"RENJUN whatsapp aku tadi malem." ucapku sambil meletakkan mangkuk berisi sup ayam ke atas meja. Kulipat tangan di atas meja setelah mengambil duduk pada satu tempat berhadapan dengan Jeno. Lalu, menatapnya.
Aku sengaja memberitahu Jeno soal ini agar Jeno bisa langsung mengeksekusinya. Enak saja, aku tidak mau ya terus menerus di teror oleh Renjun. Bagiku masalalu ya masalalu, lagi pula orang itu kan sudah punya istri. Huh!
Jeno yang sedang menatap iPad-nya mendongak, dua mata tajam itu terlihat semakin tajam saat kubeberkan informasi teranyer itu padanya. Nah, bagus, ini yang kumau.
"Dia chat apa?"
Kurogoh ponsel dari dalam dress yang kukenakan, kemudian membuka pesan yang dikirim oleh Renjun tadi malam, lalu menyerahkan ponselku ke hadapan Jeno. Jeno mengambil ponselku dan mulai membaca pesannya. Aku diam-diam mengamati wajahnya dan mengulum senyum saat melihat rahangnya mengeras, pun dengan cengkeraman tangannya pada ponselku. Woah, woah, jangan sampai ponselku rusak. Bukannya apa—aku tahu Jeno bisa menggantinya—tapi tetap saja kan menjadi PR kalau sampai pindah ke ponsel baru. Lagipula, aku bukan tipe yang suka gonta-ganti ponsel meskipun cantik dan terkenal begini.
"Woah, jangan banting HP aku, lho." kataku memperingatkan.
"Aku bahkan bisa bilang ke tim Kimsung untuk buatin HP edisi khusus buat kamu." katanya, tidak dengan nada sombong, namun ia mengulurkan ponselku kembali kepadaku.
Kuputar bola mata sambil mengambil ponselku. "Wow, aku terkesan banget." Ucapku dengan nada yang sebaliknya. "Tapi, aku bakalan lebih terkesan kalau kamu bisa nyuruh sepupu kamu itu untuk berhenti ganggu aku."
"Nggak usah dipeduliin," ucap Jeno. Lalu mengambil sendok hendak memulai sarapan paginya.
"Gimana aku bisa nggak peduliin coba? Chat dia tu ganggu dan bikin sakit mata." Aku mulai sewot. Mudah sekali jika hanya menyuruh untuk tidak memerdulikan, pasalnya aku yang diteror ini yang sulit mengaplikasikan mode tidak peduli itu.
Jeno meletakkan kembali sendoknya, lalu kembali fokus menatapku. "Aku cariin nomor baru untuk kamu. Gimana?"
Kugelengkan kepala menolak. "Ih, nggak mau. Kenapa juga harus aku yang ganti nomor? Aku kan di sini korbannya, sayaaaang. Gimana sih kamu!"
Enak saja.
"Oke, oke. Nanti aku telepon dia supaya nggak gangguin kamu lagi."
"Kalau cuma begitu dia mana mau nurut," ucapku. Aku tahu betul tipe-tipe pria seperti itu. Mereka hanya memiliki ego yang tinggi, mereka tidak senang melihat mantan teman dekat wanita mereka dekat dengan pria lain apalagi sampai menjalin hubungan yang... bisa dibilang hampir serius seperti aku sekarang. "Laporin tuh ke bininya. Kalau aja aku ada nomor tu ulet bulu, udah aku kirim SS-an whatsapp Renjun ke dia."
"Tapi, mungkin Chaeyeon bakalan salah paham nanti."
"Dan better aku diusik Renjun daripada si Ulet bulu salah paham? Kamu tega bange—"
"Iya, sayang. Aku akan kasih tahu Renjun, kalau dia masih tetap ganggu kamu, nanti aku langsung bilang juga ke Chaeyeon. Oke?"
Kuanggukan kepala senang. Nah, seperti ini dong. Aku kan jadi senang.
"Kalau gitu bisa kita mulai breakfast tanpa bahas orang lain, hm?" tanyanya.
"Of course, baby."
"Bagus." ucap Jeno, dan kembali mengambil sendok untuk memulai makan sup ayam miliknya. "Oh ya, kapan kamu mulai promosi dengan Kimsung?"
"Besok." jawabku sambil mengambil gelas susu. Aku tidak bisa makan di pagi hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - Siyeon
Fanfictionthe tittle was "Then, I Meet You." DISCLAIMER: Cerita ini hanya fiksi belaka. Author hanya meminjam nama tokoh, tempat, dan merek untuk kebutuhan cerita. Cerita milik author, sedangkan Idol milik orang tua dan agensinya.🧡 -------- Hidupnya yang abu...