang dipikir ibu? Huh.

The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - SiyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang