KARENA tidak ingin membuat skandal, akhirnya aku memberi ide mengajak Gun ikut bersama kami—maksudku, Jeno dan aku—ke rumah sakit. Gun mengendarai mobil sendiri, sementara aku bersama Jeno. Mobil Tesla berwarna merah, bukan mobil yang biasa digunakannya. Hm, aku jadi bertanya-tanya ada berapa mobil laki-laki ini.
Tapi, jelas aku tidak menanyakan perihal itu, memangnya aku wanita matrealistis apa? tentu saja benar. Tapi kan fakta itu tidak perlu diketahui.
Kukeluarkan kacamata dari dalam tas-ku saat mobil mulai masuk ke area rumah sakit. Rumah sakit itu merupakan salah satu rumah sakit bergengsi se-Jakarta. Masih masuk ke dalam Kimsung group—tapi aku tidak tahu anak yang keberapa. Pokoknya, Kimsung ini merupakan jaringan terbesar dan bayangkan saja orang yang sedang duduk mengemudikan tesla disebelahku ini adalah pewaris mutlak karena anak laki-laki dari kakek Jeno hanya satu, dan beliau—ayah Jeno—tidak memiliki anak lain selain Jeno.
"Apa bokap lo nggak ada anak lain selain elo?" tanyaku keceplosan. Bagus sekali, Jeno pasti sudah bisa menduga jika aku melamun tentang dia sepanjang perjalanan. Aku buru-buru melepas seatbelt-ku saat menyadari jika si merah sudah terparkir. Tepat di samping mobil ini, ada Gun dengan mobilnya juga.
Mesin mobil masih hidup, dan Jeno langsung mengangkat kedua alisnya menatapku. Entah itu karena tidak menyangka mendapatkan pertanyaan itu dariku atau karena heran ada wanita lancang yang bertanya tentang kehidupan pribadi orang.
Jeno melepas seatbelt-nya sambil menjawabku. "Nggak ada. Tante itu pernah hamil, tapi keguguran dan sampai sekarang mereka belum punya anak lagi."
Mereka... aku bisa merasakan ada jarak tak kasat mata yang hadir di antara Jeno dan orangtua-nya. Ia mungkin sudah tak membenci, namun perkala melupakan itu adalah hal yang sulit. Karena sejujurnya aku juga belum sembuh dari masalalu-ku itu. kami, anak-anak broken home yang mungkin sama-sama mencari pelampiasan 'lebih baik' dari obat-obatan dan minum-minuman. Hingga berakhir seperti ini.
Sayangnya, cangkang milik Jeno mungkin lebih kuat sehingga dia masih mampu jatuh cinta dan percaya—tak meninggalkan trauma. Sedangkan aku, mungkin perlu lebih banyak waktu untuk bisa memercayakan hatiku kepada orang lain.
Aku tersenyum kecil, menepuk bahu Jeno pelan entah sebab apa, kemudian mengajaknya untuk turun saat Gun mulai mengetuk-ketuk kaca pintu mobil.
Kami kemudian melangkah masuk. Beberapa orang tenaga medis langsung menyapa Jeno saat melihat laki-laki itu, sedangkan Jeno membalas dengan senyuman formal. Aku berjalan di samping Gun sementara Jeno melangkah di depan kami, mengimbau kami untuk mengikutinya menuju lift dan menunggu sampai lift terbuka. Tidak ada yang tahu kalau yang sedang masuk ke dalam lift bersama Jeno itu adalah aku—karena kalau tahu aku yakin semuanya sudah berisik.
"Kayaknya ni kacamata ampuh banget bisa nyembunyiin kecantikan gue yang paripurna ini..." gumamku lebih kepada diri sendiri sambil melihat pantulan diri pada lift. Dengan rambut di gelung dan dress panjang betis plus jaket jeans biru langit, tak lupa kacamata, aku mungkin terlihat seperti rakyat biasa.
"Itu karena lo pakai ini," sahut Gun sambil menekan tahi lalat aksesoris yang kutempel di sudut bibir atas sebelah kanan.
Aku berdecak sambil menepis tangan Gun dengan menyentak. "Tsk, ntar copot blay!"
Gun memutar bola mata.
Dan tepat saat itu aku mendengar Jeno terkekeh. Kepalaku langsung menoleh tajam, kedua mataku menyipit. "Ngapa lo ketawa?"
"Lo nggak bakal di foto sembarangan. Ini udah rules di RS ini. lagipula moto orang sembarangan kan termasuk pelanggaran hukum."
"Tapi kan guea bukan orang sembarangan." kataku cepat. Aku ini aktris terkenal, lho.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - Siyeon
Fanfictionthe tittle was "Then, I Meet You." DISCLAIMER: Cerita ini hanya fiksi belaka. Author hanya meminjam nama tokoh, tempat, dan merek untuk kebutuhan cerita. Cerita milik author, sedangkan Idol milik orang tua dan agensinya.🧡 -------- Hidupnya yang abu...