20

547 70 4
                                    

LANGKAH kupercepat, menatap Ibu yang membeliakkan matanya tak percaya melihat siapa yang berjalan di sampingku. Aku seratus persen yakin kalau ibuku sudah melihat rumor yang beredar meskipun beliau tak menghubungiku saat itu—tentu saja, tak penting menurutnya, alasan ibu akan menghubungiku adalah soal uang.

Aku mendesah, menatap tidak suka. "Mau apa ke sini?"

"Memangnya salah mengunjungi anak sendiri?" Ibu merengut padaku, lalu mengalihkan pandangannya ke Jeno. "Kamu kan—"

"Betul. Dia yang ada di rumor dengan—"

"Bukan itu," potong ibu. Lalu, menjentikkan jari. "Kamu pewaris Kimsung group kan? Ya tuhan!"

Bagaimana ibu tahu?

"Ibu..." tegurku.

"Jadi, kalian beneran pacaran? Tentu aja, tentu aja, saya nggak percaya kalau kabar itu hanya sebatas rumor. Kalian pasti menyembunyikan ini 'kan?" Ibuku bersemangat, ke sepuluh jemarinya saling bertautan di depan dada. "Jadi, kapan kalian akan menikah?"

Woah aku benar-benar sudah tidak bisa menahan kesabaranku sekarang. Karena itu, kutolehkan kepala ke arah Jeno dan berkata, "Lo masuk aja ke apart lo." Lalu menghadap ibuku, "Ibu, mau ikut saya masuk atau pulang?" Tanyaku dingin sambil menekan password.

Aku bisa mendengar suara ibu yang menggerutu, tapi aku tak peduli dan melangkah masuk. Sayup kudengar ibu mengatakan "Sampai ketemu lagi." kepada Jeno, dan aku langsung mengembuskan napas kasar.

"Kalian habis belanja bareng?" Suara ibu terdengar.

Kuletakkan tas di atas ranjang kemudian mengganti pakaian. Masih tidak berniat menjawab pertanyaan ibu.

"Tsk, ibu yang mengajari kamu bicara, tapi kamu bahkan nggak mau menjawab pertanyaan ibu. Dasar kurang ajar!"

Kutipiskan bibir. "Sekarang mau uang buat apa lagi?"

"Ibu nggak ingin uang." Ujar ibu.

Kuangkat alis, keluar dari walkin closet dan menemukan ibu sedang duduk di meja rias sambil memerhatikan produk makeup-ku.

"Terus?" Tanyaku, menatap ke arah cermin.

Ibu balas menatapku dari arah cermin sesaat, lalu menolehkan pandangannya padaku. "Kalian pacaran?"

"Nggak."

"Kenapa? Ya Tuhan, Siyeon, kamu tahu kan kalau dia orang kaya? Pewaris Kimsung, kita pasti nggak akan kekurangan apapun, ibu bisa pindah rumah. Ibu lihat anak itu juga suka sama kamu, jadi kamu nggak perlu susah payah godain dia."

Aku memejamkan mata. Sepuluh jemariku mengepal disisi kiri-kananku. "Saya nggak mau berakhir kayak Ibu."

"Apa?"

Kutipiskan bibir. Lalu mendesah payah, mengambil kardiganku, aku lantas melangkah keluar meninggalkan Ibu.

"Siyeon, kau mau kemana?"

"Tutup pintu kalau ibu sudah ingin pergi." kataku dengan suara datar.

Hari sudah mulai gelap diluar, aku tidak seharusnya keluar apartemen dengan pakaian tipis di cuaca yang dingin seperti ini. Tapi aku benar-benar tidak bisa mengontrol diriku jika sudah satu atap dengan ibu. Aku mesti ingin marah pada apapun yang ibu katakan. Entahlah, sulit rasanya merespons tanpa menarik urat.

Kurekan tombol pada lift menunggu hingga pintu lift terbuka. Aku menatap nomerator sekilas, lalu memandangi kakiku tanpa benar-benar menunjukkan minatku disana.

Nomerator semakin naik, aku menghitung dalam hati. Hendak bersiap melangkah masuk saat pintu lift terbuka, namun pandanganku bertemu dengan dua pasang mata yang juga sedang menatapku terkejut. Pandanganku turun, melihat tangan si wanita yang mengamit lengan si pria dengan datar.

The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - SiyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang