29

552 64 0
                                    

AKU sedang tidak percaya diri sekarang. Serius.

Melihat ibu yang kini menangis, kadang sampai sesegukan di atas brankar yang ia tiduri, dengan baju pasien khas rumah sakit ini benar-benar membuatku tak percaya diri. Tidak, bukan, kurasa ini bukan perasaan tak percaya diri. Ini adalah metamorfosis dari perasaan canggung yang kurasakan tiga puluh menit yang lalu, ini adalah metamorfosis dari perasaan resah dan gelisah yang kurasakan sejak beberapa jam ke belakang. Sebuah perasaan asing sekaligus menghangatkan—tentu saja ini berbeda dari perasaan tiap kali bersama Jeno atau perasaan ketika di perhatikan oleh beberapa orang terdekat. Ini berbeda, lebih terasa... dekat sekaligus jauh. Asing yang menghangatkan. Tuhkan aku mulai merancau lagi.

Kuembuskan napas tak kentara. Mengusap punggung tangan ibu menggunakan jemari dan tersenyum lembut. "Ibu jangan nangis lagi dong..."

"Ibu tahu Siyeon pasti benci sama ibu. Wajar. Ibu emang jahat." ucap ibu. Alih-alih berhenti menangis.

Aku tidak bisa untuk tidak menyetujui apa yang dikatakan oleh ibu karena ibuku memang jahat dulu. Bahkan di dalam memori kepalaku, setiap hal yang diucapkan ibu saat itu masih terekam dengan sangat jelas. Dan aku tidak menutupi jika aku benar-benar membencinya—ditambah ibu selalu meminta uang padaku seperti lintah darat—dan tidak lupa membenci ayahku yang sampai sekarang aku bahkan tidak mengetahui seperti apa wajahnya. Omong-omong, banyak sekali orang yang kubenci ya...

"Kenapa Ibu malah bohong ke Siyeon soal uang-uang yang Ibu minta itu? kenapa nggak cerita ke Siyeon tentang penyakit yang ibu derita, uh?" desakku.

Ibu menunduk, mengusap bekas airmata di pipinya pelan. Rambut anti badai khas ibu hari ini tak terlihat, jaket bulu andalan ibu juga tak dipakainya, hari ini bersamaan dengan segala fakta yang terpapar di depan mata, ibuku terlihat sederhana; seperti mudah di dekap dan mungkin akan bahagia jika kami dapat menjadi teman cerita. Mengingatkanku dengan Ibunya Jeno.

Ada helaan napas yang terdengar sebelum bibir ibu kembali terbuka. "Ibu cuma takut kalau itu malah bikin kamu malu, gimana bisa aktris terkenal punya ibu yang penyakitan... Apalagi penyakit ini yang nyebabin ibu sendiri. Rasanya lebih baik kalau kamu terus benci ibu daripada harus lihat berita aneh-aneh tentang kamu, karena ibu sadar sudah cukup nyusahin kamu." Ibu menatapku dengan mata berair. "Maafin ibu karena selalu ngomong hal yang nggak seharusnya diucapin ke kamu. Ibu benar-benar minta maaf soal itu..."

Dan perasaan buruk tentang itu menguap pada detik berikutnya bersamaan dengan setetes airmataku yang mengalir saat magic word itu akhirnya dikeluarkan.

***

"Kenapa kamu lama banget deh tadi nggak masuk-masuk ke dalam?" tanyaku sambil memakai safetybelt. Jeno dan aku hendak pulang sekarang, tadi aku menawarkan untuk menginap di kamar rawat ibu untuk menemaninya, namun ibuku mengatakan supaya aku pulang saja ke apartemen. Di sana tidak ada ranjang tidur lain, nanti badanku bisa sakit-sakit. Setelah memeriksa keamanan dan kenyamanan beliau, akhirnya aku mengiakan. Lagipula, ibu sudah ditemani oleh Pyo Sul. Tentu saja ibu lebih memilih ditemani oleh pria daripada wanita, jika aku jadi ibu aku juga akan melakukan hal yang sama. Kutolehkan kepala menatap Jeno yang sedang melakukan hal yang sama padaku—memakai safetybelt-nya—menunggunya menjawab pertanyaanku.

"Kupikir kamu dan ibumu pasti butuh space." Dia menoleh, menatapku dengan senyuman baik di bibir dan di kedua matanya. Hal yang selalu dilakukan Jeno tiap kali tersenyum padaku. Selain karena wajah rupawannya, kupikir baru kali ini aku menemukan seseorang yang tiap sedang berbincang denganku dia tak hanya menggunakan bibir, tetapi juga matanya. Mata yang ikut berbicara.

Aku mengangguk saat keinginanku mendesak. Tidak mungkin aku memeluknya di dalam mobil ini, tidak akan ada  yang tahu setelah itu akan terjadi apa mengingat Jeno begitu tergila-gila padaku bisa saja kami berakhir dengan adegan mobil bergoyang di parkiran dan di tengah malam—nyaris dini hari malah—seperti ini.

The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - SiyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang