25

572 65 4
                                    

                KEPALAKU mengernyit saat sakit terasa menghantam dengan kencang. Sisa-sisa awan mimpi mulai menghilang hingga membuat kelopak mataku yang tadinya terpejam perlahan terbuka. Rasanya, aku seperti di hantam batu beton bangunan gedung. Sakit sekali!

Mulanya kupikir aku sudah mati, namun saat menyadari bahwa aku sedang berada di dalam kamarku yang nyaman, aku diam-diam mengembuskan napas lega. Syukurlah, kupikir aku sudah di dunia lain karena aku sama sekali tidak mengingat hal terakhir yang kulakukan semalam. Aku hanya ingat pergi ke pesta pernikahan, mengobrol dengan orang kaya Kimsung, sibuk mengumpati Chaeyeon yang sok cantik saat berjalan di altar, makan banyak, minum banyak, dan hilang. Ingatanku hanya sebatas sampai sana saja.

Apa aku menelepon Gun ya semalam?

Sambil memijat pelipisku pelan, kuraih ponsel dari dalam tas dan mengernyit saat menyadari kalau aku masih mengenakan pakaianku yang semalam. Oh my god, aku sampai tak sempat mengganti piyama tidur? Really?

"Nggak ada panggilan keluar tuh..." gumamku pelan sambil mengerutkan dahi. Bagaimana aku bisa sampai di apartemen?

Apakah aku terbang? Aish, tidak mungkin, aku memang cantik seperti bidadari, tapi aku masih manusia normal yang tak bersayap. Jadi, tidak mungkin kalau aku terbang. Hm... tanganku langsung bergerak memegang perutku yang tiba-tiba saja berbunyi saat indera penciumanku mencium bau segar dari  luar kamar.

Fix, ini sudah pasti Gun!

Mengambil posisi berdiri, aku segera membuka pintu sambil bertelanjang kaki. Kulangkahkan kakiku menapaki dinginnya ubin lantai menuju dapur dan menemukan punggung tampan berselimut kaos hitam di sana. Dari perawakannya jelas itu bukan Gun, tapi...

"Jeno?!" suaraku meluncur sejurus kemudian.

Si pemilik punggung tampan itu menoleh, manik mata hitamnya langsung bertemu dengan mata indahku. Aku menaikkan alis, "Lo lagi apa?"

Ew, tidak ada pertanyaan berbobot kah? Jelas saja dia lagi masak.

"Buatin lo sup pengar." ucap Jeno sambil membawa nampan berisi sup hangat ke arah meja bar.

Aku melangkah mendekat, mengambil tempat pada satu dari tiga kursi yang tersedia. Pandanganku lurus menatap sup pengar buatan Jeno yang bau-nya membuat cacing-cacing di perutku memberontak meminta makan, namun alih-alih langsung memakannya, aku mendongak memberikan pertanyaan. "Apa ini bisa di makan?"

Jeno mengangkat alis. "Tentu aja."

"Lo bahkan nggak bisa masak, gue nggak makan makanan sembarangan." kataku cepat. Bagaimana kalau aku malah jatuh sakit akibat keracunan, mana tahu Jeno salah memasukkan bumbu kan, meskipun ibunya pandai memasak tapi bakat seperti itu kan tidak turun serta-merta. Kita harus mempunyai sikil, ups, maksudku skill.

"Gue lihat resepnya di cookpad. Lo nggak akan keracunan, Siyeon."

Aku masih bergeming.

Jeno menghela napas, mengambil sendok lain kemudian menyuapkan satu suapan untuknya. Dia menatapku sedikit mengangkat alis, "Lihat nih, gue nggak kenapa-napa 'kan?"

"Normalnya racun nggak akan bereaksi secepat ini sih. Masih perlu waktu lebih lama lagi." kataku.

"Jadi, nggak mau nih?" tanya Jeno, kemudian mengangguk. "Yaudah..."

Aku langsung panik saat melihatnya hendak menarik nampan dari hadapanku. Kutahan nampan itu dan dengan cepat menariknya hingga kembali mendekat kepadaku. "Siapa bilang? Gue mau kok." jawabku dan dengan cepat memakan sup pengar buatan Jeno.

Aku bisa melihat Jeno tersenyum kecil di tempatnya, tapi aku berpura-pura tidak melihat saja. Well, untuk ukuran seorang pria yang hidup sendiri dan jelas tak pernah memasak, rasa sup pengar ini lumayan juga.

The Celebrity And Her Perfect Match | Jeno - SiyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang