9

465 64 1
                                    

"GUE kan udah bilang kalau belum pengin syuting dulu, Pak Bos." aku mengeluh, menyandarkan punggung pada sofa yang kududuki sambil menengadah menatap langit-langit ruang agensi—bisa disebut ini adalah markasku kalau sedang berada di agensi.

Langit-langit di ruanganku ini terdapat lukisan yunani yang aku tidak tahu apa namanya, ini usulanku saat kukatakan Pak Bosan dengan ruanganku yang terlalu monoton. Setelah berdebat lama, akhirnya Pak Bos memerbolehkanku untuk merenovasi ruang pribadiku. Desain gambar itu kupilih saat pulang syuting film di New York, waktu itu aku mengunjungi sebuah tempat sejarah yang di New York—lupa apa nama tempatnya, Gun yang tahu. Hahaha!

"Coba lo bayangin, penulis sama sutradaranya orang-orang yang terkenal, Siyeon! Film yang di garap mereka pasti booming banget. Elo masih nggak tertarik?" Pak Bos memberiku pengertian, mengatakan hal yang serupa seperti saat aku baru masuk ke dalam ruanganku dua puluh menit yang lalu.

"Nggak," Aku menggeleng. "cukup ya soal kontrak dengan Kimsung yang nggak agak ngekang itu. Huft, padahal gue pengin banget lanjutin iklan minuman soda kalengan sama iklan ayam goreng itu!" kataku. Aku serius, karena hanya dengan mengambil iklan tersebutlah aku bisa mencicipi nikmatnya surga dunia. Siapa orang yang tidak menyukai ayam goreng dan minuman bersoda? Tidak ada, itu adalah kombinasi yang tepat—setelah bir dan ayam pedas, tentu saja. Tapi kan tidak ada produsen bir yang perlu mengiklankan minuman itu di televisi.

"Udah nggak usah ngeromet mulu, lagian iklan-iklan itu nggak sebanding sama status lo sekarang yang jadi BA Kimsung."

Kuputar bola mata. Pak Bos nggak tahu aja!

"Kayak nggak tahu kak Siyeon aja, Pak Bos. Dia kan alasan doang, padahal sebenernya pengin makan junkfood." Kata Gun. Aku langsung menoleh ke arah laki-laki dengan jaket hijau nyentrik andalan itu sambil memelototinya, namun Gun tak acuh dan menolak menatapku.

Sialan, perlu sekali ya dikatakan pada Pak Bos? Dasar asisten tidak berguna!

"Tahu banget gue." Pak Bos mengangguk-angguk.

Aku mengambil kacamata punyaku dari atas meja, lalu memakainya. "Well, pokoknya gue nggak mau ambil film dulu."

"Gosipnya ini bakalan Syuting di New york, lho." Pak Bos terus mendesak, mengeluarkan semua ultimatum miliknya. "Katanya lo suka banget sama New York?"

Tentu saja! Robert De Niro pernah mengatakan, "I go to Paris, i go to London, i go to Rome, and i always say, 'There's no place like New York. It's the most exciting city in the world now. That's the way it is. That's it.'" Dan aku langsung setuju. Aku secinta itu dengan New York karena menurutku di sana keren sekali! Kultur-budaya dan makanan disana sangat aku sekali. Dulu, aku pernah bercita-cita menjadi model terkenal di New York, yang bisa berlenggang di atas panggung fashion dengan sorot mata dan kamera mengarah ke arahku. Tapi tentu saja itu hanya mimpi, dan sebagai gantinya aku malah menjadi aktris terkenal di Indonesia—dan bisa jalan-jalan ke New York. Tempat yang paling diminati oleh hampir seluruh warga dunia.

Aku mengesah, entah sudah yang ke berapa kali, lalu menatap Pak Bos dengan wajah datar. "Gue bisa ngajak semua orang di gedung ini liburan ke New York dengan uang gue sendiri, Pak Bos. Gue nggak perlu syuting dulu untuk sampe sana. Inget, gue ini Siyeon."

Pak Bos mendesah. "Jadi, nggak nih?"

Aku menggeleng final. Yippy, satu kosong.

Pak Bos menepuk kedua pahanya, kemudian berdiri. "Oke deh. Jadi, apa agenda Siyeon hari ini, Gun?" tanya Pak Bos pada Gun.

"Meet and Greet."

"Memangnya ada?" tanyaku. Gun tidak mengatakan apapun semalam.

"Duh, gue kan udah ngabarin elo tadi pagi. Di telepon juga." ucap Gun padaku.

The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - SiyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang